SEMESTER 1
MATA KULIAH: PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA
DOSEN : Dr. SUGITO, Mh.
DOSEN : Dr. SUGITO, Mh.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia
dewasa kali ini baik Indonesia pada khususnya dan Dunia pada umumnya hidup pada
abad ke 21, yang pada abad ini dikenal dengan Masa Globalisasi atau Masa
Perdagangan Bebas. Untuk dapat bisa bertahan hidup dan dapat bersaing dengan
luar negeri maka manusia-manusia dewasa di Indonesia pada khususnya harus
bekerja dengan giat di berbagai lini kehidupan ini.
Karena
kesibukan manusia dewasa Indonesia dengan pekerjaannya baik itu yang putra
maupun putri, apalagi jaman sekarang gencar-gencarnya dengan kampanye “emansipasi
perempuan”. Mayoritas kaum perempuan atau ibu – ibu yang semula konsentrasinya
100% di rumah untuk mengurusi buah hatinya, rumahnya, masakin suaminya atau
yang lain-lain tapi sekarang telah berubah.
Konsenstrasi
mayoritas kaum ibu – ibu tidak lagi 100% di rumah, sebagai gantinya mereka
mencari oranglain untuk membantu mengurusi semua kegiatan di rumah termasuk
mengurusi anak buah hatinya. Bahkan ada sebagian dari kaum ibu – ibu pulang
sampai malam karena dilupakan dengan kesibukannya, lalu lupa pada anak buah
hatinya sendiri, tega pada anak buah hatinya yang seharusnya pada masa itu
tangan-tangannya yang halus seharusnya menggendong tetapi malah diasuh oleh
“pembantunya” atau baby sister. Padahal kata Nabi Muhammad SAW yang
intinya adalah bahwa kaum wanita terutama yang sudah menikah atau disebut
dengan ibu ditakdirkan untuk melahirkan putranya sampai membesarkannya tetapi
sekarang dengan alasan emansipasi wanita mereka malah kebabalasan, lupa dengan
perhatian ke anak-anaknya. Mereka meninggalkan masa-masa yang seharusnya si Ibu
agar lebih dekat baik secara jiwanya maupun emosinya dengan si anak, semuanya
dengan alasan karir dan untuk membntu menafkahi keluarga disamping sang suami. Astaghfirullahalladzim
sungguh ironi sekali, pantesan pada jaman sekarang banyak anak-anak yang bisa
dikatakan negatif atas perilakunya. Ya Allah semoga generasi muda Indonesia
berikutnya yang masih beruasia dini tidak akan terulang lagi seperti sekarang.
Amiiin. Mari teman-teman kita berjuang bersama untuk berusaha memperbaiki
Indonesia ke depan dengan mendidik Generasi termudanya dengan sungguh-sungguh,
hanya kepada-Nyalah kita memohon, semoga harapan ini akan segera terwujud
dengan tercapainya Indonesia emas 2025 dan masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang humanis, nasionalis dan regilius. Amiin ya robbal ‘alamiin
Mungkin
karena sebagian dari alasan – alasan di atas Bapak Dosen menyuruh kami untuk
melakukan kegiatan observasi ini dan penyusun segera melaksanakan perintah
Beliau untuk mengobservasi keluarga yang mempunyai anak di usia dini (0-8
tahun).
1.2 Struktur dan kondisi keluarga
Keluarga
yang diamati oleh penyusun bertempat tinggal di Padukuhan Kepek II, Kelurahan
Kepek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Sebuah keluarga yang tinggal
satu atap itu bisa dikatakan keluarga kecil tetapi juga bisa dikatakan keluarga
besar juga, karena keluarga ini tersusun dari Ayah, Ibu dan 3 anak yang terdiri
dari anak pertama putra sudah SMP kelas 2 di SMP Muhammadiyah I Wonosari, anak
kedua putri masih SD kelas III di SD Negeri VI Wonosari dan yang terakhir baru
berusia sekitar 1,5 tahun. Di rumah itu selain ada satu keluarga itu juga
terdapat orangtua dari si Ibu, ada nenek, kakek, budhe dan pakdhenya
jadi pembaca bisa mengkategorikan sebagai keluarga kecil atau besar sendiri.
BAB
II
HASIL PENGAMATAN
HASIL PENGAMATAN
2.1 Pola Asuh yang diterapkan
Selama
proses kegiatan observasi yang saya kerjakan + 8 hari, pola asuh yang
dterapkan pada keluarga ini sesuai teori yang saya dapatkan bisa dinamakan
dengan Pola Asuh autoritatif (pola asuh yang berdasarkan keseimbangan
antara pengendalian dengan kebutuhan si anak).
2.2 Interakasi Orang tua terhadap
Anak-anaknya
Orangtua
sering menyuruh anak-anaknya yang baik tanpa adanya unsur paksaan tetapi tanpa
dengan member suri tauladan yang baik.
2.3
Cara Mengendalikan Anak
Si
Ayah yang pekerjaan sehari-harinya adalah dan Si Ibu pekerjaannya Ibu Rumah
Tangga plus wiraswasta karena di rumahnya membuka usaha berupa warung dan calon
bengkel di depan rumahnya. Untuk masalah mengendalian anak-anaknya sebagian
besar adalah si Ibu karena di Beliau waktunya banyak di rumah walaupun
seringkali disambi melayani pembeli. Nah untuk si Bapak hanya sesekali waktu
bisa dapat untuk mengendalikan puta-putrinya.
Biasanya
si Ibu mengendalikan putra-putrinya dengan menyuruh dan melarang sesuatu dengan
ucapan saja, seringkali juga melarang dengan nada agak marah. Misalkan: Anak
pertama dilarang mengganggu adiknya yang paling kecil dengan nada tinggi
Pada
keluarga ini miskin dengan keteladanan bersifat religius walau rumahnya dekat
dengan mushola baik si Ibu maupun si Ayah hampir tidak pernah mendatangi
mushola untuk melaksanakan sholat 5 waktu, apalagi menyuruh si anak untuk pergi
ke mushola.
2.4 Cara Memenuhi Kebutuhan Anak
Karena
di keluarga ini di rumah juga membuka usaha yakni warung dan si anak-anaknya
masih kecil semua maka tidak memerlukan kebutuhan yang banyak. Paling yang
mempunyai kebutuhan lebih adalah anak yang pertama yang sudah kelas VIII atau 2
SMP, itupun semua kebutuhan mereka tidak langsung segera dipenuhi kecuali jika
mereka sudah mengiyakan.
2.5 Faktor Pendukung Pola Asuh Orang
tua dalam Mendidik Anak
a.
Keadaan
ekonomi
Tentang
keadaan ekonomi keluarga ini tergolong pada tingkatan agak mampu, ekonomi
mereka bergantung dengan pekerjaan si ayah dan warungnya yang rame atau tidaknya tergantung tidak pasti.
b.
Pengalaman
Waktu
saya berbincang - bincang dengan si Ibu di sore itu, saya menanyakan bagaimana
keadaan dan perkembangan anak, Beliau menjawab dengan jujur (Insya Allah)
sifat dan perilaku anak-anaknya sama waktu si Ibu dan si Ayah masih kecil, lalu
tiba-tiba aku kepikiran dengan pernyataan sifat si anak tidak akan jauh
dari orangtua. Subhanallah, Maha Suci Engkau Ya Allah Ya Robbi..!!!
Sungguh
Maha Adil Dia memberlakukan hamba-hamba-Nya, kelakuan si Ibu waktu mudanya akan
menurun pada penerusnya (anak-anaknya). Dengan pernyataan si Ibu inilah
membuktikannya dengan nyata keadilan-Nya, kekuasaan Tuhan Yang Maha
Segala-galanya.
c.
Pendidikan
Menurut
pengakuan Beliau, si Ibu pendidikannya adalah hanya tamatan SLTA. Waktu saya
tanyakan kenapa tidak meneruskan ke jenjang berikutnya yakni perkuliahan Beliau
menjawab dengan nada lemas: “mbiyen keluargaku gak nduwe duwit mas, dinggo
maem we nggoleke angel. Dinggo mbayar sekolah ngasih SMU wae wes ketar-ketir
kok, opo maneh biaya dingo kuliah..” (Dahulu keluargaku tidak punya uang
mas, untuk makan saja mencarinya sulit. Untuk membayar sekolah sampai SMU saja
sudah sampai peras keringat, apalagi untuk biaya untuk kuliah). “asline
mbiyen kepingin kuliah neng IKIP Yogya, neng yo mau mas ra ono duwite.” Imbuhnya
maneh. (Aslinya dahulu sudah ada niat kuliah di IKIP Jogja (UNY-red),
tetapi ya tadi mas tidak ada uang (dana-red). Tambahnya lagi)
Untuk
si Ayah tidak berbeda jauh tetapi nasib si Ayah lebih mujur daripada si Ibu,
dia bisa diterima kerja di DPU (Dinas Pekerjaan Umum). Walaupun si Ayah sering
mabukan, (maaf ya) maen dan mendem.
d.
Keadaan
anak
Anak
pertama : Putra berusia + 14 tahun, sekarang dia
duduk di kelas
VIII atau
8 SMP di SMP Muhammadiyah I Wonosari
Anak
kedua : Putri berusia + 10 tahun, sekarang dia
duduk di kelas IV SD di SD Negeri VI Wonosari
Anak
ketiga : PAUD 1-3 tahun di PAUD Handayani I Kepek
Wonosari Gunungkidul
e.
Bantuan
dari pihak luar
Di
keluarga ini termasuk keluarga miskin keteladanan spiritual, untung saja dari
pihak luar keluarga ini terutama dari lingkungan atau tetangganya yang lumayan
mendukung karena di kanan dan kiri dari keluarga tersebut mayoritas adalah
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Gunungkidul sehingga efek negatif dari
pola pengasuhan dari keluarga itu bisa diminimalisir.
f. Lingkungan yang representif
Lingkungan
sekitar dari keluarga itu termasuk salah satu perkampungan di desa yang bisa
dikatakan terpadat dan terbanyak dari sisi jumlah penduduknya se- Kabupaten Gunungkidul,
karena letak dari kelurahan Kepek ini sangat strategis dekat dengan pusat
Pemerintahan Kabupaten dan mayoritas fasilitas di Kabupaten Gunungkidul
terletak di sini. Pekerjaan warga di dusun ini bermacam-macam, begitu juga
dengan kepercayaan dari warganya yang tercatat adalah terdiri dari Islam +
95% dan Kristen + 5%. Walaupun terletak di kota alhamdulillah keadaan
lingkungannya termasuk masih bisa dikatakan kondusif dan terkenal Generasi
Mudanya tidak aeng – aeng selain itu juga mempunyai 4 tempat ibadah
yakni 3 Mushola dan 1 Masjid Kota yang terbesar (Masjid Kota) di Kabupaten
Gunungkidul.
Fasilitas atau sarana dan prasarana yang ada di Desa
Kepek antara lain berupa:
a.
Sekolah
- sekolah
1.
PAUD = ada di tiap – tiap dusun ( + 9 buah )
Taman Kanak-kanak
ABA (Muhammadiyah): 5 buah
Pertiwi & Darul Quran (Negeri): masing-masing 1 buah
2. Sekolah Dasar
Negeri: 5 buah
3. Sekolah
Menengah Pertama
Negeri: 1 buah, Muhammadiyah: 1
buah
Madrasah Tsanawiyah
Negeri: 1 buah, Muhammadiyah: 1 buah
4.
Sekolah
Menengah Umum
Negeri:
2 buah, Muhammadiyah: 1 buah
Sekolah
Menengah Kejuruan
Negeri: 1 buah, Muhammadiyah: 2
buah, NU: 2 buah
Madrasah Aliyah
Negeri: 1 buah, Ma’arif (NU)= 1
buah
5.
Sekolah
Tinggi atau Universiatas
Negeri:
Universitas Gunungkidul dan Universitas Terbuka
Muhammadiyah:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Yayasan
lain: STITY
b.
Pondok
pesantren:
Muhammadiyah : PP. Al Ikhlas Kepek II
NU :
PP. Mardotullah
Ikhwanul
Muslmin : PP. Darul Quran Piyaman
c.
Tempat
usaha
Misalkan:
pasar sepeda, Dealer sepeda motor, Toko
d.
Lembaga
Bimbingan Belajar
1. Ganesha Operation, Primagama
2. LPK – LPK
3. Tempat Kursus
e.
Kantor
- kantor
Pemerintahan:
PEMDA,
DEPAG, BPK, PDAM, DPU, BPN, PLN
Non
Pemerintahan:
PDM
(Muhammadiyah), PCNU (NU), LDII
f.
Kantor - kantor DPD partai
PAN, PKS, PPP, P.Golkar, PDIP
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Interaksi Makna terhadap
Pengamatan
Pola
asuh demokratis (authoritative) menurut Baumrind adalah bercirikan hak
dan kewajiban anak juga orangtua adalah sama dalam arti saling melengkapi, anak
dilatih untuk menentukan bertanggung jawab dan menentukan perilakunya agar
disiplin. Jadi semua kewajiban dan hak antara orangtua dengan anak seharusnya sama
yang saling melengkapi kekurangan selain in melatih anak-anaknya dilatih untuk
menentukan sesuatu sesuai dengan keinginannya asalkan harus didasari disiplin
dan bertanggungjawab atau bisa dikatakan demokrasi bukan democrazy
itulah dasar pola asuh pemikiran Baumrind.
Di
keluarga ini cenderung memakai pola asuh ini walaupun tidak bisa 100% atau
sempurna, menurut saya pola asuh ini lebih baik dari pola asuh yang lainnya,
yang sudah dikemukakan oleh para peneliti dan yang saya sudah baca. Tentang
pola asuh ini saya malah teringat dengan sesuatu yang pernah saya kemukakan
sebelumnya yakni sabda Nabi Muhammad SAW: “Keaktifan
anak di masa kecil dapat menambah
akalnya ketika dewasa (H.R. Tirmidzi)”.
Mungkin si Baumrind terobsesi oleh sabda Nabi Muhammad SAW di atas jadi Beliau
mengemukakan teori tentang pola asuh demokratis ini, Wallahu ‘alam bihowab.
Di
keluarga yang saya amati ini mengasuh si anak diberi kebebasan tanpa ada
perjanjian atau peraturan yang sangat ketat, dan tidak terlalu memaksakan
kehendak si orangtua harus sama dengan anak-anaknya. Namun yang sangat
disayangkan adalah jika si anak melakukan kesalahan atau kelalailan melakukan
sesuatu, si orangtua hanya melarang atau menyuruh yang lebih baik tanpa mereka
atau orangtua melakukan terlebih dahulu.
Misalkan:
1. Waktu teman-temannyamau berangkat
tadarusan dan si anak pertama tidak segera berangkat maka si ibu langsung
menyuruhnya tetapi hanya omongnya dan (maaf) matanya tetap tertuju di televisi.
2. Ketika waktu sudah memasuki
Sholat 5 Waktu, si ibu menyuruh si anak segera ke Mushola untuk menunaikan
sholat tetapi si Ibu malah masih asyik dengan televisinya. Seharusnya Beliau
menyuruh si anak dengan memulai atau memelopori beranjak dari tempat nonton tv
langsung ambil air wudhu dan mengajak berangkat ke mushola bukan hanya
omongannya saja karena satu keteladan lebih mujarab daripada seribu nasehat.
3.2. Pengaruh
Pola Asuh terhadap Anak
Pendidikan
anak yang paling awal adalah pendidikan di kala bagaimana cara pola asuh
terhadap si anak dari orangtuanya, maka dari itu cara pola asuh dari orangtua
terhadap anaknya sangat berkaitan erat dengan perilaku si anak di masa
mendatang atau di kala waktu dewasa si anak.
Saya
teringat dengan sabda Nabi Muhammad SAW tetapi saya lupa bunyi aslinya tetapi
yang saya ingat intinya adalah orangtua terutama sang Ibu adalah yang pertama
menjadi guru bagi anak-anaknya karena si Ibu mempunyai tali pererat yang tidak
mungkin akan bisa dipisahkan bahkan si Ibu sudah meninggal, si anak pasti akan
terkenag dengan si Ibunya yakni yang menjadi pererat daripada mereka adalah air
susu ibu.
Oleh
karena itu kenapa pemerintah melakukan kampanye dengan gencar-gencarya adalah
“berikan air susu ibu sampai 12 bulan tanpa ditambahi yang lainnya.” Itulah
kelebihan seorang ibu yang sangat perasa jika tentang si anaknya bahkan si anak
sedang berada jauh dengan si Ibunya, jika anaknya itu sedang sakit atau sedang
ada hambatan pasti si Ibu juga merasa hal yang sama dengan rasa si anak itu.
Memang subhanallah Engkau Ya Allah yang sudah menciptakan seorang
perempuan walaupun sudah tua Beliau masih sangat merasakan hal yang sama yang
dirasakan si anak. Maka tidak berlebihan jika Nabi Muhammad SAW bersabda: “Surga
di telapak kaki sang Ibu.” Pernyataan itu lalu menyatakan bahwa surga
beradanya di bawah telapak kaki Ibu tetapi yang dimaksud adalah Surga berada di
bawah ridhonya karena dapat ridho sang Ibu maka dapat ridho juga dari Allah SWT
dan kebalikannya pula murka dari sang ibu maka mendapat murka dari Allah SWT,
maka jangan membuat murka dari sang Ibu.
Jika
ditilik dari pernyataan-pernyataan di atas
pengaruh pola asuh dari orangtua di keluarga yang saya amati adalah
sebagai berikuta:
1.
Anak
menjadi lebih aktif, aktifnya cenderung kea rah negative
2.
Anak
sering membantah orangtua
3.
Anak
lebih melakukan apa yang diperinahkan oleh ornglain daripada orang tuanya
terutama si Ibu.
4.
Anak
tidak betah di rumah, apalgi waktu libuaran (misalkan hari Sabtu malamnya.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari
pengamatan dan ulasan yang saya utarakan sesuai dengan yang saya pahami di
atas, dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut:
1. Pola asuh dari orangtua terutama
dari si Ibu sangat berpengaruh dengan perkembangan perilaku si anak di masa
dewasanya.
2. Pola
asuh dari orangtua adalah bisa dikatakan berhasil jika orangtua dapat
mengendalikan si anak tanpa mengekangnya.
3. Pola
asuh yang baik jika diawali dengan keteladanan orangtua terutama ibunya
daripada diberi nasehat tanpa diberi tauladan
Misalkan:
a. Jika anak biar rajin sholat
ketika waktu memasuki adzhan sholat orangtua juga harus memberikan teladan
berupa mematikan tv atau menghentikan segala aktivitas lalu mengajak si anak
untuk sholat.
b. Jika anak biar bisa menghormati
dan menghargai orangtua, orangtua juga harus mempolopori menghargai semua hasil
karya si anak.
4. Pola asuh kepada anak yang baik
jika pendekatan dengan hati ke hati bukan dengan mulut saja.
5. Satu keteladanan lebih mujarab
daripada seribu nasehat
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Shohib, Moh, Pola Asuh Orangtua, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Abdul Mu’thi Abdullah Muh Abdul, Be a genius teacher, Jakarta
1429H/2008M.
Data Kelurahan tentang fasilitas di Kepek Wonosari Gunungkidul, Yogyakarta
2005.
Data Kependudukan Kelurahan Kepek, Wonosari Gunungkidul, Yogyakarta 2005.
Majelis Dasar dan Menengah Muhammadiyah Kabupaten Gunungkidul, Data
sekolah-sekolah di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, 2005
MATA KULIAH: PSIKOLOGI UMUM
DOSEN : Prof. Dr. Siti Partini Suardiman
MATA KULIAH: PSIKOLOGI UMUM
DOSEN : Prof. Dr. Siti Partini Suardiman
A. Latar
Belakang
Dalam
pelaksanaan PAUD dikegiatan belajar dan mengajar dalam sehari – hari, si
pendidik pasti akan menghadapi permasalahan. Selain permasalahan dari si anak
didik sendiri, permasalahan akan muncul dari perilaku si orangtua anak didik.
B. Pembahasan
Kebiasaan
Orang Tua Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak:
Pada kesempatan ke lini saya hendak sharing tentang buku yang telah saya
baca yang berjudul 37 Kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada
Anak, karya Ayah Edy, terbitan Grasindo. Saya dan suami membaca buku tersebut
dan kami merasa buku ini perlu dibaca, dipahami, lalu dicoba diaplikasikan
dalam mendidik anak2 kita. Apa yang disampaikan dalam buku tersebut bisa juga
kita aplikasikan pada balita dengan beberapa penyesuaian sesuai usianya. Saya
sependapat dengan suami saya bahwasannya tentu saja dalam mengaplikasikannya
kita tidak akan melihat hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu singkat,
apalagi terhadap balita. Yang terpenting adalah kontinyuitas, jangan pernah
nyerah dan bosan. Dalam hal ini kita berikhtiar, fokus pada proses, hasilnya
nanti bagaimana, kita serahkan pada Allah.
Karena tidak memungkinkan saya menulis ke 37 kebiasaan tersebut, maka
hanya beberapa saja yang saya sajikan. Ada yang saya kutip semua, ada pula yang
saya ringkas. Berikut adalah kebiasaan2 tersebut. SEMOGA BERMANFAAT.
1. Raja yang Tak Pernah Salah
Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar jalan tidak
jarang tanpa sengaja mereka menabrak kursi atau meja. Lalu mereka menangis.
Umumnya, yang dilakukan oleh orang tua supaya tangisan anak berhenti adalah
dengan memukul kursi atau meja yang tanpa sengaja mereka tabrak. Sambil
mengatakan, “Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul kursi/mejanya…sudah
cup….cup…diem ya..Akhirnya si anak pun terdiam.
Ketika proses pemukulan terhadap benda benda yang
mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah mengajarkan kepada anak kita bahwa
ia tidak pernah bersalah.
Yang salah orang atau benda lain. Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia mengalami suatu peristiwa dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain, dan dirinya selalu benar. Akibat lebih lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau hukuman adalah orang lain yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.
Yang salah orang atau benda lain. Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia mengalami suatu peristiwa dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain, dan dirinya selalu benar. Akibat lebih lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau hukuman adalah orang lain yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.
Kita sebagai orang tua baru menyadari hal tersebut ketika si
anak sudah mulai melawan pada kita. Perilaku melawan ini terbangun sejak kecil
karena tanpa sadar kita telah mengajarkan untuk tidak pernah merasa bersalah.
Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan ketika si anak yang
baru berjalan menabrak sesuatu sehingga membuatnya menangis? Yang sebaiknya
kita lakukan adalah ajarilah ia untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi;
katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit): ”
Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya
pelan-pelan saja dulu supaya tidak membentur lagi.”
2.
“Berbohong Kecil
Awalnya anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan
kata-kata orang tuanya, Mengapa? KArena mereka percaya sepenuhnya pada orang
tuanya. Namun, ketika anak beranjak besar, ia sudah tidak menuruti perkataan
atau permintaan kita? Apa yang terjadi? Apakah anak kita sudah tidak percaya
lagi dengan perkataan atau ucapan-ucapan kita lagi?
Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap hari sering
membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat
kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau
mengajak berkeliling perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita
menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong
dengan mengalihkan perhatian si kecil ke tempat lain, setelah itu kita
buru-buru pergi? Atau yang ekstrem kita mengatakan, “Papa/Mama hanya sebentar
kok, hanya ke depan saja ya, sebentaaaar saja ya, Sayang.” Tapi ternyata, kita
pulang malam. Contah lain yang sering kita lakukan ketika kita sedang menyuapi
makan anak kita, “Kalo maemnya susah, nanti Papa?Mama tidak ajak jalan-jalan
loh.” Padahal secara logika antara jalan-jalan dan cara/pola makan anak, tidak
ada hubungannya sama sekali.
Dari beberapa contah di atas, jika kita berbohong ringan atau
sering kita istilahkan “bohong kecil”, dampaknya ternyata besar. Anak tidak
percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Anak tidak dapat membedakan
pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak. akibat lebih lanjut, anak
menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya itu selalu bohong.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh
kasih dan pengertian: “Sayang, Papa/Mama mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa
ikut. Tapi kalo Papa/Mama ke kebun binatang, kamu bisa ikut.”
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat selain kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu. Anak akan mampu memahami yang kita katakan dan menuruti yang kita katakan.
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat selain kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu. Anak akan mampu memahami yang kita katakan dan menuruti yang kita katakan.
3.
Banyak Mengancam
“Adik, jangan naik ke atas meja! nanti jatuh dan nggak ada
yang mau menolong!” “Jangan ganggu adik,nanti MAma/Papa marah!” Dari sisi anak
pernyataan yang sifatnya melarang atau perintah dan dilakukan dengan cara
berteriak tanpa kita beranjak dari tempat duduk atau tanpa kita menghentikan
suatu aktivitas, pernyataan itu sudah termasuk ancaman. Terlebih ada kalimat
tambahan “nanti Mama / Papa marah!”
Seorang anak adalah makhluk yang sangat pandai dalam
mempelajari pola orang tuanya; dia tidak hanya bisa mengetahui pola orang
tuanya mendidik, tapi dapat membelokkan pola atau malah mengendalikan pola
orang tuanya. Hal ini terjadi bila kita sering menggunakan ancaman dengan
kata-kata,namun setelah itu tidak ada tindak lanjut atau mungkin kita sudah
lupa dengan ancaman-ancaman yang pernah kita ucapkan
Apa
yang sebaiknya kita lakukan?
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Dekati si
anak, hadapkan seluruh tubuh dan perhatian kita padanya. tatap matanya dengan
lembut, namum perlihatkan ekspresi kita tidak senang dengan tindakan yang
mereka lakukan. Sikap itu juga dipertegas dengan kata-kata, “Sayang, Papa/Mama
mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini pada adikmu. Papa/Mama akan
makin sayang sama kamu.” Tidak perlu dengan ancaman atau teriaka-teriakan. Atau
kita bisa juga menyatakan suatu pernyataan yang menjelaskan suatu konsekuensi,
misal “Sayang, bila kamu tidak meminjamkan mainan in ke adikmu,Papa/Mama akan
menyimpan mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain. MAinan akan Papa/Mama
keluarkan, bila kamu mau pinjamkan mainan itu ke adikmu. Tepati pernyataan kita
dengan tindakan.
4. Mengajari Anak untuk Membalas
Sebagian anak ada yang memiliki kecenderungan suka memukul
dan sebagian lagi menjadi objek penderita dengan lebih banyak menerima pukulan
dari rekan sebayanya. Sebagian orang tua biasanya tidak sabar melihat anak kita
disakiti dan memprovokasi anak kita unutuk membalasnya. Hal ini secara tidak
langsung mengajari anak balas dendam. Sebab pada saat itu emosi anak sedang sensitif
dan apa yang kita ajarkan saat itu akan membekas. Jangan kaget bila anak kita
sering membalas atau membalikkan apa yang kita sampaikan kepadanya.
Solusinya:
1. mengajarkan anak untuk menghindari teman-teman yang suka menyakiti.
2. Menyampaikan pada orang tua yang bersangkutan bahwa anak kita sering mendapat perlakuan buruk dari anaknya.
3. ajaklah orang tua anak yang suka memukul untuk mengikuti program parenting baik di radio atau media lainnya.
1. mengajarkan anak untuk menghindari teman-teman yang suka menyakiti.
2. Menyampaikan pada orang tua yang bersangkutan bahwa anak kita sering mendapat perlakuan buruk dari anaknya.
3. ajaklah orang tua anak yang suka memukul untuk mengikuti program parenting baik di radio atau media lainnya.
5. Televisi sebagai agen Pendidikan Anak
Perilaku
anak terbentuk karena ada empat hal antara lain:
1. berdasar kepada siapa yang lebih dulu mengajarkan kepadanya: kita atau TV?
2. oleh siapa yang dia percaya: apakah anak percaya pada kata2 kita atau ketepatan waktu acara atau program-program TV?
3. oleh siapa yang meyampaikannya lebih menyenangkan: apakah kita menasehatinya dengan cara menyenangkan atau program2 TV yang lebih menyenangkan?
4. oleh siapa yang sering menemaninya: kita atau TV?
1. berdasar kepada siapa yang lebih dulu mengajarkan kepadanya: kita atau TV?
2. oleh siapa yang dia percaya: apakah anak percaya pada kata2 kita atau ketepatan waktu acara atau program-program TV?
3. oleh siapa yang meyampaikannya lebih menyenangkan: apakah kita menasehatinya dengan cara menyenangkan atau program2 TV yang lebih menyenangkan?
4. oleh siapa yang sering menemaninya: kita atau TV?
Solusinya:
1. Bangun komunikasi dan kedekatan dengan mengevaluasi 4 hal tersebut yang menjadi faktor pembentuk perilaku anak kita.
2, Menggantinya dengan kegiatan di rumah yang padat bagi anak - anaknya.
3. Gantilah program TV dengan film2 pengetahuan yang lebih mendidik dan menantang mulai dari kartun hingga CD dalam bentuk permainan edukatif.
1. Bangun komunikasi dan kedekatan dengan mengevaluasi 4 hal tersebut yang menjadi faktor pembentuk perilaku anak kita.
2, Menggantinya dengan kegiatan di rumah yang padat bagi anak - anaknya.
3. Gantilah program TV dengan film2 pengetahuan yang lebih mendidik dan menantang mulai dari kartun hingga CD dalam bentuk permainan edukatif.
6. Memberi julukan yang buruk
Kebiasaan memberikan julukan yang buruk pada anak bisa
mengakibatkan rasa rendah diri, tidak percaya diri/mimder, kebencian juga
perlawanan. Adakalanya anak ingin membuktikan kehebatan julukan atau gelar
tersebut pada orang tuanya.
Solusinya
Mengganti julukan buruk dengan yang baik, seperti anak baik, anak hebat, anak bijaksana. Jika tidak bisa biar anak yang memilih sendiri.
7. Menyindir
Mengganti julukan buruk dengan yang baik, seperti anak baik, anak hebat, anak bijaksana. Jika tidak bisa biar anak yang memilih sendiri.
7. Menyindir
Terkadang karena saking marahnya orang tua sering
mengungkapkannya dengan kata2 singkat yang pedas dengan maksud menyindir,
seperti, “Tumben hari gini sudah pulang”, atau “Sering2 aja pulang malem!”
atau”MEmang kamu pikir Mama/Papa in satpam yang jaga pintu tiap malam?”.
Kebiasaan ini tidak akan membuat anak kita menyadari akan per i laku buruknya tapi malah sebaliknya akan mebuat ia semakin menjadi-jadi dan menjaga jarak dengan kita. Kita telah menyakiti hatinya dan membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan kita.
Kebiasaan ini tidak akan membuat anak kita menyadari akan per i laku buruknya tapi malah sebaliknya akan mebuat ia semakin menjadi-jadi dan menjaga jarak dengan kita. Kita telah menyakiti hatinya dan membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan kita.
Solusinya:
Katakanlah secara langsung apa yang kita inginkan dengan kalimat yang tidak menyinggung perasaan, memojokkan bahkan menyakiti hatinya. Katakan saja, “Sayang, Papa/Mama khawatir akan keselamatan kamu lho kalo kamu pulang terlalu malam”. Dan sejenisnya.
Katakanlah secara langsung apa yang kita inginkan dengan kalimat yang tidak menyinggung perasaan, memojokkan bahkan menyakiti hatinya. Katakan saja, “Sayang, Papa/Mama khawatir akan keselamatan kamu lho kalo kamu pulang terlalu malam”. Dan sejenisnya.
8. Mengejek
Orang tua yang biasa menggoda anaknya, seringkali secara
tidak sadar telah membuat anak menjadi kesal. Dan ketika anak memohon kepada
kita untuk tidak menggodanya, kita malah semakin senang telah berhasil
membuatnya kesal atau malu. Hal ini akan membangun ketidaksukaan anak pada kita
dan yang sering terjadi anak tidak menghargai kita lagi. Mengapa? Karena ia
menganggap kita juga seperti teman2nya yang suka menggodanya,
Solusinya:
Jika ingin bercanda dengan anak kita, pilihlan materi bercanda yang tidak membuatnya malu atau yang merendahkan dirinya. Akan jauh lebih baik jika seolah-olah kitalah yang jadi badut untuk ditertawakan. Anak kita tetap aka n menghormati kita sesudah acara canda selesai. Jagalah batas2 dan hindari bercanda yang bisa membuat anak kesal apalagi malu. Bagimana caranya? Lihat ekspresi anak kita. Apakah kesal dan meminta kita segera menghentikannya? Bila ya, segeralah hentikan dan jika perlu meminta maaflah ayas kejadian yang baru terjadi. Katakan bahwa kita tidak bermaksud merendahkannya dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Solusinya:
Jika ingin bercanda dengan anak kita, pilihlan materi bercanda yang tidak membuatnya malu atau yang merendahkan dirinya. Akan jauh lebih baik jika seolah-olah kitalah yang jadi badut untuk ditertawakan. Anak kita tetap aka n menghormati kita sesudah acara canda selesai. Jagalah batas2 dan hindari bercanda yang bisa membuat anak kesal apalagi malu. Bagimana caranya? Lihat ekspresi anak kita. Apakah kesal dan meminta kita segera menghentikannya? Bila ya, segeralah hentikan dan jika perlu meminta maaflah ayas kejadian yang baru terjadi. Katakan bahwa kita tidak bermaksud merendahkannya dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
9.
Menghukum Anak Saat Kita MArah
Hal
yang perlu kita perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memberikan
sanksi atau hukuman apa pun pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada
saat emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, baik dalam
bentuk kata2 maupun hukuman akan cenderung menyakiti dan menghakimi dan tidak
menjadikan anak lebih baik. Kejadin tersebut akan membekas meski ia telah
beranjak dewasa. Anak juga bisa mendendam pada orang tuanya karena sering mendapatkan
perlakuan di luar batas.
Solusinya:
1. bila kita sedang sangat marahm segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk bisa menurunkan amarah kita dengan segera.
2. Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat2ya pada anak kita, dan hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak kita, sementara tujuan pemberian sanksi adalah untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Setelah emosi reda, barulah kita memberikan hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuat. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi atau hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya, seperti mengurangi waktu main game, atau bermain sepeda.
Solusinya:
1. bila kita sedang sangat marahm segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk bisa menurunkan amarah kita dengan segera.
2. Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat2ya pada anak kita, dan hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak kita, sementara tujuan pemberian sanksi adalah untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Setelah emosi reda, barulah kita memberikan hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuat. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi atau hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya, seperti mengurangi waktu main game, atau bermain sepeda.
10. Terpancing Emosi
Jika ada keinginannya yang tidak terpenhi anak sering kali
rewel atau merengak, menagis, berguling dsb, dengan tujuan memancing emosi kita
yang apda kahirnya kita marah atau malah mengalah. Jika kita terpancing oleh
emosi anak, anak akan merasa menang, dan merasa bisa megendalikan orang tuanya.
Anak akan terus berusaha mengulanginya pada kesempatan lain dengan pancingan
emosi yang lebih besar la gi.
Solusinya
Yang terbaik adalah diam, tidak bicara, dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulah anak kita. Bila anak menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak akan mengubah keputusan kita. Bila anak tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakana saja bahwa kita akan mempertimbangkan keputusan kita dengan catatan si anak tidak berulah lagi. Setelah pernyataan itu kita keluarkan, lakukan aksi diam. Cukup tatap dengan mata pada anak kita yang berulah, hingga ia berhenti berulah, Bila proses ini membutuhkan waktu lebih dari 30 menit tabahlah untuk melakukannya. Dalam proses ini kita jangan malu pada orang yang memperhatikan kita; dan jangan pula ada orang lain yang berusaha menolong anak kita yang sedang berulah tadi.. SEKALI KITA BERHASIL MEMBUAT ANAK KITA MENGALAH, MAKA SELANJUTNYA DIA TIDAK AKAN MENGULANGI UNTUK YANG KEDUA KALINYA.
Yang terbaik adalah diam, tidak bicara, dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulah anak kita. Bila anak menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak akan mengubah keputusan kita. Bila anak tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakana saja bahwa kita akan mempertimbangkan keputusan kita dengan catatan si anak tidak berulah lagi. Setelah pernyataan itu kita keluarkan, lakukan aksi diam. Cukup tatap dengan mata pada anak kita yang berulah, hingga ia berhenti berulah, Bila proses ini membutuhkan waktu lebih dari 30 menit tabahlah untuk melakukannya. Dalam proses ini kita jangan malu pada orang yang memperhatikan kita; dan jangan pula ada orang lain yang berusaha menolong anak kita yang sedang berulah tadi.. SEKALI KITA BERHASIL MEMBUAT ANAK KITA MENGALAH, MAKA SELANJUTNYA DIA TIDAK AKAN MENGULANGI UNTUK YANG KEDUA KALINYA.
11. Bicara Tidak Tepat Sasaran
Pernahkah kita menghardik anak dengan kalimat seperti,
“Papa/Mama tidak suka bila kamu begini/begitu!” atau “Papa/Mama tidak mau kamu
berbuat seperti itu lagi!” Namun kita lupa menjelaskan secara rinci dan dengan
baik, hal2 atau tindakan apa saja yang kita inginkan. Anak tidak pernah tahu
apa yang diinginkan atai dibutuhkan oleh orang tuanya dalam hal berperilaku.
Akibatnya anak terus mencoba sesuatu yang baru. Dari sekian banyak percobaan
yang dilakukannya, ternyata selalu dikatakan salah oleh orang tuanya. Hal ini
mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan sengaja melakukan hal2 yang tidak
disukai orang tuanya. Tujuannya untuk mrmbuat orang tuanya kesal sebagia bentuk
kekesalan yang juga ia alami (tindakannya selalu salah di hadapan orang tua).
Solusinya:
Sampaikanlah hal2 atau tindakan2 yang kita inginkan atau butuhkan pada saat kita menegur mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai.Komnikasikan secara intensif hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah megalami dan melakukan segala hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan , ucapkanlah terimakasih dengan tulus dan penuh kasih sayang atas segala usahanya untuk berubah.
Sampaikanlah hal2 atau tindakan2 yang kita inginkan atau butuhkan pada saat kita menegur mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai.Komnikasikan secara intensif hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah megalami dan melakukan segala hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan , ucapkanlah terimakasih dengan tulus dan penuh kasih sayang atas segala usahanya untuk berubah.
12. Menekankan pada Hal2 yang Salah
Kebiasaan ini hampir sama dengan kebiasaan di atas. Banyak
orang tua yang sering mengeluhkan tentang anak2nya tidak akur, suka bertengkar.
Pada saat anak kita bertengkar, perhatian kita tertuju pada mereka, kita
mencoba melerai atau bahkan memarahi. Tapi apakah kita sebagai orang tua
memperhatikan mereka pada saat mereka bermain dengan akur? Kita seringkali
menganggapnya tidak perlu menyapa mereka karena mereka sedang akur. Pemikiran
tersebut keliru, karena hak itu akan memicu mereka untuk bertengkar agar bisa
menarik perhatian orang tuanya,
Solusinya:
Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, missal:”Nha, gitu donk kalau main. Yang rukun….”. Peluklajh mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.
Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, missal:”Nha, gitu donk kalau main. Yang rukun….”. Peluklajh mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.
13.
Papa dan Mama Tidak Kompak
Mendidik abak bukan hanya tanggung jawab para ibu atau bapak
saja, tapi keduanya. Orang tua harus memiliki kata sepakat dalam mendidik
anak2nya. Anak dapat dengan mudah menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang Ibu melarang anaknya menonton TV dan
memintanya untuk mengerjakan PR, namun pada saat yang bersamaan, si bapak membela
si anak dengan dalih tidak mengapa nonton TV terus agar anak tidak stress. Jika
hal ini terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya
setiap kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di
balik pembelaan bapaknya. Demikian juga pada kasus sebaliknya. Oleh karena itu,
orang tua harus kompak dalam mendidik anak. Di hadapan anak, jangan sampai
berbeda pendapat untuk hal2 yang berhubungan langsung dengan persoalan mendidik
anak. Pada saat salah satu dari kita sedang mendidik anak, maka pasangan kita
harus mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik anaknya untuk berlaku baik
terhadap si Kakak, dan si Ayah mengatakan ,”Kakak juga sih yang mulai duluan
buat gara2…”. Idealnya, si Ayah mendukung pernyataan, “Betul kata Mama, Dik.
Kakak juga perlu kamu sayang dan hormati….”
14.
Menakuti Anak
Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para orang tua pada saat
anak menangis dan berusaha untuk menenangkannya. Kita juga terbiasa mengancam
anak untuk mengalihkan perhatiannya, “Awas ada Pak Satpam, ga boleh beli mainan
itu!” Hasilnya memang anak sering kali berhenti merengek atau menangis, namun
secara tidak sadar kita telah menanamkan rasa takut atau benci pada institusi
atau pihak yang kita sebutkan.
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.
15.
Selalu Menuruti Permintaan Anak
Kasus ini biasanya terjadi pada orang tua yang mempunyai anak
si mata wayang, anak laki2 atau perempuan yang diharapkan, anak yang didamba.
Orang tua cenderung menerapkan open bar, mau apa saja boleh. Makin hari
tuntutan anak semakin aneh2 dan kuat. Akibatnya kita akan kesulitan membendung
keinginannya. Kelak anak yang dididik dengan cara demikian akan menjadi anak
yang super egois, tidak kenal toleransi, tidak bisa bersosialisasi. Sebenranya
rasa sayang tidak harus ditunjukkan dengan menuruti kemauannya, tapi kitaharus
mengajrainya nilai baik dan buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan
tidak boleh. Kita harus selalu menerapkan pola asuh sesuai tipologi sifat
dasarnya.
16. Terlalu Banyak LArangan
Ini adalah kebalikan dari kebiasaan di atas. Bila Kita
termasuk orang tua yang berkombinasi Melankolis dan Koleris, kita mesti
berhati2 karena biasanya kombinasi ini menghasilkan jenis orang tua yang
“Perfectionist”. Orang tua jenis ini cenderung ingin menjadikan anak kita
seperti apa yang kita inginkan secara SEMPURNA, kita cenderung membentuk anak
kita sesuai dengan keinginan kita; anak kita harus begini tidak boleh begitu;
dilarang melakukan ini dan itu.
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik dengan cara menyakiti diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan perlawanan tersembunyi (jika anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita tipe ekspresif keras). Oleh karena itu, kurangilah sifat perfeksionis kita, Berilah izin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog agar kita bisa melihat dan memahami sudut pandang orang lain. Bangunlah situasi saling mempercayai antara anak dan kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan dengan meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2 untuk memberikan batas yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9 malam harus sudah tiba di rumah. Jika kemungkinan pulang terlambar, segera beri tahu Papa/Mama.
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik dengan cara menyakiti diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan perlawanan tersembunyi (jika anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita tipe ekspresif keras). Oleh karena itu, kurangilah sifat perfeksionis kita, Berilah izin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog agar kita bisa melihat dan memahami sudut pandang orang lain. Bangunlah situasi saling mempercayai antara anak dan kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan dengan meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2 untuk memberikan batas yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9 malam harus sudah tiba di rumah. Jika kemungkinan pulang terlambar, segera beri tahu Papa/Mama.
17. Ucapan dan Tindakan Tidak Sesuai
Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidk anak.
Konsisten merupakan keseuaian antara yang dinyatakan dan tidakan. Anak memiliki
ingatan yang tajam terhadap suatu janji, dan ia sanga menghormati orang-orang
yang menepati janji baik untuk beri hadiah atau janji untuk memberi sanksi. So,
jangan pernah mengumbar janji ada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia
mengikuti permintaan kita seperti segera mandi, selalu belajar, tidak menonton
televise. Pikirlah terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar
bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi
segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan
apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
18. Hadiah untuk Perilaku yang Buruk
18. Hadiah untuk Perilaku yang Buruk
Acapkali kita tidak konsisten dengan pernyataan yang pernah
kita nyatakan. Bila hal ini terjadi, tanpa kita sadari kita telah mengajari
anak untuk melawan kita. Contoh klasik dan sering terjadi adalah pada saat kita
bersama anak di tempat umum, anak merengek meminta sesuatu dan rengekennya
menjadi teriakan dan ada gerak perlawanan. Anak terus mencari akal agar
keinginnanya dikabulkan, bahkan seringkali membuat kita sebagai orang tua malu.
Pada saat inilah kita seringkali luluh karena tidak sabar lagi dengan rengekan
anak kita. Akhirnya kita mengiyakan keinginan si Anak. “Ya sudah; kamu ambil
satu permennya. Satu saja ya!”
Pernyataan tersebut adalah sebagai hadiah bagi perilaku buruk si Anak. Anak akan mempelajarinya dna menerapkannya pada kesempatan lain bahkan mungkin dengan cara yang lebih heboh lagi.
Menghadapi kondisi seperti ini, tetaplah konsisten; tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai orang tua yang kikir atau tega. Orang beefikir demikian belum membaca buku tentang ini dan mengalami masalah yang sama dengan kita. Ingatlah selalu bahwa kita sedang mendidik anak, Sekali kite konsisten anak tak akan pernah mencobanya lagi. Tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apapun alasannya, jangang pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.
Pernyataan tersebut adalah sebagai hadiah bagi perilaku buruk si Anak. Anak akan mempelajarinya dna menerapkannya pada kesempatan lain bahkan mungkin dengan cara yang lebih heboh lagi.
Menghadapi kondisi seperti ini, tetaplah konsisten; tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai orang tua yang kikir atau tega. Orang beefikir demikian belum membaca buku tentang ini dan mengalami masalah yang sama dengan kita. Ingatlah selalu bahwa kita sedang mendidik anak, Sekali kite konsisten anak tak akan pernah mencobanya lagi. Tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apapun alasannya, jangang pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.
19. Merasa Bersalah Karena Tidak Bisa Memberikan
yang Terbaik
Kehidupan metropolitan telah memaksa sebagian besar orang tua
banyak menghabiskan waktu di kantor dan di jalan raya daripada bersama anak.
Terbatasnya waktu inilah yang menyebabkan banyak orang tua merasa bersalah atas
situasi ini. Akibat dari perasaan bersalah ini, kita, para orang tua menyetujui
perilaku buruk anaknya dengan ungkapan yang sering dilontarkan, “Biarlah dia seperti
ini mungkin akrena saya juga yang jarang bertemu dengannya…”
Semakin kita merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering ia melakukannya. Sebagian besar perilaku anak bermasalah yang pernah saya (=penulis) hadapi banyak bersumber dari cara berpikir orang tuanya yang seperti ini.
Semakin kita merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering ia melakukannya. Sebagian besar perilaku anak bermasalah yang pernah saya (=penulis) hadapi banyak bersumber dari cara berpikir orang tuanya yang seperti ini.
Solusinya:
Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Kita tidak bisa membandingkan kondisi sosial ekonomi dan waktu kita dengan orang lain. Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang yang punya kelebihan pada sapek finansial tapi miskin waktu bertemu dengan anak, dan sebaliknya. Jangan pernah memaklumi hal yang tidak baik. Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu; gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya antara sisa2 tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan keluarga kita, anak akan terbiasa.
Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Kita tidak bisa membandingkan kondisi sosial ekonomi dan waktu kita dengan orang lain. Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang yang punya kelebihan pada sapek finansial tapi miskin waktu bertemu dengan anak, dan sebaliknya. Jangan pernah memaklumi hal yang tidak baik. Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu; gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya antara sisa2 tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan keluarga kita, anak akan terbiasa.
20.
Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak
dan sepaham satu sama lain dalam mendidik anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak
ke-3 yang muncul dan cenderung membela si anak. Pihak ke-3 yang dimaksud
seperti kakek, nenek, om, tante, atau pihak lain di luar keluarga inti.
Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan Mama tidak Kompak),
dampak ke anak tetap negatif bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar
keluarga inti yang ikut mendidik pada saat keluarga inti mendidik;Anak
akancenderung berlindung di balik orang yang membelanya. Anak juga cenderung
melawan orang tuanya.
Apa
yang sebaiknya kita harus lakukan saat ini…?
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua si anak. BErikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua si anak. BErikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
21.
Mengumpan Anak yang Rewel
Pada saat anak marah, merengek atau menangis, meminta sesuatu
de ngan memaksa, kita biasanya mengalihkan perhatiannya kepada hal atau barang
lain. Hal ini dimaksudkan supaya anak tidak merengek lagi. Namun yang terjadi
malah sebaliknya, rengekan anak semakin menjadi-jadi. Contohnya, anak menangis
karena ia minta dibelikan mainan, Kemusian kita berusaha membuatnya diam dengan
berusaha mengalihkan perhatiannya seperi, ” Tuh lihat tuh ada kakak pake baju
warna apa tuh…”atau” Lihat ini lihat, gambar apa ya lucu banget?”
Ingatlah selalu, pada saat anak kita sedang fokus pada apa
yang diinginkannya, ia akan memancing emosi kita dan emosinya sendiri akan
menjadi sensitif. Anak kita pada umumnya adalah anak yang cerdas. ia tidak
ingin diakihkan ke hal lain jika masalah ini belum ada kata sepakat
penyelesaiannya. Semakin kita berusaha mengalihkan ke hal lain, semakin marah
lah anak kita.
Apa
yang sebaiknya harus dilakukan saat ini…?
Selesaikan apa yang diinginkan oleh anak kita dengan membicarakannya dan membuat kesepakatan di tempat, jika kita belum sempat membuat kesepakatan di rumah. Katakan secara langsung apa yang kita inginkan terhadap permintaan anak tesebut, seperti “Papa/Mama belum bisa membelikan mainan itu saat ini. Jika kamu mau harus menabung lebih dahulu. Nanti Papa/Mama ajari cara menabung. Bila kamu terus merengak kita tidak jadi jalan-jalan dan langsung pulang.” Jika kalimat ini yang kita katakan dan anak kita tetap merengek, segeralah kita pulang meski urusan belanja belum selesai, Untuk urusan belanja kita masih bisa menundanya. Tapi jangan sekali-kali menunda dalam mendidik anak.
Selesaikan apa yang diinginkan oleh anak kita dengan membicarakannya dan membuat kesepakatan di tempat, jika kita belum sempat membuat kesepakatan di rumah. Katakan secara langsung apa yang kita inginkan terhadap permintaan anak tesebut, seperti “Papa/Mama belum bisa membelikan mainan itu saat ini. Jika kamu mau harus menabung lebih dahulu. Nanti Papa/Mama ajari cara menabung. Bila kamu terus merengak kita tidak jadi jalan-jalan dan langsung pulang.” Jika kalimat ini yang kita katakan dan anak kita tetap merengek, segeralah kita pulang meski urusan belanja belum selesai, Untuk urusan belanja kita masih bisa menundanya. Tapi jangan sekali-kali menunda dalam mendidik anak.
C. Kesimpulan
Ternyata perilaku
orang tua selama ini adalah keliru dan harus segera dibenahi, agar generasi
penerus kita lebih baik dari generasi kita pada saat ini.
Billahi fii sabilil haq, berfastabiul
khairat. Nuuuun wal qolami wama yasthurun.
Wallahu ‘alam….
D. Daftar
Pustaka
Sumber:
http://asruni.myblogrepublika.com/2009/09/15/37-kebiasaan-orang-tua-menghasilkan-perilaku-buruk-pada-anak/
MATA KULIAH : KONSEP DASAR AUD
DOSEN : IKA BUDI MARYATUN, M.Pd.






MATA KULIAH : KONSEP DASAR AUD
DOSEN : IKA BUDI MARYATUN, M.Pd.
Assalamu ‘alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirrobbil ‘alamiin segala puji
syukur kita kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kita dapat
menjalankan tugas sehari-hari juga kami dapat melaksanakan tugas observasi dan
dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa salam dan shalawat semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang kelak kita
nantikan syafaat dari Beliau di akhir jaman dan semoga kita menjadi pengikutnya
sampai akhir jaman. Amiiin.
Kami telah
melaksanakan tugas observasi secara perorangan, masing-masing anggota kelompok
kami telah melaksanakan observasi ke 3 anak dengan klasifikasi umur 4-5 tahun
dan 5-6 tahun yang bertempat tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa tengah, antara lain:
Kabupaten Gunungkidul
1.
Dusun Kepek II, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari
2.
Dusun Playen, Desa Playen, Kecamatan Playen
Kabupaten Bantul
1. Dusun Pelem Sewu, Desa Panggongharjo, Kecamatan
Sewon
2. Dusun Mutihan, Desa Wirokerten, Kecamatan
Banguntapan
3.
Dusun Sarirejo, Desa Singosaren, Kecamatan Banguntapan
4.
Dusun Mertosanan, Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan
Prov
Jawa tengah
1. Dusun Palar, Desa Palar, Kecamatan
Trucuk, Kabupaten Klaten
2. Desa Danurejo, Kecamatan Kedu,
Kabupaten Temanggung
Dengan
makalah ini, sebagai bukti kami sudah melaksanakan observasi sekaligus untuk
menyatakan semua hasil yang sudah tercantum di makalah ini adalah benar dan
semoga juga dengan makalah ini juga dapat berguna bagi diri sendiri dan oranglain.
Akhirul
kalam, billahi fii sabilil haq berfastabiqul khairat. Nuuun wal qolami wama
yasthurun.
Wassalamu
’alaikum Wr.Wb.
Yogyakarta,
15 Muharram 1431 H
01 Januari 2010 M
PANDUAN OBSERVASI
Usia : 4-5 tahun dan 5-6 tahun
Fokus
observasi : Konversi Zat cair
![]() |
![]() |
1. Isi gelas sama tidak?
2. Kenapa?
![]() |
1. Isi gelasnya sama tidak?
2.
Mana yang lebih banyak?
Mana yang lebih banyak?
3. Kenapa?
Bahan-bahan:
a. Gelas transparan dengan ukuran yang sama (
2 buah )
b. Gelas transparan ukurannya lebih besar dan
satunya lebih rendah tetapi besarnya Insya Allah masih sama.
c.
Air yang berwarna mencolok ( sirup atau marimas)
HASIL
OBSERVASI
1. Nama :
Ristyanti Nugraheni
NIM : 09111244008
Tempat
observasi : Playen Gunungkidul, DIY
Umur obyek : 4 – 5 tahun
Hasil :
![]() |
![]() |
1 Dek, isi gelasnya sama tidak?
2 Kenapa?
![]() |
1.Isi gelasnya sama tidak?
2.
Mana yang lebih banyak?
Mana yang lebih banyak?
3.Kenapa?
Anak 1. Rifaldi Adnan
( 4 tahun 2 bulan)
Gambar 1.
1.
Jawabannya
: ”sama mbak”
2.
Jawabannya : (anak tidak menjawab, hanya tersenyum)
Gambar 2.
1.
Jawabannya : ”tidak mbak”
2.
Jawabannya : ”gelas itu mbak!!” (sambil menunjuk gelas yang tinggi)
3.
Jawabannya : ”gelasnya khan panjang mbak.!”
Anak 2. Nawal
Nugraha ( 5 tahun )
Gambar 1.
1.
Jawabannya : ”sama mbak”
2.
Jawabannya : (anak tidak menjawab, hanya tersenyum)
Gambar 2.
1.
Jawabannya : ”sama mbak”
2.
Jawabannya : ”sama semua mbak”
3.
Jawabannya : ”Iya mbak, lha tadi Cuma dituangkan kok”
Anak 3. Inggrid Agnesa A. W. (4 tahun 6 bulan)
Gambar 1.
1.
Jawabannya : ”sama”
2.
Jawabannya : ”isinya sama mbak”
Gambar 2.
1.
Jawabannya : ”sama”
2.
Jawabannya : ”sama mbak”
3.
Jawabannya : (anak tidak menjawab)
Kesimpulan awal :
Anak pada
umur antara 4-5 tahun sudah dapat membedakan perbedaan karena ia melihat
langsung, tetapi biasanya si anak belum tahu alasannya.
2. Nama : Janie Fakhrubissa P.
NIM :
09111244009
Tempat observasi : Mertosan Kulon, Potorono, Banguntapan, Bantul
Umur obyek : 4- 5 tahun
Hasil :
![]() |
![]() |
3. Isi gelas sama tidak?
4. Kenapa?

1.
Isi gelasnya sama tidak?
Isi gelasnya sama tidak?
2. Mana yang lebih banyak?
3. Kenapa?
Anak 1. Desta Kusno Rizky
Gambar 1.
1.
Jawaban:
sama
2.
Jawabannya:
karena isinya sama
Gambar
2.
1.
Jawaban:
tidak
2.
Jawaban:
gelas yang pendek
3.
Jawaban:
Karena cuma dipindah di gelas yang lebih pendek
Anak 2. Lina Kusumawati
Gambar
1.
1. Jawaban : sama
2. Jawaban : karena isinya sama
Gambar
2.
1. Jawaban : sama
2. Jawaban : gelasnya yang panjang
3. Jawaban : karena cuma dipindah ke gelas
yang lebih pendek
Anak 3. Rahma Salsabila
Gambar
1.
1. Jawaban : sama
2. Jawaban : karena isinya sama
Gambar
2.
1. Jawaban : sama
2. Jawaban : yang lebih panjang
3. Jawaban : karena cuma dipindah ke gelas
yang lebih pendek
Kesimpulan :
Anak yang
berusia diantara 4-5 tahun sudah bisa bisa membedakan perbedaan, contoh yang
kongkrit yakni membedakan isi gelas pada observasi ini.
3. Nama : Vetti Priskilla
Wardani
NIM :
09111244022
Tempat observasi : Danurejo, Kedu, Temanggung, Jawa Tengah
Umur obyek :
5-6 tahun
Hasil :
![]() |
![]() |
1. Isi gelas sama tidak?
2. Kenapa?

1.
Isi gelasnya sama tidak?
Isi gelasnya sama tidak?
2. Mana yang lebih banyak?
3. Kenapa?
Anak 1. Elisa Novia Wulandari (5 tahun 10 bulan)
Gambar 1.
1. Jawabannya : ”sama”
2. Jawabannya : ”karena banyak
airnya sama”
Gambar 2.
1. Jawabannya : ”sama”
2. Jawabannya : ”sama”
3. Jawabannya : ”ya sama:”
Anak 2. Usa Putri Ramadani (5 tahun)
Gambar 1.
1. Jawabannya : ”sama”
2. Jawabannya : ”karena pokonya
sama”
Gambar 2.
1. Jawabannya : ”tidak sama”
2. Jawabannya : ”lebih banyak yang
gelas 1”
3. Jawabannya : ”karena air di
gelas A lebih tinggi
Anak 3. Nanda Rakasukma Yudhistira (5 tahun 11 bulan)
Gambar 1.
1. Jawabannya : ”sama”
2. Jawabannya : ”karena banyak air
dalam kedua gelas sama”
Gambar 2.
1.
Jawabannya
: ”sama”
2.
Jawabannya
: ”sama”
3.
Jawabannya
: ”karena air tadi Cuma dituangkan aja, jadi tetap sama”
Kesimpulan :
4. Nama : Immawan Muhammad
Arif
NIM : 09111244030
Tempat observasi :
Kepek II, Kepek, Wonosari Gk dan Karangmalang UNY
Umur obyek :
4 - 5 tahun
Hasil
![]() |
![]() |
1. Isi gelas sama tidak?
2. Kenapa?

1.
Isi gelasnya sama tidak?
Isi gelasnya sama tidak?
2. Mana yang lebih banyak?
3. Kenapa?
Anak 1. Muhammad Hasan
Gambar 1.
1. Jawaban : sama
2. Jawaban : karena ya sama
Gambar 2.
1. Jawaban : ”sama”
2. Jawaban : ”sama”
3. Jawaban : ”karena ya wong mung dipindahke
thok kok”
Anak 2. Muhammad Husein
Gambar 1.
1. Jawaban : ”sama”
2. Jawaban : ”karena ya sama”
Gambar 2.
1. Jawaban : ”nggak”
2. Jawaban : ”yang gemuk”
3. Jawaban : ”karena kelihatannya lebih
penuh dech”
Anak 3. Roihan bina Immawan
Gambar 1.
1. Jawabannya : ”sama”
2. Jawabannya : ”nggak tau”
Gambar 2.
1. Jawabannya : ”nggak”
2. Jawabannya : ”yang tinggi”
3. Jawabannya : (diam, langsung lari)
Kesimpulan :
Anak pada
usia ini lumayan sudah mengetahui perbedaan tentang zat cair lansung dengan
mata kepalanya, tetapi belum bisa mengungkapkan alasannya.
5. Nama : Endah Prayuanti
NIM :
09111244036
Tempat observasi : Pelem Sewu, Panggongharjo, Sewon, Bantul, DIY
Umur obyek :
4 – 5 tahun
Hasil :
![]() |
![]() |
1. Isi gelas sama tidak?
2. Kenapa?

4.
Isi gelasnya sama tidak?
Isi gelasnya sama tidak?
5. Mana yang lebih banyak?
6. Kenapa?
7.
Anak 1. Velisa Amelia Nurlitasari ( 4 tahun )
Gambar 1.
1.
Jawaban
: sama
2.
Jawaban
: karena gak tahu
Gambar
2.
1. Jawaban : tidak
2. Jawaban : yang tinggi
3. Jawaban : karena gak tahu
Anak 2. Raihan
Aqsa Suryabrata ( 5 tahun
)
Gambar
1.
1. Jawaban : sama
2. Jawaban : karena isinya sama
Gambar 2.
1. Jawaban : tidak
2. Jawaban : lebih banyak yang pendek
3. Jawaban : karena isinya penuh
Anak 3.
Endfath Rozyuanti ( 5 tahun )
Gambar 1.
1. Jawaban : sama
2. Jawaban : karena sama
Gambar 2.
1. Jawaban : sama
2. Jawaban : sama
3. Jawaban : karena yang satu gemuk, yang
satu kurus tapi tinggi
Kesimpulan
Anak pada usia 4- 5 tahun sudah
bisa membedakan perbedaan yang secara kongkrit tapi mereka tidak tahu
alasannya.
6. Nama : Mita Nugraheni
NIM :
09111244041
Tempat observasi : Palar, Palar, Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
Umur obyek :
5-6 tahun
Hasil :
![]() |
![]() |
1. Isi gelas sama tidak?
2. Kenapa?

1.
Isi gelasnya sama tidak?
Isi gelasnya sama tidak?
2. Mana yang lebih banyak?
3. Kenapa?
Anak 1. Derry Pratama Yudha ( 5 tahun 2
bulan)
Gambar 1.
1. Jawaban : ”sama”
2. Jawaban : ”karena isinya sama”
Gambar
2.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”sama”
3.
Jawaban
: karena isinya sama banyak”
Anak 2. Cahya
Nugraha ( 5 tahun)
Gambar
1.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”karena dilihat sama
Gambar 2.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”sama”
3.
Jawaban
: ”karena tinggi airnya sama”
Anak 3.
Irfan Prihara (5 tahun 5 bulan)
Gambar 1.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”dilihat sama”
Gambar 2.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”sama”
3.
Jawaban
: ”karena jumlah airnya sama”
Kesimpulan :
Anak pada usia umur diantara 5-6 tahun sudah bisa
membedakan perbedaan zat cair sekaligus mengunkapkan alasan-alasannya walaupun
alasannya itu tidak sempurna
7. Nama : Reni Tri Rahayu
NIM :
09111244036
Tempat observasi : Mutihan, Wirokerten dan Sarirejo, Singosaren
Banguntapan, Bantul
Umur obyek :
5-6 tahun
Hasil :
![]() |
![]() |
1. Isi gelas sama tidak?
2. Kenapa?

1.
Isi gelasnya sama tidak?
Isi gelasnya sama tidak?
2. Mana yang lebih banyak?
3. Kenapa?
Anak 1. Daffa Rizqi Ardian (5 tahun)
Gambar 1.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”soalnya gelasnya sama”
Gambar
2.
1.
Jawaban
: ”nggak”
2.
Jawaban
: ”gelas yang gendut”
3.
Jawaban
: ”soalnya airnya banyak”
Anak 2. Kayla
(5 tahun)
Gambar
1.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”karena tingginya sama”
Gambar 2.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”sama”
3.
Jawaban
: ”karena khan tadi dipindah dari gelas yang sama”
Anak 3.
Nafisah (5 tahun)
Gambar 1.
1.
Jawaban
: ”sama”
2.
Jawaban
: ”khan gelasnya sama”
Gambar 2.
1.
Jawaban
: ”nggak”
2.
Jawaban
: ”yang tinggi”
3.
Jawaban
: ”gak tau”
Kesimpulan :
Anak pada usia sekitar 4-5 tahun,
anak sudah bisa membedakan perbedaan dengan melihat langsung tetapi belum tau
alasnnya
KESIMPULAN
AKHIR
Dari observasi ini, ternyata bisa
dapat kami tarik kesimpulan, antara lain sebagai berikut:
1.
Anak pada usia berumur antara 4-5 tahun, sebagian ada yang sudah bisa membedakan
perbedaan ukuran pada suatu ruangan dan bisa melihat dan mentyimpulkan jelas ada
bedanya karen mereka melihatnya langsung dengan indera penglihatannya (secara
kongkrit) walaupun belum bisa mengetahui alasan-alasan dari jawaban mereka itu.
2. Anak pada usia berumur antara 5-6 tahun,
sedikit lebih ada perbedaan yang lebuh kemajuan dari anak berumur sekitar 4- 5
tahun di atas. Pada usia ini anak bisa membedakan ukuran pada suatu ruangan
tertentu ke ruangan yang lainnya, yang pada konteks ini adalah gelas. Dan pada
usia ini pulalah mereka sudah bisa menjelaskan dari jawaban mereka.
SEMESTER 2
MATA KULIAH : BAHASA INDONESIA
SEMESTER 2
MATA KULIAH : BAHASA INDONESIA
Seni Vokal untuk Anak Usia Dini adalah salah satu mata kuliah yang kami
pelajari di semester 2 kali ini, mata kuliah ini hanya berjumlah 2 SKS dari
jumlah paket SKS yang sudah disediakan oleh pihak fakultas, mata kuliah ini
diberikan konon katanya guru-guru PAUD dan atau TK harus wajib mempunyai
beberapa keterampilan, contohnya Seni Vokal. Oleh karena alasan itulah pada semester ini mata kuliah Estetika Seni Vokal
untuk Anak Usia Dini diberikan.
Saya memilih mata kuliah ini
dari beberapa mata kuliah yang ada, baik yang sudah maupun yang baru saya lalui
karena saya sejak dahulu memang sudah tertarik dengan seni vokal. Ketertarikan
saya terhadap mata kuliah ini karena saya sejak dahulu menyukai dengan namanya
musik, cara menyanyikannya, keharmonisan antara komponen seni vocal yang ada.
Musik adalah salah satu cara
yang jitu untuk dapat memikat manusia dewasa, musik juga bisa membuat pengaruh
manusia kepada kebaikan maupun keburukan. Selain itu juga dengan musik pulalah
manusia yang semula merasa suntuk, stres, pusing, bete bisa menjadi
fresh, riang dan gembira. Akhir-akhir ini musik menjadi primadona acara di
televisi setelah sinetron, penulis mencoba mengambil contoh acara-acara musik
di televisi, diantaranya: Dering’s, Hip-hip hura-hura di SCTV, Idola Cilik di
RCTI dan lain-lain.
Sungguh ironi dengan maraknya
acara-acara musik di televisi pada saat ini, lagi-lagi anak-anak kecil menjadi
korban. Bisa diambil contoh yaitu pada acara “Idola Cilik” di RCTI, memang anak
di situ bisa dilatih keberanian untuk menyanyi di hadapan orang banyak tetapi
toh lagunya tidak sesuai dengan perkembangan umurnya. Anak diantara 6-15 tahun
disuruh menyanyikan lagu-lagu dewasa, misalkan tentang percintaan,
perselingkuhan dan lain-lain. Padahal menurut teori-teori yang selama ini saya
pelajari di kelas tentang perkembangan anak berumur 6-15 tahun adalah
perkembangan untuk mencari jati dirinya. Anak antara umur 6-15 tahun sudah
dikenalkan lagu-lagu tentang dewasa, bagaimana nasib perkembangan anak-anak itu
di usia beranjak dewasa kelak?
Musik yang sudah terbukti
sebagai salah satu cara untuk mempercepat memicu tumbuhnya sel-sel syaraf pada
otak manusia. Begitu pula pada anak yang berusia 0-6 tahun, yang katanya anak
pada usia ini belajar dengan cara bermain, bersenang-senang dan harus dengan
riang gembira. Dengan musik pulalah kita bisa memperkenalkan akhlak-akhlak
terpuji kemudian kita latihkan lalu terakhir adalah membiasakan pada diri si
anak dalam kegiatan sehari-hari dengan kegiatan yang nyata.
Jadi marilah kita fastabiqul
khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) untuk menjadikan musik sebagai
salah satu cara untuk perkembangan si anak usia berumur 0-6 tahun baik itu
berupa kepintaran dalam segi intelektual, moral, nasionalisme, dan
spiritualisme. Selain itu tantangan kita ke depan adalah bagaimana kita bisa
mencari, memilih, dan memperkaya khasanah tentang musik anak-anak. Lebih baik
lagi kita bisa membuat lagu sendiri yang cocok untuk anak usia dini yang
tentunya tetap berpegang pada kebijakan lokal dan moral. Nuun wal qolami
wama yasthurun (Demi pena dan segala yang dituliskan-Nya)
Wallahu ‘alam bishowab.
MATA KULIAH : ESTETIKA DASAR TARI UNTUK ANAK USIA DINI
DOSEN : JOKO PAMUNGKAS, M.Pd.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
MATA KULIAH : ESTETIKA DASAR TARI UNTUK ANAK USIA DINI
DOSEN : JOKO PAMUNGKAS, M.Pd.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Istemewa Yogyakarta merupakan salah satu
provinsi di Negara Kesatuan Repubik Indonesia yang mempunyai keistemewaan yang
patut dibanggakan, kemudian dilestarikan, dan lalu dikembangkan. Yang jika
dilihat luas provinsi ini memang tidak sebesar dari Negara Singapura, provinsi
ini hanya mempunyai 4 kabupaten dan 1 kotamadya yakni Kabupaten Gunungkidul,
Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Kotamadya Yogya. Akan tetapi jika dilihat dari
segi kreatifitas dan hasil budanya, Provinsi DIY ini termasuk provinsi yang
produktif dan mempunyai hasil budaya yang patut dibanggakan, dengan mempunyai
beberapa julukan kota, antara lain: Kota Gudeg, Kota Pariwisata, Kota Pelajar
dan Kota Budaya, bahkan pernah ada kabar Sri Sultan Hamengku Buwono akan
menamakan satu lagi julukan untuk provinsi ini yakni dengan sebutan Serambi
Madinah.
Selain itu, Provinsi DIY juga menduduki beberapa
peringkat yang patut dibanggakan, antara lain: Peringkat pertama dalam hal
kebersihan dalam korupsi (IWC), termasuk kategori kota paling bersih dan
nyaman, peringkat kedua dalam hal kepadatan penduduk setelah Provinsi DKI
Jakarta, peringkat pertama dalam hal menekankan dan suksesi program KB. Menurut
data Sensus Penduduk 2005, penduduk di Provinsi DIY kebanyakan dari umur yang
belum produktif, antara usia 0-20 tahun. Jika digambarkan akan membentuk
piramida, yang paling banyak penduduk DIY berada pada usia 0-6 tahun (usia
PAUD).
B. Rumusan Masalah
Akan tetapi masalah ini jangan dipermasalahkan,
karena suatu negara yang mempunyai generasi penerus yang banyak dengan dibarengi kualitasnya Insya Allah negara
itu akan maju, bahkan akan lebih sejahtera. Yang seharusnya dipermasalahkan dan
harus ditemukan jalan keluarnya adalah bagaimana kita bisa meningkatkan
kualitas generasi penerus bangsa dengan dimulai dari Anak Usia Dini (0-6
tahun). Dengan meningkatkan kualitas anak usia dini ini seharusnya melalui
pendidikan, yang didukung dengan kurikulum yang tepat, pendidik yang memadai
dan cara proses mengajar yang sesuai dengan perkembangan usia si anak usia
dini. Dengan mengembangkan potensi si anak usia ini seharusnya harus tetap pada
akar budaya di mana si anak tinggal, dengan mengenalkan semua aspek yang
positif ke anak pastinya harus tetap dengan suasana yang gembira dan ceria,
salah satunya melalui dengan bermain untuk belajar karena dunia anak adalah
bermain anak yang didukung dengan suasana yang gembira dan ceria.
NKRI berada di tengah-tengah putaran ekonomi
dunia, karena terletak diantara 2 benua yakni Benua Asia dan Benua Australia
juga terletak diantara 2 samudra yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Oleh
karena itu tidaklah mungkin jika Indonesia akan menghindar dan menutup diri dari
Jaman Globalisasi, salah satunya dibuktikan dengan adanya perjanjian
perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China. Dengan
perjanjian ini maka barang-barang made in
china mulai membanjiri di Indonesia; mulai dari batik, barang-barang
elektronik, sepeda motor bahkan permainan anak-anak. Lagi-lagi anak menjadi
korban kembali dengan. Oleh karena itu makalah ini, saya beri judul dengan: ”Mungkinkah Dolanan Anak Tradisional akan
bertahan di era globalisasi...??”
BAB II
PEMBAHASAN
A. Maksud dari Anak Usia Dini
Masa-masa usia dini (0-6 tahun) merupakan salah
satu masa terpenting dalam kehidupan manusia yang istilah populer dalam Bahasa
Inggris golden age (usia keemasan), janganlah
membiarkan si anak akan ketinggalan masa-masa golden agenya. Karena, masa-masa ini anak akan menemukan,
mengembangkan dan mempraktekkan langsung tentang kreatifitas, kepintaran,
bersosialisasi dan masih banyak lainnya kemampuan dasar mereka. Masa ini berbeda
dari masa-masa yang sudah melewati usia keemasannya baik itu sifat, waktu dan
pengalaman dalam mengolah kreatifitasnya, karena pada usia ini merupakan
tumpuan bagi masa selanjutnya. ”Pada masa ini terletak pengembangan kepintaran
anak, bertunasnya pembawaan-pembawaan anak, kecenderungan minat bakatnya, perkembangan
pengetahuannya, penampakan perasaannya, penampilan aktivitas inderawinya,
penampilan akar-akar kemampuannya, persiapan pergaulan hidupnya baik keacuhan
maupun kepeduliannya, pemilahan kecenderungannya yang baik maupun yang buruk.”
(Hasan Baryagis, 2005 : 5).
(Diambil
dari makalah Nurhayati, Atiek Fitri. 2009.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta)
B. Pentingnya Pendidikan untuk Anak Usia Dini
Masa-masa anak usia dini inilah seharusnya anak
dapat dimaksimalkan semua aspek perkembangannya: moral dan agama, kecerdasan
intelektualnya, kreatifitasnya, sosial, dan seninya. Menurut undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa
pendidikan adalah ”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” ( pasal 1, butir 1).
Sedangkan pendidikan anak usia dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut ( pasal 1, butir 14).
Yang tentunya dalam pelaksanaannya pendidikan anak
pada usia dini ini tidak akan mungkin jika akan meninggalkan kebudayaan tempat
di mana anak berada, karena pendidikan tidak akan lepas dari adanya kebudayaan
yang ada di sekitrnya.
B. Pengertian Dolanan
Menurut beberapa tokoh, dolanan bisa diartikan
sebagai berikut:
a.
Sri
Sultan Hamengku Buwono X
” Dolanan adalah diciptakan sendiri dan dolanan merupakan warisan
orangtuanya”
b.
Kak
Seto Mulyadi
” Bermain ada yang aktif dan pasif”
c.
dr.
Heddy
Dolanan adalah:
ü
Suatu
peristiwa untuk dewasa
ü
Suatu
perbandingan yang menghasilkan menang dan kalah (dalam hal ini mengajarkan
sportifitas pada diri si anak)
ü
Perwujudan
diri si anak dari rasa cemas dan marah
ü
Suatu
hal yang tidak penting bagi masyarakat tetapi sangat penting bagi anaknya
(Pamungkas,Joko. Dalam waktu perkuliahan materi
dolanan dalam my catatan di kelas
PAUD B)
C. Fungsi Dolanan
Adapun fungsi dolanan, adalah diantaranya sebagai
berikut:
a. Rekreatif
adalah dengan dolanan tradisional ini membawa
anak-anak dan membuat mereka dengan rasa gembira dan senang
b. Membina fisik
adalah dimana dengan dolanan tradisional ini anak
dapat melatih fisik mereka, dalam hal ini ditandai dengan munculnya keringat
pada diri si anak.
c. Melatih keterampilan
adalah dengan dolanan tradisional ini anak
membiasakan dan menemukan bebarapa kesulitan, dengan kesulitan itu si anak
dengan sendirinya dan atau dibantu oranglain yang sesuai dengan perkembangan
usianya dapat memecahkan kesulitan tersebut
d. Melatih ketelitian
adalah dengan dolanan tradisional selain dapat
melatih keterampilannya juga dapat melatih ketelitian, yakni si anak akan
berlatih kapan memulai dan mengakhiri suatu dolanan agar tepat dan tidak akan
kalah maupun berhentinya suatu permainan.
Contoh: lompat tali
e. Mengasah konsentrasi
adalah dengan dolanan tradisional ini anak-anak
tanpa disuruh dan dipaksakan, mereka akan terlatih dan terbiasa untuk
berkonsentrasi, dengan sendirinya dan atau dengan bantuan teman-temannya.
Biasanya dolanan ini mengenalkan dan mengajarkan bagaimana cara bermain dalam
jumlah banyak atau kelompok.
Contoh: Gobak sodor
f. Belajar kesenian
adalah anak mulai mengenal tentang irama lagu,
syair lagu dan perpaduan antara irama lagu dengan seni gerak tubuh. Dalam hal
ini, pasti akan mengenal irama lagu, syairnya dan cara seni menggerakan tubuh,
karena dolanan tradisional ini dapat dibagi menjadi dua, yakni dolanan
tradisional tanpa musik dan dengan musik. Dolanan yang dengan musik adalah di
mana dolanan yang memadukan antara gerak tubuh dan irama dari lagu itu sendiri.
g. Belajar kompetensi
adalah dengan dolanan tradisional ini anak
dikenalkan dengan hal kompetensi, anak dilatih sportifitas, dan keterampilan
agar mereka dapat menang. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini, anak dilatih
dan diasah dalam hal kejujuran, ketelitian dan kecermatan, jadi walaupun anak
dalam bermain kalah akan dapat ilmu bagaimana agar mereka dapat menang di suatu
saat lagi tetapi tetap dalam konteks kejujuran dan jika mereka menang bagaimana
mereka dapat mengungkapkan senangnya tetapi tidak berlebihan.
h. Belajar menyampaikan pesan
adalah dengan dolanan tradisional ini anak dapat
dilatih cara menyampaikan pesan kepada oranglain, walaupun kadangkala mereka
sendiri tidak sadar dalam hal ini.
Contoh:
Jika seorang anak ada yang menang dalam suatu
dolanan tradisional yang mereka lakukan, pasti anak yang menag itu pasti akan
bangga dengan kemenangannya itu, dan si anak yang dalam posisi kalah pasti akan
termotivasi bagaimana dia dapat bisa memenangkannya. Kita sebagai pendidik
mengamati dan mengarahkan bagaimana dalam hal-hal ini dapat menghasilkan yang
diharapkan dan meminimalisirkan hal-hal yang dapat menjadikan dan mengarah ke
hal yang negatif.
(Pamungkas, Joko. Dalam waktu perkuliahan materi
dolanan dalam my catatan di kelas
PAUD B dengan pengembangan kata sendiri.2010)
D.
Contoh-contoh Dolanan Tradisional (DIY dan Jawa Tengah)
i.
Jaranan
ii.
Jamuran
iii.
Gundul-gundul Pacul
iv.
Gambang Suling
v.
Kidang Talun
vi.
Lir-ilir
vii.
Menthog-menthog
tak Andani
viii. Pitik
Tukung
ix.
Padhang Bulan
x.
Kupu Kuwi
xi.
Gajah-gajah
xii.
Tekate
(Pamungkas,Joko. Dalam waktu perkuliahan materi dolanan dalam my catatan di kelas PAUD B)
E. Perkembangan
Dolanan Anak dalam Dunia Dewasa
NKRI adalah salah satu negara yang sedang
berkembang di dunia (dunia ketiga), maka NKRI mau tidak mau pasti akan
mengikuti keadaan dari dunia pertama dan dunia kedua, karena negara yang
termasuk dunia ketiga ini tidak akan mungkin untuk menutup diri dari
perkembangan dunia dewasa ini. Selain itu negara yang mempunyai lambang Garuda
”Pancasila” mempunyai amanah dan cita-cita dari orang-orang pendiri republik
ini (generasi pertama) yakni untuk berperan aktif dalam menjaga ketertiban
dunia dan keamanaan dunia, dengan tercantumnya pada Pembukaan UUD 1945.
Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat
terutama pada permulaan abad ke- 21 (era globalisasi) ini, lagi-lagi anak-anak
menjadi korbannya. Dengan maraknya permainan elektronik, sebut saja misalnya:
PS (Playstation); mulai dari PS 1
sampai 3 dan sekarang ada PS pes,
game online di Internet dan masih
banyak lagi selain itu adanya perjanjian perdagangan antara Negara-negara ASEAN
dan Republik China, barang-barang made in
China ini mulai membanjiri pasar Indonesia. Yang tentunya
permainan-permainan anak yang tradisional semakin hari mulai tergusur dan
lambat laun akan musnah dari muka bumi ini jika generasi sekarang harus kita
pelopori, jika bukan dari kita siapa lagi yang mau menyelematkannya. Dengan
dibandingkan antara alat permainan tradisional ini dengan alat permainan made in China, dilihat dari segi
kualitasnya alat permainan kita selama ini tidak kalah jauh lebih berkualitas.
Akankah dolanan tradisional kita ini akan bertahan dari era globalisasi...???
Jawabannya adalah bagaimana kita mau atau tidak menjaga dan mengembangkannya.
Semoga usaha kita dapat membuahkan hasil yang menggembirakan. Amiiin.
Fastabiqul khairat untuk melaksanakan ini, dengan
bantuan-Nyalah hal ini tidak akan mustahil dapat kita capai. Nuuun wal qolami wama yasthurun.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa, dolanan tradisional
ternyata dapat berdampak positif bagi anak jika dilihat dari fungsinya dan cara
bermainnya. Bahan-bahan dari alat dolanan tradisional ini juga mudah didapatkan
di sekitar kita, murah dan sekaligus aman baik bagi fisik maupun non fisik dari
si anak itu sendiri. Dolanan anak tradisional ini pula dapat melatihkan
kekompakan anak terhadap teman-temannya dalam suatu kelompok dan Dolanan
Tradisional akan dapat bertahan dalam terjangan era globalisasi saat ini, asal kita baik pendidik, calon pendidik
maupun sebagai orang dewasa mau mempertahankan dengan berbagai cara, baik
dengan membiasakan kepada si anak, mendokumentasikannya, mengadakan lomba
tentang dolanan tradisional maupun lain-lainnya.
B. Saran
Kita sebagai generasi penerus dan juga sebagai pendidik, seharusnya mau
untuk mempertahankan, menjaga dan berusaha mengembangkan dolanan ini agar lebih
menarik dan tidak membosankan untuk diri si anak. Selain itu marilah
bersama-sama untuk berlatih dan mendalami tentang dolanan ini, agar pengetahuan
dan keterampilan kita lebih tahu dan mengerti apa, siapa, dan bagaimana dolanan
tradisional itu. Semoga Allah SWT akan meridhoi kita dalam menjalankan hal-hal
ini. Oke...??
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati,
Atiek Fitri. 2009. Penanaman Nilai-nilai Agama Islam melalui metode bermain (Studi Kasus
TKIT Az Zahra). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pamungkas, Joko. 2010. My catatan materi
perkuliahan dalam kelas. Yogyakarta: buku catatanku
Kelompok 5 PG_PAUD FIP UNY 2010. Makalah Beyodd Centers and Circle Time
(BCCT). Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta
MATA KULIAH : TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI
DOSEN : NELVA ROLLINA, M.Si.
Tugas Akhir
Perkembangan Nilai
Religi Pada Anak Usia Dini
(Rangkuman Sugiman, S, 2008, Prinsip-prinsip
perkembangan anak usia dini. http://sugiman-bengkulu.blogspot.com/2008/10/prinsip-prinsip-perkembangan
anak-usia.html)
( Rangkuman Tim PAUD UNNES. 2009,
Peningkatan Kecerdasan Spiritual Anak
Usia Dini http://blog.unnes.ac.id/asyaifu/2009/10/05/peningkatan-kecerdasan-spiritual-anak-usia-dini/ )
BAB VI
Singadilaga,
Sugiman.2008. Prinsip-prinsip perkembang anak usia dini. diambil tanggal 26 Mei
2010.
dari.http://sugimanbengkulu.blogspot.com/2008/10/prinsip-prinsip
perkembangan-anak-usia.html
MATA KULIAH : TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI
DOSEN : NELVA ROLLINA, M.Si.
Tugas Akhir
Perkembangan Nilai
Religi Pada Anak Usia Dini
Penyusun: Immawan Muh Arif (09111244030)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Makalah ini dibuat dan disusun atas kelanjutan dari pelaksanaan tugas
dari mata kuliah ”Tumbuh Kembang Anak Usia Dini”. Adapun latar belakang dari
pelaksanaan kegiatan observasi ini adalah untuk membandingkan antara teori yang
sudah ada di Ilmu PAUD yang berkembang di dewasa ini tentang perkembangan pada
diri anak usia dini dengan perkembangan pada diri anak usia dini pada kenyataan
di lapangan dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan diri pada Anak Usia Dini di suatu daerah “A” dengan “B”
pasti berbeda, berbeda anakpun akan berbeda pada sifat dan perkembangan pada
diri si anak apalagi berbeda daerah,
pasti akan lebih berbeda pula perbedaan itu.. Karena alasan itulah kgiatan
observasi ini diperlukan, di dalam makalah ini akan mengkaji tentang “Perkembangan Nilai Religi pada Anak Usia
Dini”.
B.
Tujuan
Pembuatan
makalah ini mempunyai tujuan, diantaranya:
Ø
Sebagai rekaman tertulis setelah
pelaksanaan kegiatan tugas observasi
Ø
Sebagai dokumentasi agar dapat
dipelajari oleh adik-adik angkatan
Ø
Dapat sebagai bahan rujukan yang
memerlukan
Ø Sebagai referensi pada kegiatan yang akan dilaksanakan yang masih berkaitan
dengan hal ini
BAB II
KAJIAN TEORI
KAJIAN TEORI
Dalam rangka mewujudkan
tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagaiman diatur dalam UU no
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perlu dilakukan berbagai
upaya strategis dan integeral yang menunjang penyelengaraan pendidikan,
kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua mulai
dari anak usia dini sebagai masa the
golden age sampai jenjang pendidikan tinggi..
Untuk memahami anak usia dini
lebih mendalam, orang tua, guru maupun pemerhati perlu mempunyai gambaran yang
tepat mengenai prinsip-prinsip dan pola perkembangan anak usia dini dan
kebutuhan –kebutuhan seperti kebutuhan jasmani, kebutuhan sosial, kebutuhan
psikologi ini merupakan kebutuhan dasar dalam perkembangan anak usia dini. Jika
kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi secara memadai akan sangat mempengaruhi
keutuhan perkembangan diri anak dimasa remaja dan dewasa. Orang tua, guru dan
para pemerhati pendidikan juga harus memahaminya untuk mengetahui dengan mudah
kebutuhan –kebutuhan yang diperlukan anak usia dini, pengetahuan tersebut
sangat penting sehingga orang tua dan guru tidak mengharapakan sesuatu yang
berlebihan kepada anak. Dengan demikian diharapkan orang tua dan guru dapat
mengembangkan interkasi dengan anak-anak seusian dini.
1. Adapun
pertumbuhan dan perkembangan manusia secara alamiah mengikuti pola teratur
menurut prinsip atau hukum perkembangan.
Menurut Sinolungan (1997).
Prinsip-prinsip perkembangan adalah pola-pola umum dalam suatu proses perubahan
alamiah yang teratur, universal dan berkesinambungan, yang dimaksud dengan
perubahan yang teratur adalah pertumbuhan pada manusia yang berjalan normal
mengikuti tata urutan yang saling berkaitan.
2. Perkembangan melibatkan
perubahan.
Perkembangan ialah realisasi
diri atau pencapaian kemampuan-kemampuan genetik dalam interaksi dengan
lingkungan, perkembangan menyiratkan proses perubahan kualitatif pada berbagai
aspek kepribadian, misalnya dalam perkembangan bahasa, perkembangan motorik dan
lainnya pada anak usia dini.
3.
Perkembangan awal lebih kritis dari perkembagan selanjutnya.
Banyak bukti yang menunjukan
bahwa perkembangan pada usia awal cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan
prilaku anak sepanjang hidupnya. Hal ini dapat dijelaskan oleh teori
Psikoanalitik Freud. Mengenai perkembangan manusia. Menurut Freud, pengalaman
awal anak di bawah usia lima tahun sangat menentukan kualitas kehidupan
kepribadian di masa dewasa. Apabila anak dalam tahun-tahun awal kehidupannya
mengalami ganguan dan tidak mendapatkan suasana menyenangkan dalam kehidupanya,
maka dikemudian hari anak akan mengalami ganguan kecemasan dalam penyesuaian
dengan lingkungannya.
4. Pola
perkembangan mempunyai karakteristik yang dapat ditebak.
Pola dan karakteristik
perkembangan dapat ditebak, baik utuk pola perkembangan mental maupun
perkembangan pisik. Artinya apabila anak pada usia awal dalam kehidupannya
mempunyai ciri-ciri perkembangan fisik dan mental yang tidak normal, maka dapat
ditebak bahwa kondisi perkembangan anak pada usia remaja atau dewasa akan mengalami
pula abnormalitas.
Adapun prisip dan pola
perkembangan anak ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut :
Pertama, adanya kesamaan dalam
pola perkembangan. emua anak secara umum pasti mengikuti pola perkembangan yang
sama dari suatu tahap menuju tahap berikutnya, sebagai contoh bayi mengensot
sebelum dia merayap, ia merangka sebelum berdiri, dan ia berdiri sebelum
berjalan, ia mengambar lingkaran sebelum mengamabar segiempat, ia mengucapkan
dulu kata ‘pa” atau “ma” sebelum mengucapkan kata “papa” atau “mama”, pola umum
ini tidak berubah sekalipun terdapat pariasi individu dalam perkembanganya.
Kedua, perkembangan bergerak
dari keadaan umum menuju kekeadaan khusus. Dalam hal ini respom mental dan
motorik, kegiatan umum selalu mendahului kegiatan khusus, misalnya, bayi usia 3
bulan melabaikan tangannya secara umum, membuat gerakan gerakan acak sebelum ia
mampu memberikan respon khusus, seperti mengapai benda yang diletakan didepanya
dan hal ini berlaku juga dalam prilaku emosional bayi yang bereaksi terhadap
benda asing yang disodorkan. Masih banyak contoh contoh laoinya.
Ketiga, Perkembangan
berlangsung secara berkesinambungan. Sejak pembuahan, lahir, berkembang, hingga
mati, meskipun terjadi dalam berbagai kecepatan yang berbeda, ada yang
perlahan, dan ada yang cepat. Karena perkembangan itu mempunyai ciri
berkesinambungan, maka apabila yang terjadi pada satu tahap akan mempengaruhi
tahap perkembangan berikutnya.
Keempat, Perkembangan dalam berbagai bidang dengan
kecepatan berbeda. Meskipun perkembangan berbagai ciri fisik dan mental
berlangsung secara berkesimabungan, perkembangan itu tidak pernah seragam bagi
seluruh organisme. Jika tubuh harus mencapai proporsi dewasanya, maka
ketidaksamaan percepatan, misalnya kaki, tangan dan hidung mencapai perkembangan
maksimum pada masa remaja, sedangkan bagian-bagian bawah waja dan bahu
berkembang lebih lambat. Dalam perkembangan mental, misalnya kecerdasan, juga
menunjukan kecepatan perkembangan yang berbedadan mencapai kematangan pada
berbagai usia., misalnya imaginasi, kreatif berkembang lebih cepat dimasa
kanak-kanak dan mencapai puncaknya dimasa remaja
(Rangkuman Sugiman, S, 2008, Prinsip-prinsip
perkembangan anak usia dini. http://sugiman-bengkulu.blogspot.com/2008/10/prinsip-prinsip-perkembangan
anak-usia.html)
Selain itu, kecerdasan intelektual (IQ) yang
selama ini dibangga-bangakan, akhirnya runtuh dengan temuan tentang kecerdasan
emosional (EQ). Kecerdasan intelektual hanya menyumbang tidak lebih dari
20 % terhadap keberhasilan seseorang, sisanya yakni 80 % justru ditentukan oleh
faktor lain, termasuk kecerdasan emsional (Nugroho 2003). Hal ini
dilatarbelakangi oleh temuan penelitian di bidang psikologi yang dilakukan oleh
Howard Gardner tentang multiple
intlegensi yang menyatakan bahwa manusia memiliki banak kecerdasan, yang
bukan hanya kecerdasan intelektual saja, telah membuat cakrawala baru tentang
potensi manusia yang belum dieksplorasi untuk mendorong keberhasilan hidup.
Riset ini bidang psikologi terus berkembang sampai akhirnya solovey dan mayer
(1006) menemukan kecerdasan emosional sebagai salah satu factor penting bagi
kesuksesan hidup manusia. Temuan solovey dan mayer (1996) tersebut
disempurnakan oleh Patton (1997) dan golleman (1999) (lihat Nugroho 2003).
Sebagaimana Bill Gates orang yang terkaya di dunia, sang pemilik Royalty
Microsoft, Larry Ellyson COE of Oracle orang terkaya di dunia nomor dua,
Michael Dell CEO dari Dell Corp, orang terkaya nomor tiga di dunia. Berdasarkan
kenyataan tersebut dapat diketahui keunggulan kecerdasan emosi yang ternyata
bisa demikian jauh mendahului kecerdasan otak (IQ) dalam berkompetensi. Antara
teori IQ dan EQ tersebut hanya menekankan atau berorientasi pada kebendaan dan
hubungan manusia semata yang bersifat sementara. Oleh sebab itu, orang mengakui
adanya Tuhan atau kekuatan yang luar biasa selain manusia akan mencari tujuan
yang abadi, jangka panjang, dan mutlak. Teori yang mencapai kesemuanya itu
adalah SQ (Spiritual Quotient).
Setiap anak pastilah mempunyai salah satu dari kesembilan kecerdasan yang
diberikan Tuhan. Bahkan, ada juga anak yang memiliki lebih dari satu
kecerdasan. Kecerdasan itu adalah
kecerdasan linguistik, matematika-logika, ruang-visual, musik, naturalis,
interpersonal, intrapersonal, kemampuan olah tubuh, dan spiritual. Oleh sebab
itu, kecerdasan spiritual (SQ) dapat dilatihkan kepada anak. Hal ini sesuai
dengan pendapat seorang ahli psikologi anak dari Amerika Serikat, Elizabet B.
Hurlock yang menyatakan bahwa masa dini usia merupakan periode keemasan (golden
age) dalam proses perkembangan anak. Di masa ini ia mengalami lompatan
kemajuan yang luar biasa, baik dalam hal fisik, emosional maupun sosial
sehingga ia sangat berpotensi untuk belajar apa saja.
Mendidik anak untuk memperoleh
SQ itu penting, karena banyak orang yang mempunyai IQ dan EQ yang tinggi tidak
mempunyai akhlak yang baik. Sebagaimana sikap yang dihadapi bangsa Indonesia,
orang pintar itu banyak tetapi banyak pula orang berakhlak bejat dan rusak.
Mereka tidak takut adanya kekuasaan tertinggi di atas mereka, sehingga ia mau
melakukan tindakan KKN, perampokan, saling menjatuhkan dan tindak kejahatan
lainnya.
Fenomena yang terjadi tersebut
dapat dikurangi jika orang-orang yang dekat dengan anak-anak yang merupakan
generasi penerus bangsa untuk mendidik anaknya dengan menekankan pula SQ (tidak
meninggalkan pula IQ maupun EQ). Harapan pendidikan sejak dini ini akan tumbuh
sikap religius anak, pendidikan ini dapat dilakukan bukan dengan pengajaran,
tetapi dengan cara memberi teladan hidup.)
Emmons mengatakan ada lima
karakteristik orang yang cerdas secara spiritual adalah (a) kemampuan
untuk mentransendensikan yang fisik dan material, (b) kemampuan untuk mengalami
tingkat kesadaran yang memuncak, (c) kemampuan untuk mensakralkan pengalaman
sehari-hari, (d) kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual untuk
menyelesaikan masalah, dan (e) kemampuan untuk berbuat baik
Dua karakteristik yang pertama
sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. Anak yang merasakan
kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniah di sekitarnya mengalami transedensi
fisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual. Ia mencapai kesadaran kosmis
yang menggabungkan dirinya dengan seluruh alam semesta. Ia merasa bahwa alamnya
tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat inderanya. Sebagai
contoh adalah anak pak Rahman pada kisah melakukan salat malam dan ketika ia
berdoa sambil menangis merupakan suatu contoh karakteristik kedua ciri ini,
terutama ketika ia menyampaikan doa-doa personalnya dalam salat malamnya.
Orang yang cerdas secara
spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasioal atau emosional.
Ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada
warisan spiritual seperti teks-teks kitab suci atau wejangan orang-orang suci
untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya, untuk melakukan
definisi situasi. Misalnya, ketika Rahmat diberitahu bahwa orang tuanya tidak
akan sanggup menyekolahkanya ke Jerman, ia tidak putus asa. Ia yakin
bahwa kalau orang itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia
akan diberi jalan. Bukankah Heinrich Heine memberikan inspirasi dengan
kalimatnya “den menschen macht semer seiner wille grob und klein”?
Rahmat memiliki karakteristik yang keempat.
Namun, Rahmat juga menampakkan
karakteristik yang kelima: memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama mahkluk
Tuhan. “The fifth and final component of spiritual intelligence
refers to the capacity to engange in virtuous behavior: to show forgivennes, to
express gratitude, to be humble, to display compassion and wisdom,”tulis
Emmons. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terima kasih, bersikap
rendah hati, menunjukkan kasih sayang dan kearifan, hanyalah sebagian dari
kebajikan. Karakteristik terakhir ini mungkin dapat disimpulkan dalam sabda
nabi Muhammad saw, “amal paling utama ialah engkau masukkan rasa bahagia pada
sesama manusia.”
Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orangtualah anak-anak
tumbuh dan menemukan jalan-jalannya. Saat si kecil tumbuh dan berkembang, ia begitu lincah dan memikat. Lalu
muncul rasa mencintai dan bangga kepadanya. Namun, dimungkinkan banyak para
orang tua yang belum menyadari bahwa sesungguhnya dalam diri si kecil terjadi
perkembangan potensi yang kelak akan berharga sebagai sumber daya manusia.
Dalam lima tahun pertama yang
disebut the golden years, seorang anak mempunyai potensi yang sangat
besar untuk berkembang. Pada usia ini 90 % dari fisik otak anak sudah
terbentuk. Karena itu, di masa-masa inilah anak-anak seyogyanya mulai
diarahkan. Karena saat-saat keemasan ini tidak akan terjadi dua kali, sebagai
orang tua yang proaktif seharusnya memperhatikan benar hal-hal yang berkenaan
dengan perkembangan sang buah hati (Soekresno dalam http://www.balita
cerdas.com/kembang/masapenting.html).
Menurut analisis psikologi
perkembangan, disebutkan bahwa masa balita merupakan masa-masa kritis dalam
membentuk kepribadian anak. Kebiasaan dan sifat-sifat yang positif dibentuk
sejak tahap dini perkembangan anak. Usia balita merupakan masa kritis
perkembangan kepribadian manusia karena pada masa itulah diletakkan dasar-dasar
pembentukan perkembangan personal sosial (Ericson, 1078), dan perkembangan
moral seseorang (Kohlberg, 1982). Pembentukan kepribadian tu mensyaratkan
adanya internalisasi nilai-nilai yang diperoleh dari lingkungan terdekat dalam
hal ini adalah orang tua dan keluarga, serta masyarakat (dalam Nugroho 2003)
Dalam membantu
anak mencapai internalisasi nilai-niali universal fundamental ini diperlukan
model panutan yang disiplin dan konsisten untuk menguatkan penyerapan
nilai-nilai dan perubahan perilaku (Bandura, 1992 dalam Nugroho 2003).
Perkembangan kepribadian anak akan berhasil baik jika orang tua mampu melakukan
pilihan nilai-nilai fundamental universal yang benar bagi anak, dan mampu
menyampaikan nilai-nilai tersebut melalui media, cara dan kesempatan yang
tepat.
( Rangkuman Tim PAUD UNNES. 2009,
Peningkatan Kecerdasan Spiritual Anak
Usia Dini http://blog.unnes.ac.id/asyaifu/2009/10/05/peningkatan-kecerdasan-spiritual-anak-usia-dini/ )
BAB III
DATA LAPANGAN
DATA LAPANGAN
Saya mengambil data observasi ini di Pedukuhan
(Dusun) Kepek II, Kelurahan (Desa) Kepek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten
Gunungkidul, Provinsi DIY. Adapun saya mengambil data ini dengan mengamati dua
anak, untuk usia sekitar 2-4 tahun. Adaun hasil dari data lapangan (hasil
observasi):
1.
Muhammad
Majid
Anak ini bertempat tinggal di
Kelurahan Kepek II Rt 01/09, dia berumur 4 tahun, dia akan memasuki kelas Taman
Kanak-kanak. Setelah saya amati tentang spiritualnya, anak ini mempunyai
sikap-sikap sebagai berikut:
a.
Anak
ini termasuk anak yang kreatif
b.
Jika
akan berangkat ke sekolahnya (PAUD Handayani I) pasti diajarin oleh orangtuanya dengan berdoa terlebih dahulu
c.
Walaupun
begitu jika ada kegiatan TPQ (Taman Pendidikan Al Quran), anak ini enggan untuk berangkat
d.
Semua
kebutuhannya sudah terpenuhi di rumah
e.
Anaknya
sering di rumah dan jarang keluar rumah untuk sekedar bermain dengan
teman-teman seusianya
2.
Muhammad
Hasan
Anak ini bertempat tinggal di
Kelurahan Kepek II Rt 01/09, rumahnya kebetulan berdelakatan dengan mushola,
dia berumur 3 tahun, dia akan memasuki kelas Taman Kanak-kanak. Setelah saya
amati tentang spiritualnya, anak ini mempunyai sikap-sikap sebagai berikut:
a.
Anak
ini termasuk anak yang aktif
b.
Anak
ini jika diceritakan tentang kisah Nabi di TPQ (Taman Pendidikan Al Quran), dia
pasti sangat antusias
c.
Setelah
diceritakan tentang kisah Nabi, anak ini selalu bertanya walaupun seringkali
pertanyaan anak ini tidak ada kaitannya tentang yang disampaikan.
d.
Anaknya
selalu gembira dan selalu bisa berteman dengan teman siapa saja yang seusianya
BAB IV
ANALISIS
Menurut analisis psikologi
perkembangan, disebutkan bahwa masa balita merupakan masa-masa kritis dalam
membentuk kepribadian anak. Kebiasaan dan sifat-sifat yang positif dibentuk
sejak tahap dini perkembangan anak. Usia balita merupakan masa kritis
perkembangan kepribadian manusia karena pada masa itulah diletakkan dasar-dasar
pembentukan perkembangan personal sosial (Ericson, 1078), dan perkembangan
moral seseorang (Kohlberg, 1982).
Selain itu Menurut Sinolungan
(1997). Prinsip-prinsip perkembangan adalah pola-pola umum dalam suatu proses
perubahan alamiah yang teratur, universal dan berkesinambungan, yang dimaksud
dengan perubahan yang teratur adalah pertumbuhan pada manusia yang berjalan
normal mengikuti tata urutan yang saling berkaitan
Untuk itu maka seharusnya
anak-anak yang sedang berada berusia 2-5 tahun harus diarahkan dengan cara-cara
yang baik dan pro kepada hal yang dibutuhkan mereka, begitu pula untuk
perkembangan Nilai Religi pada diri si anak. Dari hasil data lapangan yang saya
dapatkan dari kegiatan observasi kemarin, ternyata ada orangtua yang menerapkan
dan mengenalkan nilai-nilai religi kepada anak-anaknya bermacam-macam caranya.
Ada yang dibiarkan saja anak itu tetapi tetap pada pengawasan orangtanya, ada juga
yang mengenalkannya dengan menyiapkan dan membiasakan adanya suasana religi di
rumahnya
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa
balita adalah masa-masa keemasaan, di umur ini anak dapat dikenalkan dan
diajarkan berbagai ilmu, baik berupa IQ, EQ maupun SQnya. Maka dari itu anak
harus dikenalkan dan diajarkan tentang berbagai macam itu dengan cara
pembaisaan, yang tentunya pro pada keadaan si anak itu sendiri
B.
Saran
a.
Anak
sebaiknya dikenalkan dengan nilai-nilai religi dimulai dari sejak dini
b.
Pengenalan
anak dengan nilai–nilai religi jangan sampai terkesan menggurui
c.
Pengenalan
anak dengan nilai-nilai religi yang paling ampuh adalah dengan pembiasaan dan
suri teladan yang baik
d.
Pengenalan
anak dengan nilai-nilai religi secara bertahap
DAFTAR PUSTAKA
Singadilaga,
Sugiman.2008. Prinsip-prinsip perkembang anak usia dini. diambil tanggal 26 Mei
2010.
dari.http://sugimanbengkulu.blogspot.com/2008/10/prinsip-prinsip
perkembangan-anak-usia.html
Tim UNNES. 2009. Peningkatan
kecerdasan spiritual anak usia dini. Diambil tanggal 22 Mei 2010. dari http://blog.unnes.ac.id/asyaifu/2009/10/05/peningkatan-kecerdasan-spiritual-anak-usia-dini/
Hadi,Sopyan. 2009. Membangun nilai relgius pada anak. Diambil tanggal 22 Mei 2010
dari http://www.smk-bakti-pwt.sch.id/index.php?page=art&did=313




Darul Quran itu berafiliasi NU, letak di Ledoksari 3/7 Kepek
ReplyDeleteMardlotullah: bukan berafiliasi ke NU/Muhammadiyah
Akan tetapi tidak dimunafikan dimanfaatkan oleh eNd yoU...
ReplyDeleteBisa dilihat dalam kenyataannya...
Bahkan ada dari yg kerja di sana untuk mengikuti paham partai tertentu yg terletak di Belakang Toko Buah Kepek I