SEMESTER 1

MATA KULIAH: PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA
DOSEN               : Dr. SUGITO, Mh.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Manusia dewasa kali ini baik Indonesia pada khususnya dan Dunia pada umumnya hidup pada abad ke 21, yang pada abad ini dikenal dengan Masa Globalisasi atau Masa Perdagangan Bebas. Untuk dapat bisa bertahan hidup dan dapat bersaing dengan luar negeri maka manusia-manusia dewasa di Indonesia pada khususnya harus bekerja dengan giat di berbagai lini kehidupan ini.
Karena kesibukan manusia dewasa Indonesia dengan pekerjaannya baik itu yang putra maupun putri, apalagi jaman sekarang gencar-gencarnya dengan kampanye “emansipasi perempuan”. Mayoritas kaum perempuan atau ibu – ibu yang semula konsentrasinya 100% di rumah untuk mengurusi buah hatinya, rumahnya, masakin suaminya atau yang lain-lain tapi sekarang telah berubah.
Konsenstrasi mayoritas kaum ibu – ibu tidak lagi 100% di rumah, sebagai gantinya mereka mencari oranglain untuk membantu mengurusi semua kegiatan di rumah termasuk mengurusi anak buah hatinya. Bahkan ada sebagian dari kaum ibu – ibu pulang sampai malam karena dilupakan dengan kesibukannya, lalu lupa pada anak buah hatinya sendiri, tega pada anak buah hatinya yang seharusnya pada masa itu tangan-tangannya yang halus seharusnya menggendong tetapi malah diasuh oleh “pembantunya” atau baby sister. Padahal kata Nabi Muhammad SAW yang intinya adalah bahwa kaum wanita terutama yang sudah menikah atau disebut dengan ibu ditakdirkan untuk melahirkan putranya sampai membesarkannya tetapi sekarang dengan alasan emansipasi wanita mereka malah kebabalasan, lupa dengan perhatian ke anak-anaknya. Mereka meninggalkan masa-masa yang seharusnya si Ibu agar lebih dekat baik secara jiwanya maupun emosinya dengan si anak, semuanya dengan alasan karir dan untuk membntu menafkahi keluarga disamping sang suami. Astaghfirullahalladzim sungguh ironi sekali, pantesan pada jaman sekarang banyak anak-anak yang bisa dikatakan negatif atas perilakunya. Ya Allah semoga generasi muda Indonesia berikutnya yang masih beruasia dini tidak akan terulang lagi seperti sekarang. Amiiin. Mari teman-teman kita berjuang bersama untuk berusaha memperbaiki Indonesia ke depan dengan mendidik Generasi termudanya dengan sungguh-sungguh, hanya kepada-Nyalah kita memohon, semoga harapan ini akan segera terwujud dengan tercapainya Indonesia emas 2025 dan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang humanis, nasionalis dan regilius. Amiin ya robbal ‘alamiin
Mungkin karena sebagian dari alasan – alasan di atas Bapak Dosen menyuruh kami untuk melakukan kegiatan observasi ini dan penyusun segera melaksanakan perintah Beliau untuk mengobservasi keluarga yang mempunyai anak di usia dini (0-8 tahun).

1.2  Struktur dan kondisi keluarga
Keluarga yang diamati oleh penyusun bertempat tinggal di Padukuhan Kepek II, Kelurahan Kepek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Sebuah keluarga yang tinggal satu atap itu bisa dikatakan keluarga kecil tetapi juga bisa dikatakan keluarga besar juga, karena keluarga ini tersusun dari Ayah, Ibu dan 3 anak yang terdiri dari anak pertama putra sudah SMP kelas 2 di SMP Muhammadiyah I Wonosari, anak kedua putri masih SD kelas III di SD Negeri VI Wonosari dan yang terakhir baru berusia sekitar 1,5 tahun. Di rumah itu selain ada satu keluarga itu juga terdapat orangtua dari si Ibu, ada nenek, kakek, budhe dan pakdhenya jadi pembaca bisa mengkategorikan sebagai keluarga kecil atau besar sendiri.

BAB II
HASIL PENGAMATAN

2.1  Pola Asuh yang diterapkan
Selama proses kegiatan observasi yang saya kerjakan + 8 hari, pola asuh yang dterapkan pada keluarga ini sesuai teori yang saya dapatkan bisa dinamakan dengan Pola Asuh autoritatif (pola asuh yang berdasarkan keseimbangan antara pengendalian dengan kebutuhan si anak).

2.2  Interakasi Orang tua terhadap Anak-anaknya
Orangtua sering menyuruh anak-anaknya yang baik tanpa adanya unsur paksaan tetapi tanpa dengan member suri tauladan yang baik.

2.3 Cara Mengendalikan Anak
Si Ayah yang pekerjaan sehari-harinya adalah dan Si Ibu pekerjaannya Ibu Rumah Tangga plus wiraswasta karena di rumahnya membuka usaha berupa warung dan calon bengkel di depan rumahnya. Untuk masalah mengendalian anak-anaknya sebagian besar adalah si Ibu karena di Beliau waktunya banyak di rumah walaupun seringkali disambi melayani pembeli. Nah untuk si Bapak hanya sesekali waktu bisa dapat untuk mengendalikan puta-putrinya.
Biasanya si Ibu mengendalikan putra-putrinya dengan menyuruh dan melarang sesuatu dengan ucapan saja, seringkali juga melarang dengan nada agak marah. Misalkan: Anak pertama dilarang mengganggu adiknya yang paling kecil dengan nada tinggi
Pada keluarga ini miskin dengan keteladanan bersifat religius walau rumahnya dekat dengan mushola baik si Ibu maupun si Ayah hampir tidak pernah mendatangi mushola untuk melaksanakan sholat 5 waktu, apalagi menyuruh si anak untuk pergi ke mushola.


2.4  Cara Memenuhi Kebutuhan Anak
Karena di keluarga ini di rumah juga membuka usaha yakni warung dan si anak-anaknya masih kecil semua maka tidak memerlukan kebutuhan yang banyak. Paling yang mempunyai kebutuhan lebih adalah anak yang pertama yang sudah kelas VIII atau 2 SMP, itupun semua kebutuhan mereka tidak langsung segera dipenuhi kecuali jika mereka sudah mengiyakan.

2.5  Faktor Pendukung Pola Asuh Orang tua dalam Mendidik Anak
a.       Keadaan ekonomi
Tentang keadaan ekonomi keluarga ini tergolong pada tingkatan agak mampu, ekonomi mereka bergantung dengan pekerjaan si ayah dan warungnya yang  rame atau tidaknya tergantung tidak pasti.
b.      Pengalaman
Waktu saya berbincang - bincang dengan si Ibu di sore itu, saya menanyakan bagaimana keadaan dan perkembangan anak, Beliau menjawab dengan jujur (Insya Allah) sifat dan perilaku anak-anaknya sama waktu si Ibu dan si Ayah masih kecil, lalu tiba-tiba aku kepikiran dengan pernyataan sifat si anak tidak akan jauh dari orangtua. Subhanallah, Maha Suci Engkau Ya Allah Ya Robbi..!!!
Sungguh Maha Adil Dia memberlakukan hamba-hamba-Nya, kelakuan si Ibu waktu mudanya akan menurun pada penerusnya (anak-anaknya). Dengan pernyataan si Ibu inilah membuktikannya dengan nyata keadilan-Nya, kekuasaan Tuhan Yang Maha Segala-galanya.
c.       Pendidikan
Menurut pengakuan Beliau, si Ibu pendidikannya adalah hanya tamatan SLTA. Waktu saya tanyakan kenapa tidak meneruskan ke jenjang berikutnya yakni perkuliahan Beliau menjawab dengan nada lemas: “mbiyen keluargaku gak nduwe duwit mas, dinggo maem we nggoleke angel. Dinggo mbayar sekolah ngasih SMU wae wes ketar-ketir kok, opo maneh biaya dingo kuliah..” (Dahulu keluargaku tidak punya uang mas, untuk makan saja mencarinya sulit. Untuk membayar sekolah sampai SMU saja sudah sampai peras keringat, apalagi untuk biaya untuk kuliah). “asline mbiyen kepingin kuliah neng IKIP Yogya, neng yo mau mas ra ono duwite.Imbuhnya maneh. (Aslinya dahulu sudah ada niat kuliah di IKIP Jogja (UNY-red), tetapi ya tadi mas tidak ada uang (dana-red). Tambahnya lagi)
Untuk si Ayah tidak berbeda jauh tetapi nasib si Ayah lebih mujur daripada si Ibu, dia bisa diterima kerja di DPU (Dinas Pekerjaan Umum). Walaupun si Ayah sering mabukan, (maaf ya) maen dan mendem.

d.      Keadaan anak
Anak pertama              :  Putra berusia + 14 tahun, sekarang dia duduk di kelas
                                       VIII atau 8 SMP di SMP Muhammadiyah I Wonosari
Anak kedua                 :  Putri berusia + 10 tahun, sekarang dia duduk di kelas IV SD di SD Negeri VI Wonosari
Anak ketiga                 : PAUD 1-3 tahun di PAUD Handayani I Kepek Wonosari Gunungkidul

e.       Bantuan dari pihak luar
Di keluarga ini termasuk keluarga miskin keteladanan spiritual, untung saja dari pihak luar keluarga ini terutama dari lingkungan atau tetangganya yang lumayan mendukung karena di kanan dan kiri dari keluarga tersebut mayoritas adalah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Gunungkidul sehingga efek negatif dari pola pengasuhan dari keluarga itu bisa diminimalisir.

f.       Lingkungan yang representif
Lingkungan sekitar dari keluarga itu termasuk salah satu perkampungan di desa yang bisa dikatakan terpadat dan terbanyak dari sisi jumlah penduduknya se- Kabupaten Gunungkidul, karena letak dari kelurahan Kepek ini sangat strategis dekat dengan pusat Pemerintahan Kabupaten dan mayoritas fasilitas di Kabupaten Gunungkidul terletak di sini. Pekerjaan warga di dusun ini bermacam-macam, begitu juga dengan kepercayaan dari warganya yang tercatat adalah terdiri dari Islam + 95% dan Kristen + 5%. Walaupun terletak di kota alhamdulillah keadaan lingkungannya termasuk masih bisa dikatakan kondusif dan terkenal Generasi Mudanya tidak aeng – aeng selain itu juga mempunyai 4 tempat ibadah yakni 3 Mushola dan 1 Masjid Kota yang terbesar (Masjid Kota) di Kabupaten Gunungkidul.
Fasilitas atau sarana dan prasarana yang ada di Desa Kepek antara lain berupa:
a.                      Sekolah - sekolah
1.      PAUD = ada di tiap – tiap dusun ( + 9 buah )
Taman Kanak-kanak
ABA (Muhammadiyah): 5 buah
Pertiwi & Darul Quran (Negeri): masing-masing 1 buah

2.   Sekolah Dasar
Negeri: 5 buah

3.      Sekolah Menengah Pertama
Negeri: 1 buah, Muhammadiyah: 1 buah
Madrasah Tsanawiyah
Negeri: 1 buah, Muhammadiyah: 1 buah

4.      Sekolah Menengah Umum
Negeri: 2 buah, Muhammadiyah: 1 buah
Sekolah Menengah Kejuruan
Negeri: 1 buah, Muhammadiyah: 2 buah, NU: 2 buah
Madrasah Aliyah
Negeri: 1 buah, Ma’arif (NU)= 1 buah

5.      Sekolah Tinggi atau Universiatas
Negeri: Universitas Gunungkidul dan Universitas Terbuka
Muhammadiyah: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Yayasan lain: STITY
b.                      Pondok pesantren:
Muhammadiyah            : PP. Al Ikhlas Kepek II
NU                              : PP. Mardotullah
Ikhwanul Muslmin        : PP. Darul Quran Piyaman
c.                       Tempat usaha
Misalkan: pasar sepeda, Dealer sepeda motor, Toko
d.                      Lembaga Bimbingan Belajar
1.      Ganesha Operation, Primagama
2.      LPK – LPK
3.      Tempat Kursus
e.                       Kantor - kantor
Pemerintahan:
PEMDA, DEPAG, BPK, PDAM, DPU, BPN, PLN
Non Pemerintahan:
PDM (Muhammadiyah), PCNU (NU), LDII
f.                       Kantor - kantor DPD partai
PAN, PKS, PPP, P.Golkar, PDIP

BAB III
PEMBAHASAN

3.1.   Interaksi Makna terhadap Pengamatan
Pola asuh demokratis (authoritative) menurut Baumrind adalah bercirikan hak dan kewajiban anak juga orangtua adalah sama dalam arti saling melengkapi, anak dilatih untuk menentukan bertanggung jawab dan menentukan perilakunya agar disiplin. Jadi semua kewajiban dan hak antara orangtua dengan anak seharusnya sama yang saling melengkapi kekurangan selain in melatih anak-anaknya dilatih untuk menentukan sesuatu sesuai dengan keinginannya asalkan harus didasari disiplin dan bertanggungjawab atau bisa dikatakan demokrasi bukan democrazy itulah dasar pola asuh pemikiran Baumrind.
Di keluarga ini cenderung memakai pola asuh ini walaupun tidak bisa 100% atau sempurna, menurut saya pola asuh ini lebih baik dari pola asuh yang lainnya, yang sudah dikemukakan oleh para peneliti dan yang saya sudah baca. Tentang pola asuh ini saya malah teringat dengan sesuatu yang pernah saya kemukakan sebelumnya yakni sabda Nabi Muhammad SAW: Keaktifan anak di masa kecil dapat menambah akalnya ketika dewasa (H.R. Tirmidzi)”. Mungkin si Baumrind terobsesi oleh sabda Nabi Muhammad SAW di atas jadi Beliau mengemukakan teori tentang pola asuh demokratis ini, Wallahu ‘alam bihowab.
Di keluarga yang saya amati ini mengasuh si anak diberi kebebasan tanpa ada perjanjian atau peraturan yang sangat ketat, dan tidak terlalu memaksakan kehendak si orangtua harus sama dengan anak-anaknya. Namun yang sangat disayangkan adalah jika si anak melakukan kesalahan atau kelalailan melakukan sesuatu, si orangtua hanya melarang atau menyuruh yang lebih baik tanpa mereka atau orangtua melakukan terlebih dahulu.
Misalkan:
1.  Waktu teman-temannyamau berangkat tadarusan dan si anak pertama tidak segera berangkat maka si ibu langsung menyuruhnya tetapi hanya omongnya dan (maaf) matanya tetap tertuju di televisi.
2.  Ketika waktu sudah memasuki Sholat 5 Waktu, si ibu menyuruh si anak segera ke Mushola untuk menunaikan sholat tetapi si Ibu malah masih asyik dengan televisinya. Seharusnya Beliau menyuruh si anak dengan memulai atau memelopori beranjak dari tempat nonton tv langsung ambil air wudhu dan mengajak berangkat ke mushola bukan hanya omongannya saja karena satu keteladan lebih mujarab daripada seribu nasehat.

3.2.   Pengaruh Pola Asuh terhadap Anak
Pendidikan anak yang paling awal adalah pendidikan di kala bagaimana cara pola asuh terhadap si anak dari orangtuanya, maka dari itu cara pola asuh dari orangtua terhadap anaknya sangat berkaitan erat dengan perilaku si anak di masa mendatang atau di kala waktu dewasa si anak.
Saya teringat dengan sabda Nabi Muhammad SAW tetapi saya lupa bunyi aslinya tetapi yang saya ingat intinya adalah orangtua terutama sang Ibu adalah yang pertama menjadi guru bagi anak-anaknya karena si Ibu mempunyai tali pererat yang tidak mungkin akan bisa dipisahkan bahkan si Ibu sudah meninggal, si anak pasti akan terkenag dengan si Ibunya yakni yang menjadi pererat daripada mereka adalah air susu ibu.
Oleh karena itu kenapa pemerintah melakukan kampanye dengan gencar-gencarya adalah “berikan air susu ibu sampai 12 bulan tanpa ditambahi yang lainnya.” Itulah kelebihan seorang ibu yang sangat perasa jika tentang si anaknya bahkan si anak sedang berada jauh dengan si Ibunya, jika anaknya itu sedang sakit atau sedang ada hambatan pasti si Ibu juga merasa hal yang sama dengan rasa si anak itu. Memang subhanallah Engkau Ya Allah yang sudah menciptakan seorang perempuan walaupun sudah tua Beliau masih sangat merasakan hal yang sama yang dirasakan si anak. Maka tidak berlebihan jika Nabi Muhammad SAW bersabda: “Surga di telapak kaki sang Ibu.” Pernyataan itu lalu menyatakan bahwa surga beradanya di bawah telapak kaki Ibu tetapi yang dimaksud adalah Surga berada di bawah ridhonya karena dapat ridho sang Ibu maka dapat ridho juga dari Allah SWT dan kebalikannya pula murka dari sang ibu maka mendapat murka dari Allah SWT, maka jangan membuat murka dari sang Ibu.
Jika ditilik dari pernyataan-pernyataan di atas  pengaruh pola asuh dari orangtua di keluarga yang saya amati adalah sebagai berikuta:
1.      Anak menjadi lebih aktif, aktifnya cenderung kea rah negative
2.      Anak sering membantah orangtua
3.      Anak lebih melakukan apa yang diperinahkan oleh ornglain daripada orang tuanya terutama si Ibu.
4.      Anak tidak betah di rumah, apalgi waktu libuaran (misalkan hari Sabtu malamnya.

BAB IV
KESIMPULAN

Dari pengamatan dan ulasan yang saya utarakan sesuai dengan yang saya pahami di atas, dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut:
1.  Pola asuh dari orangtua terutama dari si Ibu sangat berpengaruh dengan perkembangan perilaku si anak di masa dewasanya.
2.  Pola asuh dari orangtua adalah bisa dikatakan berhasil jika orangtua dapat mengendalikan si anak tanpa mengekangnya.
3.  Pola asuh yang baik jika diawali dengan keteladanan orangtua terutama ibunya daripada diberi nasehat tanpa diberi tauladan
Misalkan:
a.   Jika anak biar rajin sholat ketika waktu memasuki adzhan sholat orangtua juga harus memberikan teladan berupa mematikan tv atau menghentikan segala aktivitas lalu mengajak si anak untuk sholat.
b.  Jika anak biar bisa menghormati dan menghargai orangtua, orangtua juga harus mempolopori menghargai semua hasil karya si anak.
4.  Pola asuh kepada anak yang baik jika pendekatan dengan hati ke hati bukan dengan mulut saja.
5.  Satu keteladanan lebih mujarab daripada seribu nasehat

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Shohib, Moh, Pola Asuh Orangtua, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

Abdul Mu’thi Abdullah Muh Abdul, Be a genius teacher, Jakarta 1429H/2008M.

Data Kelurahan tentang fasilitas di Kepek Wonosari Gunungkidul, Yogyakarta 2005.

Data Kependudukan Kelurahan Kepek, Wonosari Gunungkidul, Yogyakarta 2005.

Majelis Dasar dan Menengah Muhammadiyah Kabupaten Gunungkidul, Data sekolah-sekolah di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, 2005








MATA KULIAH: PSIKOLOGI UMUM
DOSEN               : Prof. Dr. Siti Partini Suardiman



A.  Latar Belakang

Dalam pelaksanaan PAUD dikegiatan belajar dan mengajar dalam sehari – hari, si pendidik pasti akan menghadapi permasalahan. Selain permasalahan dari si anak didik sendiri, permasalahan akan muncul dari perilaku si orangtua anak didik.

B.  Pembahasan

Kebiasaan Orang Tua Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak:

Pada kesempatan ke lini saya hendak sharing tentang buku yang telah saya baca yang berjudul 37 Kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak, karya Ayah Edy, terbitan Grasindo. Saya dan suami membaca buku tersebut dan kami merasa buku ini perlu dibaca, dipahami, lalu dicoba diaplikasikan dalam mendidik anak2 kita. Apa yang disampaikan dalam buku tersebut bisa juga kita aplikasikan pada balita dengan beberapa penyesuaian sesuai usianya. Saya sependapat dengan suami saya bahwasannya tentu saja dalam mengaplikasikannya kita tidak akan melihat hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu singkat, apalagi terhadap balita. Yang terpenting adalah kontinyuitas, jangan pernah nyerah dan bosan. Dalam hal ini kita berikhtiar, fokus pada proses, hasilnya nanti bagaimana, kita serahkan pada Allah.

Karena tidak memungkinkan saya menulis ke 37 kebiasaan tersebut, maka hanya beberapa saja yang saya sajikan. Ada yang saya kutip semua, ada pula yang saya ringkas. Berikut adalah kebiasaan2 tersebut. SEMOGA BERMANFAAT.

1. Raja yang Tak Pernah Salah

Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar jalan tidak jarang tanpa sengaja mereka menabrak kursi atau meja. Lalu mereka menangis. Umumnya, yang dilakukan oleh orang tua supaya tangisan anak berhenti adalah dengan memukul kursi atau meja yang tanpa sengaja mereka tabrak. Sambil mengatakan, “Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul kursi/mejanya…sudah cup….cup…diem ya..Akhirnya si anak pun terdiam.
Ketika proses pemukulan terhadap benda benda yang mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah mengajarkan kepada anak kita bahwa ia tidak pernah bersalah.
Yang salah orang atau benda lain. Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia mengalami suatu peristiwa dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain, dan dirinya selalu benar. Akibat lebih lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau hukuman adalah orang lain yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.
Kita sebagai orang tua baru menyadari hal tersebut ketika si anak sudah mulai melawan pada kita. Perilaku melawan ini terbangun sejak kecil karena tanpa sadar kita telah mengajarkan untuk tidak pernah merasa bersalah.
Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan ketika si anak yang baru berjalan menabrak sesuatu sehingga membuatnya menangis? Yang sebaiknya kita lakukan adalah ajarilah ia untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi; katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit): ” Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya pelan-pelan saja dulu supaya tidak membentur lagi.”
2. “Berbohong Kecil
Awalnya anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya, Mengapa? KArena mereka percaya sepenuhnya pada orang tuanya. Namun, ketika anak beranjak besar, ia sudah tidak menuruti perkataan atau permintaan kita? Apa yang terjadi? Apakah anak kita sudah tidak percaya lagi dengan perkataan atau ucapan-ucapan kita lagi?
Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap hari sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak berkeliling perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengalihkan perhatian si kecil ke tempat lain, setelah itu kita buru-buru pergi? Atau yang ekstrem kita mengatakan, “Papa/Mama hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya, sebentaaaar saja ya, Sayang.” Tapi ternyata, kita pulang malam. Contah lain yang sering kita lakukan ketika kita sedang menyuapi makan anak kita, “Kalo maemnya susah, nanti Papa?Mama tidak ajak jalan-jalan loh.” Padahal secara logika antara jalan-jalan dan cara/pola makan anak, tidak ada hubungannya sama sekali.
Dari beberapa contah di atas, jika kita berbohong ringan atau sering kita istilahkan “bohong kecil”, dampaknya ternyata besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Anak tidak dapat membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak. akibat lebih lanjut, anak menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya itu selalu bohong.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan pengertian: “Sayang, Papa/Mama mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo Papa/Mama ke kebun binatang, kamu bisa ikut.”
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat selain kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu. Anak akan mampu memahami yang kita katakan dan menuruti yang kita katakan.
3. Banyak Mengancam
“Adik, jangan naik ke atas meja! nanti jatuh dan nggak ada yang mau menolong!” “Jangan ganggu adik,nanti MAma/Papa marah!” Dari sisi anak pernyataan yang sifatnya melarang atau perintah dan dilakukan dengan cara berteriak tanpa kita beranjak dari tempat duduk atau tanpa kita menghentikan suatu aktivitas, pernyataan itu sudah termasuk ancaman. Terlebih ada kalimat tambahan “nanti Mama / Papa marah!”
Seorang anak adalah makhluk yang sangat pandai dalam mempelajari pola orang tuanya; dia tidak hanya bisa mengetahui pola orang tuanya mendidik, tapi dapat membelokkan pola atau malah mengendalikan pola orang tuanya. Hal ini terjadi bila kita sering menggunakan ancaman dengan kata-kata,namun setelah itu tidak ada tindak lanjut atau mungkin kita sudah lupa dengan ancaman-ancaman yang pernah kita ucapkan
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Dekati si anak, hadapkan seluruh tubuh dan perhatian kita padanya. tatap matanya dengan lembut, namum perlihatkan ekspresi kita tidak senang dengan tindakan yang mereka lakukan. Sikap itu juga dipertegas dengan kata-kata, “Sayang, Papa/Mama mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini pada adikmu. Papa/Mama akan makin sayang sama kamu.” Tidak perlu dengan ancaman atau teriaka-teriakan. Atau kita bisa juga menyatakan suatu pernyataan yang menjelaskan suatu konsekuensi, misal “Sayang, bila kamu tidak meminjamkan mainan in ke adikmu,Papa/Mama akan menyimpan mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain. MAinan akan Papa/Mama keluarkan, bila kamu mau pinjamkan mainan itu ke adikmu. Tepati pernyataan kita dengan tindakan.
4. Mengajari Anak untuk Membalas
Sebagian anak ada yang memiliki kecenderungan suka memukul dan sebagian lagi menjadi objek penderita dengan lebih banyak menerima pukulan dari rekan sebayanya. Sebagian orang tua biasanya tidak sabar melihat anak kita disakiti dan memprovokasi anak kita unutuk membalasnya. Hal ini secara tidak langsung mengajari anak balas dendam. Sebab pada saat itu emosi anak sedang sensitif dan apa yang kita ajarkan saat itu akan membekas. Jangan kaget bila anak kita sering membalas atau membalikkan apa yang kita sampaikan kepadanya.
Solusinya:
1. mengajarkan anak untuk menghindari teman-teman yang suka menyakiti.
2. Menyampaikan pada orang tua yang bersangkutan bahwa anak kita sering mendapat perlakuan buruk dari anaknya.
3. ajaklah orang tua anak yang suka memukul untuk mengikuti program parenting baik di radio atau media lainnya.
5. Televisi sebagai agen Pendidikan Anak
Perilaku anak terbentuk karena ada empat hal antara lain:
1. berdasar kepada siapa yang lebih dulu mengajarkan kepadanya: kita atau TV?
2. oleh siapa yang dia percaya: apakah anak percaya pada kata2 kita atau    ketepatan waktu acara atau program-program TV?
3. oleh siapa yang meyampaikannya lebih menyenangkan: apakah kita menasehatinya dengan cara menyenangkan atau program2 TV yang lebih menyenangkan?
4. oleh siapa yang sering menemaninya: kita atau TV?
Solusinya:
1. Bangun komunikasi dan kedekatan dengan mengevaluasi 4 hal tersebut yang menjadi faktor pembentuk perilaku anak kita.
2, Menggantinya dengan kegiatan di rumah yang padat bagi anak - anaknya.
3. Gantilah program TV dengan film2 pengetahuan yang lebih mendidik dan menantang mulai dari kartun hingga CD dalam bentuk permainan edukatif.
6. Memberi julukan yang buruk
Kebiasaan memberikan julukan yang buruk pada anak bisa mengakibatkan rasa rendah diri, tidak percaya diri/mimder, kebencian juga perlawanan. Adakalanya anak ingin membuktikan kehebatan julukan atau gelar tersebut pada orang tuanya.
Solusinya
             Mengganti julukan buruk dengan yang baik, seperti anak baik, anak hebat, anak bijaksana. Jika tidak bisa biar anak yang memilih sendiri.
7. Menyindir
Terkadang karena saking marahnya orang tua sering mengungkapkannya dengan kata2 singkat yang pedas dengan maksud menyindir, seperti, “Tumben hari gini sudah pulang”, atau “Sering2 aja pulang malem!” atau”MEmang kamu pikir Mama/Papa in satpam yang jaga pintu tiap malam?”.
Kebiasaan ini tidak akan membuat anak kita menyadari akan per i laku buruknya tapi malah sebaliknya akan mebuat ia semakin menjadi-jadi dan menjaga jarak dengan kita. Kita telah menyakiti hatinya dan membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan kita.
Solusinya:
             Katakanlah secara langsung apa yang kita inginkan dengan kalimat yang tidak menyinggung perasaan, memojokkan bahkan menyakiti hatinya. Katakan saja, “Sayang, Papa/Mama khawatir akan keselamatan kamu lho kalo kamu pulang terlalu malam”. Dan sejenisnya.
8. Mengejek
Orang tua yang biasa menggoda anaknya, seringkali secara tidak sadar telah membuat anak menjadi kesal. Dan ketika anak memohon kepada kita untuk tidak menggodanya, kita malah semakin senang telah berhasil membuatnya kesal atau malu. Hal ini akan membangun ketidaksukaan anak pada kita dan yang sering terjadi anak tidak menghargai kita lagi. Mengapa? Karena ia menganggap kita juga seperti teman2nya yang suka menggodanya,
Solusinya:

             Jika ingin bercanda dengan anak kita, pilihlan materi bercanda yang tidak membuatnya malu atau yang merendahkan dirinya. Akan jauh lebih baik jika seolah-olah kitalah yang jadi badut untuk ditertawakan. Anak kita tetap aka n menghormati kita sesudah acara canda selesai. Jagalah batas2 dan hindari bercanda yang bisa membuat anak kesal apalagi malu. Bagimana caranya? Lihat ekspresi anak kita. Apakah kesal dan meminta kita segera menghentikannya? Bila ya, segeralah hentikan dan jika perlu meminta maaflah ayas kejadian yang baru terjadi. Katakan bahwa kita tidak bermaksud merendahkannya dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
9. Menghukum Anak Saat Kita MArah
Hal yang perlu kita perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memberikan sanksi atau hukuman apa pun pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, baik dalam bentuk kata2 maupun hukuman akan cenderung menyakiti dan menghakimi dan tidak menjadikan anak lebih baik. Kejadin tersebut akan membekas meski ia telah beranjak dewasa. Anak juga bisa mendendam pada orang tuanya karena sering mendapatkan perlakuan di luar batas.
Solusinya:

1. bila kita sedang sangat marahm segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk bisa menurunkan amarah kita dengan segera.
2. Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat2ya pada anak kita, dan hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak kita, sementara tujuan pemberian sanksi adalah untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Setelah emosi reda, barulah kita memberikan hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuat. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi atau hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya, seperti mengurangi waktu main game, atau bermain sepeda.
10. Terpancing Emosi
Jika ada keinginannya yang tidak terpenhi anak sering kali rewel atau merengak, menagis, berguling dsb, dengan tujuan memancing emosi kita yang apda kahirnya kita marah atau malah mengalah. Jika kita terpancing oleh emosi anak, anak akan merasa menang, dan merasa bisa megendalikan orang tuanya. Anak akan terus berusaha mengulanginya pada kesempatan lain dengan pancingan emosi yang lebih besar la gi.
Solusinya
          Yang terbaik adalah diam, tidak bicara, dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulah anak kita. Bila anak menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak akan mengubah keputusan kita. Bila anak tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakana saja bahwa kita akan mempertimbangkan keputusan kita dengan catatan si anak tidak berulah lagi. Setelah pernyataan itu kita keluarkan, lakukan aksi diam. Cukup tatap dengan mata pada anak kita yang berulah, hingga ia berhenti berulah, Bila proses ini membutuhkan waktu lebih dari 30 menit tabahlah untuk melakukannya. Dalam proses ini kita jangan malu pada orang yang memperhatikan kita; dan jangan pula ada orang lain yang berusaha menolong anak kita yang sedang berulah tadi.. SEKALI KITA BERHASIL MEMBUAT ANAK KITA MENGALAH, MAKA SELANJUTNYA DIA TIDAK AKAN MENGULANGI UNTUK YANG KEDUA KALINYA.
11. Bicara Tidak Tepat Sasaran
Pernahkah kita menghardik anak dengan kalimat seperti, “Papa/Mama tidak suka bila kamu begini/begitu!” atau “Papa/Mama tidak mau kamu berbuat seperti itu lagi!” Namun kita lupa menjelaskan secara rinci dan dengan baik, hal2 atau tindakan apa saja yang kita inginkan. Anak tidak pernah tahu apa yang diinginkan atai dibutuhkan oleh orang tuanya dalam hal berperilaku. Akibatnya anak terus mencoba sesuatu yang baru. Dari sekian banyak percobaan yang dilakukannya, ternyata selalu dikatakan salah oleh orang tuanya. Hal ini mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan sengaja melakukan hal2 yang tidak disukai orang tuanya. Tujuannya untuk mrmbuat orang tuanya kesal sebagia bentuk kekesalan yang juga ia alami (tindakannya selalu salah di hadapan orang tua).
Solusinya:
            Sampaikanlah hal2 atau tindakan2 yang kita inginkan atau butuhkan pada saat kita menegur mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai.Komnikasikan secara intensif hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah megalami dan melakukan segala hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan , ucapkanlah terimakasih dengan tulus dan penuh kasih sayang atas segala usahanya untuk berubah.
12. Menekankan pada Hal2 yang Salah
Kebiasaan ini hampir sama dengan kebiasaan di atas. Banyak orang tua yang sering mengeluhkan tentang anak2nya tidak akur, suka bertengkar. Pada saat anak kita bertengkar, perhatian kita tertuju pada mereka, kita mencoba melerai atau bahkan memarahi. Tapi apakah kita sebagai orang tua memperhatikan mereka pada saat mereka bermain dengan akur? Kita seringkali menganggapnya tidak perlu menyapa mereka karena mereka sedang akur. Pemikiran tersebut keliru, karena hak itu akan memicu mereka untuk bertengkar agar bisa menarik perhatian orang tuanya,
Solusinya:
              Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, missal:”Nha, gitu donk kalau main. Yang rukun….”. Peluklajh mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.
13. Papa dan Mama Tidak Kompak
Mendidik abak bukan hanya tanggung jawab para ibu atau bapak saja, tapi keduanya. Orang tua harus memiliki kata sepakat dalam mendidik anak2nya. Anak dapat dengan mudah menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang Ibu melarang anaknya menonton TV dan memintanya untuk mengerjakan PR, namun pada saat yang bersamaan, si bapak membela si anak dengan dalih tidak mengapa nonton TV terus agar anak tidak stress. Jika hal ini terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya setiap kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan bapaknya. Demikian juga pada kasus sebaliknya. Oleh karena itu, orang tua harus kompak dalam mendidik anak. Di hadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal2 yang berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak. Pada saat salah satu dari kita sedang mendidik anak, maka pasangan kita harus mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik anaknya untuk berlaku baik terhadap si Kakak, dan si Ayah mengatakan ,”Kakak juga sih yang mulai duluan buat gara2…”. Idealnya, si Ayah mendukung pernyataan, “Betul kata Mama, Dik. Kakak juga perlu kamu sayang dan hormati….”
14. Menakuti Anak
Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para orang tua pada saat anak menangis dan berusaha untuk menenangkannya. Kita juga terbiasa mengancam anak untuk mengalihkan perhatiannya, “Awas ada Pak Satpam, ga boleh beli mainan itu!” Hasilnya memang anak sering kali berhenti merengek atau menangis, namun secara tidak sadar kita telah menanamkan rasa takut atau benci pada institusi atau pihak yang kita sebutkan.
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.
15. Selalu Menuruti Permintaan Anak
Kasus ini biasanya terjadi pada orang tua yang mempunyai anak si mata wayang, anak laki2 atau perempuan yang diharapkan, anak yang didamba. Orang tua cenderung menerapkan open bar, mau apa saja boleh. Makin hari tuntutan anak semakin aneh2 dan kuat. Akibatnya kita akan kesulitan membendung keinginannya. Kelak anak yang dididik dengan cara demikian akan menjadi anak yang super egois, tidak kenal toleransi, tidak bisa bersosialisasi. Sebenranya rasa sayang tidak harus ditunjukkan dengan menuruti kemauannya, tapi kitaharus mengajrainya nilai baik dan buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan tidak boleh. Kita harus selalu menerapkan pola asuh sesuai tipologi sifat dasarnya.
16. Terlalu Banyak LArangan
Ini adalah kebalikan dari kebiasaan di atas. Bila Kita termasuk orang tua yang berkombinasi Melankolis dan Koleris, kita mesti berhati2 karena biasanya kombinasi ini menghasilkan jenis orang tua yang “Perfectionist”. Orang tua jenis ini cenderung ingin menjadikan anak kita seperti apa yang kita inginkan secara SEMPURNA, kita cenderung membentuk anak kita sesuai dengan keinginan kita; anak kita harus begini tidak boleh begitu; dilarang melakukan ini dan itu.
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik dengan cara menyakiti diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan perlawanan tersembunyi (jika anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita tipe ekspresif keras). Oleh karena itu, kurangilah sifat perfeksionis kita, Berilah izin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog agar kita bisa melihat dan memahami sudut pandang orang lain. Bangunlah situasi saling mempercayai antara anak dan kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan dengan meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2 untuk memberikan batas yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9 malam harus sudah tiba di rumah. Jika kemungkinan pulang terlambar, segera beri tahu Papa/Mama.
17. Ucapan dan Tindakan Tidak Sesuai
Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidk anak. Konsisten merupakan keseuaian antara yang dinyatakan dan tidakan. Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, dan ia sanga menghormati orang-orang yang menepati janji baik untuk beri hadiah atau janji untuk memberi sanksi. So, jangan pernah mengumbar janji ada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia mengikuti permintaan kita seperti segera mandi, selalu belajar, tidak menonton televise. Pikirlah terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
18. Hadiah untuk Perilaku yang Buruk
Acapkali kita tidak konsisten dengan pernyataan yang pernah kita nyatakan. Bila hal ini terjadi, tanpa kita sadari kita telah mengajari anak untuk melawan kita. Contoh klasik dan sering terjadi adalah pada saat kita bersama anak di tempat umum, anak merengek meminta sesuatu dan rengekennya menjadi teriakan dan ada gerak perlawanan. Anak terus mencari akal agar keinginnanya dikabulkan, bahkan seringkali membuat kita sebagai orang tua malu. Pada saat inilah kita seringkali luluh karena tidak sabar lagi dengan rengekan anak kita. Akhirnya kita mengiyakan keinginan si Anak. “Ya sudah; kamu ambil satu permennya. Satu saja ya!”
Pernyataan tersebut adalah sebagai hadiah bagi perilaku buruk si Anak. Anak akan mempelajarinya dna menerapkannya pada kesempatan lain bahkan mungkin dengan cara yang lebih heboh lagi.
Menghadapi kondisi seperti ini, tetaplah konsisten; tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai orang tua yang kikir atau tega. Orang beefikir demikian belum membaca buku tentang ini dan mengalami masalah yang sama dengan kita. Ingatlah selalu bahwa kita sedang mendidik anak, Sekali kite konsisten anak tak akan pernah mencobanya lagi. Tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apapun alasannya, jangang pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.
19. Merasa Bersalah Karena Tidak Bisa Memberikan yang Terbaik
Kehidupan metropolitan telah memaksa sebagian besar orang tua banyak menghabiskan waktu di kantor dan di jalan raya daripada bersama anak. Terbatasnya waktu inilah yang menyebabkan banyak orang tua merasa bersalah atas situasi ini. Akibat dari perasaan bersalah ini, kita, para orang tua menyetujui perilaku buruk anaknya dengan ungkapan yang sering dilontarkan, “Biarlah dia seperti ini mungkin akrena saya juga yang jarang bertemu dengannya…”
Semakin kita merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering ia melakukannya. Sebagian besar perilaku anak bermasalah yang pernah saya (=penulis) hadapi banyak bersumber dari cara berpikir orang tuanya yang seperti ini.
Solusinya:
         Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Kita tidak bisa membandingkan kondisi sosial ekonomi dan waktu kita dengan orang lain. Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang yang punya kelebihan pada sapek finansial tapi miskin waktu bertemu dengan anak, dan sebaliknya. Jangan pernah memaklumi hal yang tidak baik. Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu; gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya antara sisa2 tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan keluarga kita, anak akan terbiasa.
20. Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak dan sepaham satu sama lain dalam mendidik anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak ke-3 yang muncul dan cenderung membela si anak. Pihak ke-3 yang dimaksud seperti kakek, nenek, om, tante, atau pihak lain di luar keluarga inti.
Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan Mama tidak Kompak), dampak ke anak tetap negatif bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada saat keluarga inti mendidik;Anak akancenderung berlindung di balik orang yang membelanya. Anak juga cenderung melawan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita harus lakukan saat ini…?
            Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua si anak. BErikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
21. Mengumpan Anak yang Rewel
Pada saat anak marah, merengek atau menangis, meminta sesuatu de ngan memaksa, kita biasanya mengalihkan perhatiannya kepada hal atau barang lain. Hal ini dimaksudkan supaya anak tidak merengek lagi. Namun yang terjadi malah sebaliknya, rengekan anak semakin menjadi-jadi. Contohnya, anak menangis karena ia minta dibelikan mainan, Kemusian kita berusaha membuatnya diam dengan berusaha mengalihkan perhatiannya seperi, ” Tuh lihat tuh ada kakak pake baju warna apa tuh…”atau” Lihat ini lihat, gambar apa ya lucu banget?”
Ingatlah selalu, pada saat anak kita sedang fokus pada apa yang diinginkannya, ia akan memancing emosi kita dan emosinya sendiri akan menjadi sensitif. Anak kita pada umumnya adalah anak yang cerdas. ia tidak ingin diakihkan ke hal lain jika masalah ini belum ada kata sepakat penyelesaiannya. Semakin kita berusaha mengalihkan ke hal lain, semakin marah lah anak kita.
Apa yang sebaiknya harus dilakukan saat ini…?
            Selesaikan apa yang diinginkan oleh anak kita dengan membicarakannya dan membuat kesepakatan di tempat, jika kita belum sempat membuat kesepakatan di rumah. Katakan secara langsung apa yang kita inginkan terhadap permintaan anak tesebut, seperti “Papa/Mama belum bisa membelikan mainan itu saat ini. Jika kamu mau harus menabung lebih dahulu. Nanti Papa/Mama ajari cara menabung. Bila kamu terus merengak kita tidak jadi jalan-jalan dan langsung pulang.” Jika kalimat ini yang kita katakan dan anak kita tetap merengek, segeralah kita pulang meski urusan belanja belum selesai, Untuk urusan belanja kita masih bisa menundanya. Tapi jangan sekali-kali menunda dalam mendidik anak.
C.  Kesimpulan
Ternyata perilaku orang tua selama ini adalah keliru dan harus segera dibenahi, agar generasi penerus kita lebih baik dari generasi kita pada saat ini.
Billahi fii sabilil haq, berfastabiul khairat. Nuuuun wal qolami wama yasthurun.
Wallahu ‘alam….
D.  Daftar Pustaka
Sumber:
http://asruni.myblogrepublika.com/2009/09/15/37-kebiasaan-orang-tua-menghasilkan-perilaku-buruk-pada-anak/




MATA KULIAH : KONSEP DASAR AUD
DOSEN               : IKA BUDI MARYATUN, M.Pd.


Assalamu ‘alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirrobbil ‘alamiin segala puji syukur kita kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kita dapat menjalankan tugas sehari-hari juga kami dapat melaksanakan tugas observasi dan dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa salam dan shalawat semoga tetap tercurahkan kepada Nabi junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang kelak kita nantikan syafaat dari Beliau di akhir jaman dan semoga kita menjadi pengikutnya sampai akhir jaman. Amiiin.
 Kami telah melaksanakan tugas observasi secara perorangan, masing-masing anggota kelompok kami telah melaksanakan observasi ke 3 anak dengan klasifikasi umur 4-5 tahun dan 5-6 tahun yang bertempat tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa tengah, antara lain:
Kabupaten Gunungkidul
1.      Dusun Kepek II, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari
2.      Dusun Playen, Desa Playen, Kecamatan Playen
Kabupaten Bantul
1.      Dusun Pelem Sewu, Desa Panggongharjo, Kecamatan Sewon
2.      Dusun Mutihan, Desa Wirokerten, Kecamatan Banguntapan
3.      Dusun Sarirejo, Desa Singosaren, Kecamatan Banguntapan
4.      Dusun Mertosanan, Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan
Prov Jawa tengah
1.    Dusun Palar, Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten
2.    Desa Danurejo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung
Dengan makalah ini, sebagai bukti kami sudah melaksanakan observasi sekaligus untuk menyatakan semua hasil yang sudah tercantum di makalah ini adalah benar dan semoga juga dengan makalah ini juga dapat berguna bagi diri sendiri dan oranglain.
Akhirul kalam, billahi fii sabilil haq berfastabiqul khairat. Nuuun wal qolami wama yasthurun.
Wassalamu ’alaikum Wr.Wb.
                                                                           Yogyakarta, 15 Muharram 1431 H
                                                                                                01 Januari 2010 M


PANDUAN OBSERVASI
Usia                    : 4-5 tahun dan 5-6 tahun
Fokus observasi  : Konversi Zat cair



1.      Isi gelas sama tidak?
2.      Kenapa?









1.      Isi gelasnya sama tidak?
2.      Mana yang lebih banyak?
3.      Kenapa?

                                                  

Bahan-bahan:
a.       Gelas transparan dengan ukuran yang sama ( 2 buah )
b.      Gelas transparan ukurannya lebih besar dan satunya lebih rendah tetapi besarnya Insya Allah masih sama.
c.       Air yang berwarna mencolok ( sirup atau marimas)     

HASIL OBSERVASI

1. Nama                          : Ristyanti Nugraheni
 NIM                           : 09111244008
 Tempat observasi       : Playen Gunungkidul, DIY
 Umur obyek               : 4 – 5 tahun
 Hasil                           :



1  Dek, isi gelasnya sama tidak?
2  Kenapa?








1.Isi gelasnya sama tidak?
2.Mana yang lebih banyak?
3.Kenapa?

                       

Anak 1. Rifaldi Adnan ( 4 tahun 2 bulan)
Gambar 1.
1.        Jawabannya : ”sama mbak”
2.        Jawabannya : (anak tidak menjawab, hanya tersenyum)
Gambar 2.
1.        Jawabannya : ”tidak mbak”
2.        Jawabannya : ”gelas itu mbak!!” (sambil menunjuk gelas yang tinggi)
3.        Jawabannya : ”gelasnya khan panjang mbak.!”
Anak 2. Nawal Nugraha ( 5 tahun )
Gambar 1.
1.        Jawabannya : ”sama mbak”
2.        Jawabannya : (anak tidak menjawab, hanya tersenyum)
Gambar 2.
1.        Jawabannya : ”sama mbak
2.        Jawabannya : ”sama semua mbak
3.        Jawabannya : ”Iya mbak, lha tadi Cuma dituangkan kok
Anak 3. Inggrid Agnesa A. W. (4 tahun 6 bulan)
Gambar 1.
1.        Jawabannya : ”sama
2.        Jawabannya : ”isinya sama mbak
Gambar 2.
1.        Jawabannya : ”sama
2.        Jawabannya : ”sama mbak
3.        Jawabannya : (anak tidak menjawab)
 Kesimpulan awal        :
Anak pada umur antara 4-5 tahun sudah dapat membedakan perbedaan karena ia melihat langsung, tetapi biasanya si anak belum tahu alasannya.


2. Nama                          : Janie Fakhrubissa P.
 NIM                           : 09111244009
 Tempat observasi       : Mertosan Kulon, Potorono, Banguntapan, Bantul
 Umur obyek               : 4- 5 tahun
 Hasil                           :



3.      Isi gelas sama tidak?
4.      Kenapa?



 



1.   Isi gelasnya sama tidak?
2.   Mana yang lebih banyak?
3.      Kenapa?

Anak 1. Desta Kusno Rizky
Gambar 1.
1.        Jawaban: sama
2.        Jawabannya: karena isinya sama
            Gambar 2.
1.        Jawaban: tidak
2.        Jawaban: gelas yang pendek
3.        Jawaban: Karena cuma dipindah di gelas yang lebih pendek
Anak 2. Lina Kusumawati
            Gambar 1.
1.      Jawaban : sama
2.      Jawaban : karena isinya sama
            Gambar 2.
1.      Jawaban : sama
2.      Jawaban : gelasnya yang panjang
3.      Jawaban : karena cuma dipindah ke gelas yang lebih pendek
Anak 3. Rahma Salsabila
            Gambar 1.
1.      Jawaban : sama
2.      Jawaban : karena isinya sama
            Gambar 2.
1.      Jawaban : sama
2.      Jawaban : yang lebih panjang
3.      Jawaban : karena cuma dipindah ke gelas yang lebih pendek
Kesimpulan :
Anak yang berusia diantara 4-5 tahun sudah bisa bisa membedakan perbedaan, contoh yang kongkrit yakni membedakan isi gelas pada observasi ini.

3. Nama                          : Vetti Priskilla Wardani
 NIM                           : 09111244022
 Tempat observasi       : Danurejo, Kedu, Temanggung, Jawa Tengah
 Umur obyek               : 5-6 tahun
 Hasil                           :





1.      Isi gelas sama tidak?
2.      Kenapa?




 



1.   Isi gelasnya sama tidak?
2.   Mana yang lebih banyak?
3.      Kenapa?

Anak 1. Elisa Novia Wulandari (5 tahun 10 bulan)
Gambar 1.
1.    Jawabannya : ”sama
2.    Jawabannya : ”karena banyak airnya sama
Gambar 2.
1.    Jawabannya : ”sama
2.    Jawabannya : ”sama
3.    Jawabannya : ”ya sama:”
Anak 2. Usa Putri Ramadani (5 tahun)
Gambar 1.
1.      Jawabannya : ”sama
2.      Jawabannya : ”karena pokonya sama
Gambar 2.
1.      Jawabannya : ”tidak sama
2.      Jawabannya : ”lebih banyak yang gelas 1
3.      Jawabannya : ”karena air di gelas A lebih tinggi
Anak 3. Nanda Rakasukma Yudhistira (5 tahun 11 bulan)
Gambar 1.
1.      Jawabannya : ”sama
2.      Jawabannya : ”karena banyak air dalam kedua gelas sama
Gambar 2.
1.        Jawabannya : ”sama
2.        Jawabannya : ”sama
3.        Jawabannya : ”karena air tadi Cuma dituangkan aja, jadi tetap sama
 Kesimpulan               :

4. Nama                          : Immawan Muhammad Arif
    NIM                           : 09111244030
    Tempat observasi       : Kepek II, Kepek, Wonosari Gk dan Karangmalang UNY
    Umur obyek               : 4 - 5 tahun
    Hasil                          


1.      Isi gelas sama tidak?
2.      Kenapa?



 



1.      Isi gelasnya sama tidak?
2.      Mana yang lebih banyak?
3.      Kenapa?

Anak 1. Muhammad Hasan
Gambar 1.
1.  Jawaban : sama
2.  Jawaban : karena ya sama
            Gambar 2.
1.  Jawaban : ”sama”
2.  Jawaban : ”sama”
3.  Jawaban : ”karena ya wong mung dipindahke thok kok”
Anak 2. Muhammad Husein
Gambar 1.
1.  Jawaban : ”sama”
2.  Jawaban : ”karena ya sama”
Gambar 2.
1.   Jawaban : ”nggak”
2.   Jawaban : ”yang gemuk”
3.   Jawaban : ”karena kelihatannya lebih penuh dech”
Anak 3. Roihan bina Immawan
Gambar 1.
1.   Jawabannya : ”sama”
2.   Jawabannya : ”nggak tau
Gambar 2.
1.      Jawabannya : ”nggak
2.   Jawabannya : ”yang tinggi”
3.  Jawabannya : (diam, langsung lari)
    Kesimpulan               :
Anak pada usia ini lumayan sudah mengetahui perbedaan tentang zat cair lansung dengan mata kepalanya, tetapi belum bisa mengungkapkan alasannya.
5. Nama                          : Endah Prayuanti
 NIM                           : 09111244036
 Tempat observasi       : Pelem Sewu, Panggongharjo, Sewon, Bantul, DIY
 Umur obyek               : 4 – 5 tahun
 Hasil                           :



1.      Isi gelas sama tidak?
2.      Kenapa?




 



4.      Isi gelasnya sama tidak?
5.      Mana yang lebih banyak?
6.      Kenapa?
7.       



Anak 1. Velisa Amelia Nurlitasari ( 4 tahun )
Gambar 1.
1.        Jawaban : sama
2.        Jawaban : karena gak tahu

            Gambar 2.
1.      Jawaban : tidak
2.      Jawaban : yang tinggi
3.      Jawaban : karena gak tahu
Anak 2. Raihan Aqsa Suryabrata ( 5 tahun )
            Gambar 1.
1.      Jawaban : sama
2.      Jawaban : karena isinya sama
Gambar 2.
1.      Jawaban : tidak
2.      Jawaban : lebih banyak yang pendek
3.      Jawaban : karena isinya penuh
Anak 3. Endfath Rozyuanti ( 5 tahun )
Gambar 1.
1.      Jawaban : sama
2.      Jawaban : karena sama
Gambar 2.
1.      Jawaban : sama
2.      Jawaban : sama
3.      Jawaban : karena yang satu gemuk, yang satu kurus tapi tinggi
 Kesimpulan
Anak pada usia 4- 5 tahun sudah bisa membedakan perbedaan yang secara kongkrit tapi mereka tidak tahu alasannya.

6. Nama                          : Mita Nugraheni
 NIM                           : 09111244041
 Tempat observasi       : Palar, Palar, Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
    Umur obyek               : 5-6 tahun
    Hasil                           :




1.      Isi gelas sama tidak?
2.      Kenapa?




 



1.      Isi gelasnya sama tidak?
2.      Mana yang lebih banyak?
3.      Kenapa?

Anak 1. Derry Pratama Yudha ( 5 tahun 2 bulan)
Gambar 1.
1.      Jawaban : ”sama”
2.      Jawaban : ”karena isinya sama”
            Gambar 2.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”sama”
3.        Jawaban : karena isinya sama banyak”
Anak 2. Cahya Nugraha ( 5 tahun)
            Gambar 1.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”karena dilihat sama
Gambar 2.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”sama”
3.        Jawaban : ”karena tinggi airnya sama”
Anak 3. Irfan Prihara (5 tahun 5 bulan)
Gambar 1.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”dilihat sama”
Gambar 2.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”sama”
3.        Jawaban : ”karena jumlah airnya sama”
 Kesimpulan    :
Anak pada  usia umur diantara 5-6 tahun sudah bisa membedakan perbedaan zat cair sekaligus mengunkapkan alasan-alasannya walaupun alasannya itu tidak sempurna

7. Nama                          : Reni Tri Rahayu
 NIM                           : 09111244036
 Tempat observasi       : Mutihan, Wirokerten dan Sarirejo, Singosaren
  Banguntapan, Bantul
 Umur obyek               : 5-6 tahun
 Hasil                           :



1.      Isi gelas sama tidak?
2.      Kenapa?




 



1.      Isi gelasnya sama tidak?
2.      Mana yang lebih banyak?
3.      Kenapa?

Anak 1. Daffa Rizqi Ardian (5 tahun)
Gambar 1.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”soalnya gelasnya sama”
            Gambar 2.
1.        Jawaban : ”nggak”
2.        Jawaban : ”gelas yang gendut”
3.        Jawaban : ”soalnya airnya banyak”
Anak 2. Kayla (5 tahun)
            Gambar 1.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”karena tingginya sama”
Gambar 2.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”sama”
3.        Jawaban : ”karena khan tadi dipindah dari gelas yang sama”
Anak 3. Nafisah (5 tahun)
Gambar 1.
1.        Jawaban : ”sama”
2.        Jawaban : ”khan gelasnya sama”
Gambar 2.
1.        Jawaban : ”nggak”
2.        Jawaban : ”yang tinggi”
3.        Jawaban : ”gak tau”
 Kesimpulan    :
Anak pada usia sekitar 4-5 tahun, anak sudah bisa membedakan perbedaan dengan melihat langsung tetapi belum tau alasnnya

KESIMPULAN AKHIR
Dari observasi ini, ternyata bisa dapat kami tarik kesimpulan, antara lain sebagai berikut:
1.        Anak  pada usia berumur antara 4-5 tahun,  sebagian ada yang sudah bisa membedakan perbedaan ukuran pada suatu ruangan dan bisa melihat dan mentyimpulkan jelas ada bedanya karen mereka melihatnya langsung dengan indera penglihatannya (secara kongkrit) walaupun belum bisa mengetahui alasan-alasan dari jawaban mereka itu.

2.      Anak pada usia berumur antara 5-6 tahun, sedikit lebih ada perbedaan yang lebuh kemajuan dari anak berumur sekitar 4- 5 tahun di atas. Pada usia ini anak bisa membedakan ukuran pada suatu ruangan tertentu ke ruangan yang lainnya, yang pada konteks ini adalah gelas. Dan pada usia ini pulalah mereka sudah bisa menjelaskan dari jawaban mereka.






SEMESTER 2


MATA KULIAH  : BAHASA INDONESIA

Seni Vokal untuk Anak Usia Dini adalah salah satu mata kuliah yang kami pelajari di semester 2 kali ini, mata kuliah ini hanya berjumlah 2 SKS dari jumlah paket SKS yang sudah disediakan oleh pihak fakultas, mata kuliah ini diberikan konon katanya guru-guru PAUD dan atau TK harus wajib mempunyai beberapa keterampilan, contohnya Seni Vokal. Oleh karena alasan itulah pada semester ini mata kuliah Estetika Seni Vokal untuk Anak Usia Dini diberikan.

Saya memilih mata kuliah ini dari beberapa mata kuliah yang ada, baik yang sudah maupun yang baru saya lalui karena saya sejak dahulu memang sudah tertarik dengan seni vokal. Ketertarikan saya terhadap mata kuliah ini karena saya sejak dahulu menyukai dengan namanya musik, cara menyanyikannya, keharmonisan antara komponen seni vocal yang ada.

Musik adalah salah satu cara yang jitu untuk dapat memikat manusia dewasa, musik juga bisa membuat pengaruh manusia kepada kebaikan maupun keburukan. Selain itu juga dengan musik pulalah manusia yang semula merasa suntuk, stres, pusing, bete bisa menjadi fresh, riang dan gembira. Akhir-akhir ini musik menjadi primadona acara di televisi setelah sinetron, penulis mencoba mengambil contoh acara-acara musik di televisi, diantaranya: Dering’s, Hip-hip hura-hura di SCTV, Idola Cilik di RCTI dan lain-lain.

Sungguh ironi dengan maraknya acara-acara musik di televisi pada saat ini, lagi-lagi anak-anak kecil menjadi korban. Bisa diambil contoh yaitu pada acara “Idola Cilik” di RCTI, memang anak di situ bisa dilatih keberanian untuk menyanyi di hadapan orang banyak tetapi toh lagunya tidak sesuai dengan perkembangan umurnya. Anak diantara 6-15 tahun disuruh menyanyikan lagu-lagu dewasa, misalkan tentang percintaan, perselingkuhan dan lain-lain. Padahal menurut teori-teori yang selama ini saya pelajari di kelas tentang perkembangan anak berumur 6-15 tahun adalah perkembangan untuk mencari jati dirinya. Anak antara umur 6-15 tahun sudah dikenalkan lagu-lagu tentang dewasa, bagaimana nasib perkembangan anak-anak itu di usia beranjak dewasa kelak?
Musik yang sudah terbukti sebagai salah satu cara untuk mempercepat memicu tumbuhnya sel-sel syaraf pada otak manusia. Begitu pula pada anak yang berusia 0-6 tahun, yang katanya anak pada usia ini belajar dengan cara bermain, bersenang-senang dan harus dengan riang gembira. Dengan musik pulalah kita bisa memperkenalkan akhlak-akhlak terpuji kemudian kita latihkan lalu terakhir adalah membiasakan pada diri si anak dalam kegiatan sehari-hari dengan kegiatan yang nyata.
Jadi marilah kita fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) untuk menjadikan musik sebagai salah satu cara untuk perkembangan si anak usia berumur 0-6 tahun baik itu berupa kepintaran dalam segi intelektual, moral, nasionalisme, dan spiritualisme. Selain itu tantangan kita ke depan adalah bagaimana kita bisa mencari, memilih, dan memperkaya khasanah tentang musik anak-anak. Lebih baik lagi kita bisa membuat lagu sendiri yang cocok untuk anak usia dini yang tentunya tetap berpegang pada kebijakan lokal dan moral. Nuun wal qolami wama yasthurun (Demi pena dan segala yang dituliskan-Nya)
Wallahu ‘alam bishowab.








MATA KULIAH : ESTETIKA DASAR TARI UNTUK ANAK USIA DINI
DOSEN                : JOKO PAMUNGKAS, M.Pd.


                                                                 BAB I
                                                        PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Istemewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Negara Kesatuan Repubik Indonesia yang mempunyai keistemewaan yang patut dibanggakan, kemudian dilestarikan, dan lalu dikembangkan. Yang jika dilihat luas provinsi ini memang tidak sebesar dari Negara Singapura, provinsi ini hanya mempunyai 4 kabupaten dan 1 kotamadya yakni Kabupaten Gunungkidul, Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Kotamadya Yogya. Akan tetapi jika dilihat dari segi kreatifitas dan hasil budanya, Provinsi DIY ini termasuk provinsi yang produktif dan mempunyai hasil budaya yang patut dibanggakan, dengan mempunyai beberapa julukan kota, antara lain: Kota Gudeg, Kota Pariwisata, Kota Pelajar dan Kota Budaya, bahkan pernah ada kabar Sri Sultan Hamengku Buwono akan menamakan satu lagi julukan untuk provinsi ini yakni dengan sebutan Serambi Madinah.
Selain itu, Provinsi DIY juga menduduki beberapa peringkat yang patut dibanggakan, antara lain: Peringkat pertama dalam hal kebersihan dalam korupsi (IWC), termasuk kategori kota paling bersih dan nyaman, peringkat kedua dalam hal kepadatan penduduk setelah Provinsi DKI Jakarta, peringkat pertama dalam hal menekankan dan suksesi program KB. Menurut data Sensus Penduduk 2005, penduduk di Provinsi DIY kebanyakan dari umur yang belum produktif, antara usia 0-20 tahun. Jika digambarkan akan membentuk piramida, yang paling banyak penduduk DIY berada pada usia 0-6 tahun (usia PAUD).

B. Rumusan Masalah
Akan tetapi masalah ini jangan dipermasalahkan, karena suatu negara yang mempunyai generasi penerus yang banyak dengan dibarengi kualitasnya Insya Allah negara itu akan maju, bahkan akan lebih sejahtera. Yang seharusnya dipermasalahkan dan harus ditemukan jalan keluarnya adalah bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa dengan dimulai dari Anak Usia Dini (0-6 tahun). Dengan meningkatkan kualitas anak usia dini ini seharusnya melalui pendidikan, yang didukung dengan kurikulum yang tepat, pendidik yang memadai dan cara proses mengajar yang sesuai dengan perkembangan usia si anak usia dini. Dengan mengembangkan potensi si anak usia ini seharusnya harus tetap pada akar budaya di mana si anak tinggal, dengan mengenalkan semua aspek yang positif ke anak pastinya harus tetap dengan suasana yang gembira dan ceria, salah satunya melalui dengan bermain untuk belajar karena dunia anak adalah bermain anak yang didukung dengan suasana yang gembira dan ceria.
NKRI berada di tengah-tengah putaran ekonomi dunia, karena terletak diantara 2 benua yakni Benua Asia dan Benua Australia juga terletak diantara 2 samudra yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Oleh karena itu tidaklah mungkin jika Indonesia akan menghindar dan menutup diri dari Jaman Globalisasi, salah satunya dibuktikan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China. Dengan perjanjian ini maka barang-barang made in china mulai membanjiri di Indonesia; mulai dari batik, barang-barang elektronik, sepeda motor bahkan permainan anak-anak. Lagi-lagi anak menjadi korban kembali dengan. Oleh karena itu makalah ini, saya beri judul dengan: ”Mungkinkah Dolanan Anak Tradisional akan bertahan di era globalisasi...??”

BAB II

PEMBAHASAN


A. Maksud dari Anak Usia Dini
Masa-masa usia dini (0-6 tahun) merupakan salah satu masa terpenting dalam kehidupan manusia yang istilah populer dalam Bahasa Inggris golden age (usia keemasan), janganlah membiarkan si anak akan ketinggalan masa-masa golden agenya. Karena, masa-masa ini anak akan menemukan, mengembangkan dan mempraktekkan langsung tentang kreatifitas, kepintaran, bersosialisasi dan masih banyak lainnya kemampuan dasar mereka. Masa ini berbeda dari masa-masa yang sudah melewati usia keemasannya baik itu sifat, waktu dan pengalaman dalam mengolah kreatifitasnya, karena pada usia ini merupakan tumpuan bagi masa selanjutnya. ”Pada masa ini terletak pengembangan kepintaran anak, bertunasnya pembawaan-pembawaan anak, kecenderungan minat bakatnya, perkembangan pengetahuannya, penampakan perasaannya, penampilan aktivitas inderawinya, penampilan akar-akar kemampuannya, persiapan pergaulan hidupnya baik keacuhan maupun kepeduliannya, pemilahan kecenderungannya yang baik maupun yang buruk.” (Hasan Baryagis, 2005 : 5).
(Diambil dari makalah Nurhayati, Atiek Fitri. 2009. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta)

B. Pentingnya Pendidikan untuk Anak Usia Dini
Masa-masa anak usia dini inilah seharusnya anak dapat dimaksimalkan semua aspek perkembangannya: moral dan agama, kecerdasan intelektualnya, kreatifitasnya, sosial, dan seninya.  Menurut undang-undang  Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah ”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” ( pasal 1, butir 1).
Sedangkan pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut ( pasal 1, butir 14).
Yang tentunya dalam pelaksanaannya pendidikan anak pada usia dini ini tidak akan mungkin jika akan meninggalkan kebudayaan tempat di mana anak berada, karena pendidikan tidak akan lepas dari adanya kebudayaan yang ada di sekitrnya.
B. Pengertian Dolanan
Menurut beberapa tokoh, dolanan bisa diartikan sebagai berikut:
a.       Sri Sultan Hamengku Buwono X
” Dolanan adalah diciptakan sendiri dan dolanan merupakan warisan orangtuanya”
b.      Kak Seto Mulyadi
” Bermain ada yang aktif dan pasif”
c.       dr. Heddy
Dolanan adalah:
ü  Suatu peristiwa untuk dewasa
ü  Suatu perbandingan yang menghasilkan menang dan kalah (dalam hal ini mengajarkan sportifitas pada diri si anak)
ü  Perwujudan diri si anak dari rasa cemas dan marah
ü  Suatu hal yang tidak penting bagi masyarakat tetapi sangat penting bagi anaknya
(Pamungkas,Joko. Dalam waktu perkuliahan materi dolanan dalam my catatan di kelas PAUD B)

C. Fungsi Dolanan
Adapun fungsi dolanan, adalah diantaranya sebagai berikut:
a.       Rekreatif
adalah dengan dolanan tradisional ini membawa anak-anak dan membuat mereka dengan rasa gembira dan senang
b.      Membina fisik
adalah dimana dengan dolanan tradisional ini anak dapat melatih fisik mereka, dalam hal ini ditandai dengan munculnya keringat pada diri si anak.
c.       Melatih keterampilan
adalah dengan dolanan tradisional ini anak membiasakan dan menemukan bebarapa kesulitan, dengan kesulitan itu si anak dengan sendirinya dan atau dibantu oranglain yang sesuai dengan perkembangan usianya dapat memecahkan kesulitan tersebut
d.      Melatih ketelitian
adalah dengan dolanan tradisional selain dapat melatih keterampilannya juga dapat melatih ketelitian, yakni si anak akan berlatih kapan memulai dan mengakhiri suatu dolanan agar tepat dan tidak akan kalah maupun berhentinya suatu permainan.
Contoh: lompat tali
e.       Mengasah konsentrasi
adalah dengan dolanan tradisional ini anak-anak tanpa disuruh dan dipaksakan, mereka akan terlatih dan terbiasa untuk berkonsentrasi, dengan sendirinya dan atau dengan bantuan teman-temannya. Biasanya dolanan ini mengenalkan dan mengajarkan bagaimana cara bermain dalam jumlah banyak atau kelompok.
Contoh: Gobak sodor
f.       Belajar kesenian
adalah anak mulai mengenal tentang irama lagu, syair lagu dan perpaduan antara irama lagu dengan seni gerak tubuh. Dalam hal ini, pasti akan mengenal irama lagu, syairnya dan cara seni menggerakan tubuh, karena dolanan tradisional ini dapat dibagi menjadi dua, yakni dolanan tradisional tanpa musik dan dengan musik. Dolanan yang dengan musik adalah di mana dolanan yang memadukan antara gerak tubuh dan irama dari lagu itu sendiri.
g.      Belajar kompetensi
adalah dengan dolanan tradisional ini anak dikenalkan dengan hal kompetensi, anak dilatih sportifitas, dan keterampilan agar mereka dapat menang. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini, anak dilatih dan diasah dalam hal kejujuran, ketelitian dan kecermatan, jadi walaupun anak dalam bermain kalah akan dapat ilmu bagaimana agar mereka dapat menang di suatu saat lagi tetapi tetap dalam konteks kejujuran dan jika mereka menang bagaimana mereka dapat mengungkapkan senangnya tetapi tidak berlebihan.
h.      Belajar menyampaikan pesan
adalah dengan dolanan tradisional ini anak dapat dilatih cara menyampaikan pesan kepada oranglain, walaupun kadangkala mereka sendiri tidak sadar dalam hal ini.
Contoh:
Jika seorang anak ada yang menang dalam suatu dolanan tradisional yang mereka lakukan, pasti anak yang menag itu pasti akan bangga dengan kemenangannya itu, dan si anak yang dalam posisi kalah pasti akan termotivasi bagaimana dia dapat bisa memenangkannya. Kita sebagai pendidik mengamati dan mengarahkan bagaimana dalam hal-hal ini dapat menghasilkan yang diharapkan dan meminimalisirkan hal-hal yang dapat menjadikan dan mengarah ke hal yang negatif.
(Pamungkas, Joko. Dalam waktu perkuliahan materi dolanan dalam my catatan di kelas PAUD B dengan pengembangan kata sendiri.2010)

D. Contoh-contoh Dolanan Tradisional (DIY dan Jawa Tengah)
              i.      Jaranan
            ii.      Jamuran
          iii.      Gundul-gundul Pacul
          iv.      Gambang Suling
            v.      Kidang Talun
          vi.      Lir-ilir
        vii.      Menthog-menthog tak Andani
      viii.      Pitik Tukung
          ix.      Padhang Bulan
            x.      Kupu Kuwi
          xi.      Gajah-gajah
        xii.      Tekate
(Pamungkas,Joko. Dalam waktu perkuliahan materi dolanan dalam my catatan di kelas PAUD B)

E. Perkembangan Dolanan Anak dalam Dunia Dewasa
NKRI adalah salah satu negara yang sedang berkembang di dunia (dunia ketiga), maka NKRI mau tidak mau pasti akan mengikuti keadaan dari dunia pertama dan dunia kedua, karena negara yang termasuk dunia ketiga ini tidak akan mungkin untuk menutup diri dari perkembangan dunia dewasa ini. Selain itu negara yang mempunyai lambang Garuda ”Pancasila” mempunyai amanah dan cita-cita dari orang-orang pendiri republik ini (generasi pertama) yakni untuk berperan aktif dalam menjaga ketertiban dunia dan keamanaan dunia, dengan tercantumnya pada Pembukaan UUD 1945.
Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat terutama pada permulaan abad ke- 21 (era globalisasi) ini, lagi-lagi anak-anak menjadi korbannya. Dengan maraknya permainan elektronik, sebut saja misalnya: PS (Playstation); mulai dari PS 1 sampai 3 dan sekarang ada PS pes, game online di Internet dan masih banyak lagi selain itu adanya perjanjian perdagangan antara Negara-negara ASEAN dan Republik China, barang-barang made in China ini mulai membanjiri pasar Indonesia. Yang tentunya permainan-permainan anak yang tradisional semakin hari mulai tergusur dan lambat laun akan musnah dari muka bumi ini jika generasi sekarang harus kita pelopori, jika bukan dari kita siapa lagi yang mau menyelematkannya. Dengan dibandingkan antara alat permainan tradisional ini dengan alat permainan made in China, dilihat dari segi kualitasnya alat permainan kita selama ini tidak kalah jauh lebih berkualitas. Akankah dolanan tradisional kita ini akan bertahan dari era globalisasi...??? Jawabannya adalah bagaimana kita mau atau tidak menjaga dan mengembangkannya. Semoga usaha kita dapat membuahkan hasil yang menggembirakan. Amiiin.
Fastabiqul khairat untuk melaksanakan ini, dengan bantuan-Nyalah hal ini tidak akan mustahil dapat kita capai. Nuuun wal qolami wama yasthurun.

 BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa, dolanan tradisional ternyata dapat berdampak positif bagi anak jika dilihat dari fungsinya dan cara bermainnya. Bahan-bahan dari alat dolanan tradisional ini juga mudah didapatkan di sekitar kita, murah dan sekaligus aman baik bagi fisik maupun non fisik dari si anak itu sendiri. Dolanan anak tradisional ini pula dapat melatihkan kekompakan anak terhadap teman-temannya dalam suatu kelompok dan Dolanan Tradisional akan dapat bertahan dalam terjangan era globalisasi saat ini, asal kita baik pendidik, calon pendidik maupun sebagai orang dewasa mau mempertahankan dengan berbagai cara, baik dengan membiasakan kepada si anak, mendokumentasikannya, mengadakan lomba tentang dolanan tradisional maupun lain-lainnya.

B. Saran
Kita sebagai generasi penerus dan juga sebagai pendidik, seharusnya mau untuk mempertahankan, menjaga dan berusaha mengembangkan dolanan ini agar lebih menarik dan tidak membosankan untuk diri si anak. Selain itu marilah bersama-sama untuk berlatih dan mendalami tentang dolanan ini, agar pengetahuan dan keterampilan kita lebih tahu dan mengerti apa, siapa, dan bagaimana dolanan tradisional itu. Semoga Allah SWT akan meridhoi kita dalam menjalankan hal-hal ini. Oke...??

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Atiek Fitri. 2009.  Penanaman Nilai-nilai Agama Islam melalui metode bermain (Studi Kasus TKIT Az Zahra). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pamungkas, Joko. 2010. My catatan materi perkuliahan dalam kelas. Yogyakarta: buku catatanku
Kelompok 5 PG_PAUD FIP UNY 2010. Makalah Beyodd Centers and Circle Time (BCCT). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta


MATA KULIAH : TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI
DOSEN                : NELVA ROLLINA, M.Si.



Tugas Akhir

Perkembangan Nilai Religi Pada Anak Usia Dini

Penyusun: Immawan Muh Arif (09111244030)
  
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Makalah ini dibuat dan disusun atas kelanjutan dari pelaksanaan tugas dari mata kuliah ”Tumbuh Kembang Anak Usia Dini”. Adapun latar belakang dari pelaksanaan kegiatan observasi ini adalah untuk membandingkan antara teori yang sudah ada di Ilmu PAUD yang berkembang di dewasa ini tentang perkembangan pada diri anak usia dini dengan perkembangan pada diri anak usia dini pada kenyataan di lapangan dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan diri pada Anak Usia Dini di suatu daerah “A” dengan “B” pasti berbeda, berbeda anakpun akan berbeda pada sifat dan perkembangan pada diri si anak apalagi berbeda daerah, pasti akan lebih berbeda pula perbedaan itu.. Karena alasan itulah kgiatan observasi ini diperlukan, di dalam makalah ini akan mengkaji tentang “Perkembangan Nilai Religi pada Anak Usia Dini”.
B.    Tujuan
Pembuatan makalah ini mempunyai tujuan, diantaranya:
Ø  Sebagai rekaman tertulis setelah pelaksanaan kegiatan tugas observasi
Ø  Sebagai dokumentasi agar dapat dipelajari oleh adik-adik angkatan
Ø  Dapat sebagai bahan rujukan yang memerlukan
Ø Sebagai referensi pada kegiatan yang akan dilaksanakan yang masih berkaitan dengan hal ini

BAB II
KAJIAN TEORI
 
Dalam rangka mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagaiman diatur dalam UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integeral yang menunjang penyelengaraan pendidikan, kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua mulai dari anak usia dini sebagai masa the golden age sampai jenjang pendidikan tinggi..
Untuk memahami anak usia dini lebih mendalam, orang tua, guru maupun pemerhati perlu mempunyai gambaran yang tepat mengenai prinsip-prinsip dan pola perkembangan anak usia dini dan kebutuhan –kebutuhan seperti kebutuhan jasmani, kebutuhan sosial, kebutuhan psikologi ini merupakan kebutuhan dasar dalam perkembangan anak usia dini. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi secara memadai akan sangat mempengaruhi keutuhan perkembangan diri anak dimasa remaja dan dewasa. Orang tua, guru dan para pemerhati pendidikan juga harus memahaminya untuk mengetahui dengan mudah kebutuhan –kebutuhan yang diperlukan anak usia dini, pengetahuan tersebut sangat penting sehingga orang tua dan guru tidak mengharapakan sesuatu yang berlebihan kepada anak. Dengan demikian diharapkan orang tua dan guru dapat mengembangkan interkasi dengan anak-anak seusian dini.
1. Adapun pertumbuhan dan perkembangan manusia secara alamiah mengikuti pola teratur menurut prinsip atau hukum perkembangan.
Menurut Sinolungan (1997). Prinsip-prinsip perkembangan adalah pola-pola umum dalam suatu proses perubahan alamiah yang teratur, universal dan berkesinambungan, yang dimaksud dengan perubahan yang teratur adalah pertumbuhan pada manusia yang berjalan normal mengikuti tata urutan yang saling berkaitan.
2. Perkembangan melibatkan perubahan.
Perkembangan ialah realisasi diri atau pencapaian kemampuan-kemampuan genetik dalam interaksi dengan lingkungan, perkembangan menyiratkan proses perubahan kualitatif pada berbagai aspek kepribadian, misalnya dalam perkembangan bahasa, perkembangan motorik dan lainnya pada anak usia dini.
3. Perkembangan awal lebih kritis dari perkembagan selanjutnya.
Banyak bukti yang menunjukan bahwa perkembangan pada usia awal cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan prilaku anak sepanjang hidupnya. Hal ini dapat dijelaskan oleh teori Psikoanalitik Freud. Mengenai perkembangan manusia. Menurut Freud, pengalaman awal anak di bawah usia lima tahun sangat menentukan kualitas kehidupan kepribadian di masa dewasa. Apabila anak dalam tahun-tahun awal kehidupannya mengalami ganguan dan tidak mendapatkan suasana menyenangkan dalam kehidupanya, maka dikemudian hari anak akan mengalami ganguan kecemasan dalam penyesuaian dengan lingkungannya.
4. Pola perkembangan mempunyai karakteristik yang dapat ditebak.
Pola dan karakteristik perkembangan dapat ditebak, baik utuk pola perkembangan mental maupun perkembangan pisik. Artinya apabila anak pada usia awal dalam kehidupannya mempunyai ciri-ciri perkembangan fisik dan mental yang tidak normal, maka dapat ditebak bahwa kondisi perkembangan anak pada usia remaja atau dewasa akan mengalami pula abnormalitas.
Adapun prisip dan pola perkembangan anak ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut :
Pertama, adanya kesamaan dalam pola perkembangan. emua anak secara umum pasti mengikuti pola perkembangan yang sama dari suatu tahap menuju tahap berikutnya, sebagai contoh bayi mengensot sebelum dia merayap, ia merangka sebelum berdiri, dan ia berdiri sebelum berjalan, ia mengambar lingkaran sebelum mengamabar segiempat, ia mengucapkan dulu kata ‘pa” atau “ma” sebelum mengucapkan kata “papa” atau “mama”, pola umum ini tidak berubah sekalipun terdapat pariasi individu dalam perkembanganya.
Kedua, perkembangan bergerak dari keadaan umum menuju kekeadaan khusus. Dalam hal ini respom mental dan motorik, kegiatan umum selalu mendahului kegiatan khusus, misalnya, bayi usia 3 bulan melabaikan tangannya secara umum, membuat gerakan gerakan acak sebelum ia mampu memberikan respon khusus, seperti mengapai benda yang diletakan didepanya dan hal ini berlaku juga dalam prilaku emosional bayi yang bereaksi terhadap benda asing yang disodorkan. Masih banyak contoh contoh laoinya.
Ketiga, Perkembangan berlangsung secara berkesinambungan. Sejak pembuahan, lahir, berkembang, hingga mati, meskipun terjadi dalam berbagai kecepatan yang berbeda, ada yang perlahan, dan ada yang cepat. Karena perkembangan itu mempunyai ciri berkesinambungan, maka apabila yang terjadi pada satu tahap akan mempengaruhi tahap perkembangan berikutnya.
Keempat, Perkembangan dalam berbagai bidang dengan kecepatan berbeda. Meskipun perkembangan berbagai ciri fisik dan mental berlangsung secara berkesimabungan, perkembangan itu tidak pernah seragam bagi seluruh organisme. Jika tubuh harus mencapai proporsi dewasanya, maka ketidaksamaan percepatan, misalnya kaki, tangan dan hidung mencapai perkembangan maksimum pada masa remaja, sedangkan bagian-bagian bawah waja dan bahu berkembang lebih lambat. Dalam perkembangan mental, misalnya kecerdasan, juga menunjukan kecepatan perkembangan yang berbedadan mencapai kematangan pada berbagai usia., misalnya imaginasi, kreatif berkembang lebih cepat dimasa kanak-kanak dan mencapai puncaknya dimasa remaja

(Rangkuman Sugiman, S, 2008, Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini. http://sugiman-bengkulu.blogspot.com/2008/10/prinsip-prinsip-perkembangan anak-usia.html)

 Selain itu, kecerdasan intelektual (IQ) yang selama ini dibangga-bangakan, akhirnya runtuh dengan temuan tentang kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan intelektual hanya menyumbang tidak lebih dari 20 % terhadap keberhasilan seseorang, sisanya yakni 80 % justru ditentukan oleh faktor lain, termasuk kecerdasan emsional (Nugroho 2003). Hal ini dilatarbelakangi oleh temuan penelitian di bidang psikologi yang dilakukan oleh Howard Gardner tentang multiple intlegensi yang menyatakan bahwa manusia memiliki banak kecerdasan, yang bukan hanya kecerdasan intelektual saja, telah membuat cakrawala baru tentang potensi manusia yang belum dieksplorasi untuk mendorong keberhasilan hidup. Riset ini bidang psikologi terus berkembang sampai akhirnya solovey dan mayer (1006) menemukan kecerdasan emosional sebagai salah satu factor penting bagi kesuksesan hidup manusia. Temuan solovey dan mayer (1996) tersebut disempurnakan oleh Patton (1997) dan golleman (1999) (lihat Nugroho 2003).
Sebagaimana Bill Gates orang yang terkaya di dunia, sang pemilik Royalty Microsoft, Larry Ellyson COE of Oracle orang terkaya di dunia nomor dua, Michael Dell CEO dari Dell Corp, orang terkaya nomor tiga di dunia. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat diketahui keunggulan kecerdasan emosi yang ternyata bisa demikian jauh mendahului kecerdasan otak (IQ) dalam berkompetensi. Antara teori IQ dan EQ tersebut hanya menekankan atau berorientasi pada kebendaan dan hubungan manusia semata yang bersifat sementara. Oleh sebab itu, orang mengakui adanya Tuhan atau kekuatan yang luar biasa selain manusia akan mencari tujuan yang abadi, jangka panjang, dan mutlak. Teori yang mencapai kesemuanya itu adalah SQ (Spiritual Quotient).
Setiap anak pastilah mempunyai salah satu dari kesembilan kecerdasan yang diberikan Tuhan. Bahkan, ada juga anak yang memiliki lebih dari satu kecerdasan. Kecerdasan itu adalah kecerdasan linguistik, matematika-logika, ruang-visual, musik, naturalis, interpersonal, intrapersonal, kemampuan olah tubuh, dan spiritual. Oleh sebab itu, kecerdasan spiritual (SQ) dapat dilatihkan kepada anak. Hal ini sesuai dengan pendapat seorang ahli psikologi anak dari Amerika Serikat, Elizabet B. Hurlock yang menyatakan bahwa masa dini usia merupakan periode keemasan (golden age) dalam proses perkembangan anak. Di masa ini ia mengalami lompatan kemajuan yang luar biasa, baik dalam hal fisik, emosional maupun sosial sehingga ia sangat berpotensi untuk belajar apa saja.
Mendidik anak untuk memperoleh SQ itu penting, karena banyak orang yang mempunyai IQ dan EQ yang tinggi tidak mempunyai akhlak yang baik. Sebagaimana sikap yang dihadapi bangsa Indonesia, orang pintar itu banyak tetapi banyak pula orang berakhlak bejat dan rusak. Mereka tidak takut adanya kekuasaan tertinggi di atas mereka, sehingga ia mau melakukan tindakan KKN, perampokan, saling menjatuhkan dan tindak kejahatan lainnya.
Fenomena yang terjadi tersebut dapat dikurangi jika orang-orang yang dekat dengan anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa untuk mendidik anaknya dengan menekankan pula SQ (tidak meninggalkan pula IQ maupun EQ). Harapan pendidikan sejak dini ini akan tumbuh sikap religius anak, pendidikan ini dapat dilakukan bukan dengan pengajaran, tetapi dengan cara memberi teladan hidup.)
Emmons mengatakan ada lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual adalah (a)  kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material, (b) kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak, (c) kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, (d) kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual untuk menyelesaikan masalah, dan (e) kemampuan untuk berbuat baik
Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. Anak yang merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniah di sekitarnya mengalami transedensi fisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual. Ia mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan dirinya dengan seluruh alam semesta. Ia merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat inderanya. Sebagai contoh adalah anak pak Rahman pada kisah melakukan salat malam dan ketika ia berdoa sambil menangis merupakan suatu contoh karakteristik kedua ciri ini, terutama ketika ia menyampaikan doa-doa personalnya dalam salat malamnya.
Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasioal atau emosional. Ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual seperti teks-teks kitab suci atau wejangan orang-orang suci untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya, untuk melakukan definisi situasi. Misalnya, ketika Rahmat diberitahu bahwa orang tuanya tidak akan sanggup menyekolahkanya ke Jerman, ia tidak putus asa. Ia  yakin bahwa kalau orang itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia akan diberi jalan. Bukankah Heinrich Heine memberikan inspirasi dengan kalimatnya “den menschen macht semer seiner wille grob und klein”? Rahmat memiliki karakteristik yang keempat.
Namun, Rahmat juga menampakkan karakteristik yang kelima: memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama mahkluk Tuhan. “The fifth and final component of spiritual intelligence refers to the capacity to engange in virtuous behavior: to show forgivennes, to express gratitude, to be humble, to display compassion and wisdom,”tulis Emmons. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terima kasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih sayang dan kearifan, hanyalah sebagian dari kebajikan. Karakteristik terakhir ini mungkin dapat disimpulkan dalam sabda nabi Muhammad saw, “amal paling utama ialah engkau masukkan rasa bahagia pada sesama manusia.”
Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orangtualah anak-anak tumbuh dan menemukan jalan-jalannya. Saat si kecil tumbuh dan berkembang, ia begitu lincah dan memikat. Lalu muncul rasa mencintai dan bangga kepadanya. Namun, dimungkinkan banyak para orang tua yang belum menyadari bahwa sesungguhnya dalam diri si kecil terjadi perkembangan potensi yang kelak akan berharga sebagai sumber daya manusia.
Dalam lima tahun pertama yang disebut the golden years, seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Pada usia ini 90 % dari fisik otak anak sudah terbentuk. Karena itu, di masa-masa inilah anak-anak seyogyanya mulai diarahkan. Karena saat-saat keemasan ini tidak akan terjadi dua kali, sebagai orang tua yang proaktif seharusnya memperhatikan benar hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan sang buah hati (Soekresno dalam http://www.balita cerdas.com/kembang/masapenting.html).
Menurut analisis psikologi perkembangan, disebutkan bahwa masa balita merupakan masa-masa kritis dalam membentuk kepribadian anak. Kebiasaan dan sifat-sifat yang positif dibentuk sejak tahap dini perkembangan anak. Usia balita merupakan masa kritis perkembangan kepribadian manusia karena pada masa itulah diletakkan dasar-dasar pembentukan perkembangan personal sosial (Ericson, 1078), dan perkembangan moral seseorang (Kohlberg, 1982). Pembentukan kepribadian tu mensyaratkan adanya internalisasi nilai-nilai yang diperoleh dari lingkungan terdekat dalam hal ini adalah orang tua dan keluarga, serta masyarakat (dalam Nugroho 2003)
Dalam membantu anak mencapai internalisasi nilai-niali universal fundamental ini diperlukan model panutan yang disiplin dan konsisten untuk menguatkan penyerapan nilai-nilai dan perubahan perilaku (Bandura, 1992 dalam Nugroho 2003). Perkembangan kepribadian anak akan berhasil baik jika orang tua mampu melakukan pilihan nilai-nilai fundamental universal yang benar bagi anak, dan mampu menyampaikan nilai-nilai tersebut melalui media, cara dan kesempatan yang tepat.

( Rangkuman Tim PAUD UNNES. 2009,  Peningkatan Kecerdasan Spiritual Anak Usia Dini http://blog.unnes.ac.id/asyaifu/2009/10/05/peningkatan-kecerdasan-spiritual-anak-usia-dini/ )


BAB III
DATA LAPANGAN

Saya mengambil data observasi ini di Pedukuhan (Dusun) Kepek II, Kelurahan (Desa) Kepek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY. Adapun saya mengambil data ini dengan mengamati dua anak, untuk usia sekitar 2-4 tahun. Adaun hasil dari data lapangan (hasil observasi):
1.       Muhammad Majid
Anak ini bertempat tinggal di Kelurahan Kepek II Rt 01/09, dia berumur 4 tahun, dia akan memasuki kelas Taman Kanak-kanak. Setelah saya amati tentang spiritualnya, anak ini mempunyai sikap-sikap sebagai berikut:
a.      Anak ini termasuk anak yang kreatif
b.     Jika akan berangkat ke sekolahnya (PAUD Handayani I) pasti diajarin oleh orangtuanya dengan berdoa terlebih dahulu
c.      Walaupun begitu jika ada kegiatan TPQ (Taman Pendidikan Al Quran), anak ini enggan untuk berangkat
d.     Semua kebutuhannya sudah terpenuhi di rumah
e.      Anaknya sering di rumah dan jarang keluar rumah untuk sekedar bermain dengan teman-teman seusianya

2.       Muhammad Hasan
Anak ini bertempat tinggal di Kelurahan Kepek II Rt 01/09, rumahnya kebetulan berdelakatan dengan mushola, dia berumur 3 tahun, dia akan memasuki kelas Taman Kanak-kanak. Setelah saya amati tentang spiritualnya, anak ini mempunyai sikap-sikap sebagai berikut:
a.      Anak ini termasuk anak yang aktif
b.     Anak ini jika diceritakan tentang kisah Nabi di TPQ (Taman Pendidikan Al Quran), dia pasti sangat antusias
c.      Setelah diceritakan tentang kisah Nabi, anak ini selalu bertanya walaupun seringkali pertanyaan anak ini tidak ada kaitannya tentang yang disampaikan.
d.     Anaknya selalu gembira dan selalu bisa berteman dengan teman siapa saja yang seusianya

BAB IV
ANALISIS
Menurut analisis psikologi perkembangan, disebutkan bahwa masa balita merupakan masa-masa kritis dalam membentuk kepribadian anak. Kebiasaan dan sifat-sifat yang positif dibentuk sejak tahap dini perkembangan anak. Usia balita merupakan masa kritis perkembangan kepribadian manusia karena pada masa itulah diletakkan dasar-dasar pembentukan perkembangan personal sosial (Ericson, 1078), dan perkembangan moral seseorang (Kohlberg, 1982).
Selain itu Menurut Sinolungan (1997). Prinsip-prinsip perkembangan adalah pola-pola umum dalam suatu proses perubahan alamiah yang teratur, universal dan berkesinambungan, yang dimaksud dengan perubahan yang teratur adalah pertumbuhan pada manusia yang berjalan normal mengikuti tata urutan yang saling berkaitan
Untuk itu maka seharusnya anak-anak yang sedang berada berusia 2-5 tahun harus diarahkan dengan cara-cara yang baik dan pro kepada hal yang dibutuhkan mereka, begitu pula untuk perkembangan Nilai Religi pada diri si anak. Dari hasil data lapangan yang saya dapatkan dari kegiatan observasi kemarin, ternyata ada orangtua yang menerapkan dan mengenalkan nilai-nilai religi kepada anak-anaknya bermacam-macam caranya. Ada yang dibiarkan saja anak itu tetapi tetap pada pengawasan orangtanya, ada juga yang mengenalkannya dengan menyiapkan dan membiasakan adanya suasana religi di rumahnya

BAB V
PENUTUP
A.   Kesimpulan
      Masa balita adalah masa-masa keemasaan, di umur ini anak dapat dikenalkan dan diajarkan berbagai ilmu, baik berupa IQ, EQ maupun SQnya. Maka dari itu anak harus dikenalkan dan diajarkan tentang berbagai macam itu dengan cara pembaisaan, yang tentunya pro pada keadaan si anak itu sendiri

B.    Saran
a.      Anak sebaiknya dikenalkan dengan nilai-nilai religi dimulai dari sejak dini
b.     Pengenalan anak dengan nilai–nilai religi jangan sampai terkesan menggurui
c.      Pengenalan anak dengan nilai-nilai religi yang paling ampuh adalah dengan pembiasaan dan suri teladan yang baik
d.     Pengenalan anak dengan nilai-nilai religi secara bertahap

 BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Singadilaga, Sugiman.2008. Prinsip-prinsip perkembang anak usia dini. diambil tanggal 26 Mei 2010.

dari.http://sugimanbengkulu.blogspot.com/2008/10/prinsip-prinsip perkembangan-anak-usia.html


Tim UNNES. 2009. Peningkatan kecerdasan spiritual anak usia dini. Diambil tanggal 22 Mei 2010. dari http://blog.unnes.ac.id/asyaifu/2009/10/05/peningkatan-kecerdasan-spiritual-anak-usia-dini/

Hadi,Sopyan. 2009. Membangun nilai relgius pada anak. Diambil tanggal 22 Mei 2010 dari http://www.smk-bakti-pwt.sch.id/index.php?page=art&did=313









2 comments:

  1. Darul Quran itu berafiliasi NU, letak di Ledoksari 3/7 Kepek
    Mardlotullah: bukan berafiliasi ke NU/Muhammadiyah

    ReplyDelete
  2. Akan tetapi tidak dimunafikan dimanfaatkan oleh eNd yoU...
    Bisa dilihat dalam kenyataannya...
    Bahkan ada dari yg kerja di sana untuk mengikuti paham partai tertentu yg terletak di Belakang Toko Buah Kepek I

    ReplyDelete

MARI BERKOMENTAR DENGAN BIJAK DAN SOPAN, KARENA ITU AKAN MENCERMINKAN SOSOK ORANGNYA

Powered by Blogger.
 
Rumah Baca Gunungkidul © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top