Seorang ibu berjilbab lainnya begitu setia menyaksikan arakan para
pemain Mahabarata yang sedang berkunjung ke Indonesia. Wajahnya terlihat
bahagia dan tersenyum spesial setelah melihat para aktor tercinta yang
dianggap tampan dan berpostur itu. Dahaga terhadap kerinduan dengan
tokoh idola yang selama ini hanya terbatas dilihatnya di layar kaca kini
terbayar sudah setelah menatap langsung.
Tokoh Krisna kecil yang sedang memainkan seruling dan sedang mengangkat
gunung dengan satu jari telah menjadi potret menawan bagi seorang anak
kecil. Si anak menganggap bahwa Krisna adalah malaikat yang menjaga bumi
dari kejahatan. Dia begitu ingin menjadi sosok seperti Krisna yang
memiliki kekuatan tertentu.
Seorang teman memberikan komentar di status FB kami bahwa keponakannya
begitu hafal dengan tokoh-tokoh Mahabarata dan yang semisalnya. Bahkan
katanya ada anak berusia 3 tahun begitu ingin disamakan dengan tokoh
Krisna. Dan kakaknya yang berumur 5 tahun ingin disamakan dengan tokoh
Drupadi, seorang wanita cantik yang merupakan istri para Pandawa dan
dianggap lambang wanita yang tegas namun berjiwa lembut.
Rasanya, anak-anak telah berhasil dicekoki dengan sebuah kisah kufur
pengikis akidah yang dimainkan oleh orang-orang musyrik di India sana.
Mereka telah sukses menyeret pikiran anak-anak menuju dunia hayal yang
berkubang kesyirikan. Dengan hanya sekadar duduk di hadapan televisi,
mereka dibuat terbius oleh oleh racun akidah tersebut.
Begitu kasihan anak-anak polos yang masih begitu belia. Mereka terbayang
kekuatan-kekuatan supranatural yang bersifat fiktif dan berpusat di
kerajaan langit yang dihuni dewa-dewi dan para keturunannya yang
melalang buana di bumi.
***
Di salah satu sekolah dasar, seorang guru bertanya kepada para muridnya
yang masih belia tentang cita-cita mereka kelak ketika sudah dewasa.
Semua murid menjawab pertanyaan sang guru:
"Dokter"
"Pilot"
"Polisi"
Jawaban para murid semuanya seputar profesi tersebut.
Hanya ada satu anak yang jawabannya begitu berbeda. Lain dari yang lain.
Para murid yang lain menertawakan jawabannya yang terdengar aneh.
Apakah anda mengetahui cita-cita anak tersebut?
Marilah mendengar jawaban dari lisannya yang begitu sederhana:
"Aku pribadi begitu ingin menjadi sahabat (sahabat nabi -ed)"
Begitu kaget sang guru mendengar jawaban ini sambil menuturkan:
"Sahabat? (Bukan itu yang kumaksud)"
Murid itu pun menjawab dengan begitu polosnya:
"Mama setiap hari, sebelum aku bobo, mengisahkan aku kisah-kisah
gemilang para sahabat. Mereka itu mencintai Allah (dan Allah pun
mencintai mereka). Demikian pula yang diajarkan papa."
Sang guru pun terdiam.
Di balik cita-cita anak tersebut terdapat sosok ayah dan bunda yang hati
dan jiwanya berlapis dahsyatnya iman maka jadilah cita-cita yang mereka
damba adalah cita-cita yang melesat jauh meninggalkan hinanya dunia.
Sang ibu adalah wanita yang jiwanya jelita dengan ilmu syar'i hingga
jadilah ia pelopor perkembangan sang anak. Ia ajarkan anaknya untuk
mencintai para sahabat nabi yang merupakan salah satu pondasi aqidah
ahlussunnah wal jama'ah.
Inilah warisan para salaf. Mereka saling mewariskan cinta yang menyurga,
mencintai sosok yang dijamin surga oleh Allah. Para salaf mengajarkan
anak-anak mereka mencintai Abu Bakr, Umar, 'Ali, Usman dan lainnya
sebagaimana mereka mengajarkan anak-anak mereka al-Qur-an.
Imam malik bertutur:
كان السلف يعلمون أولادهم حب أبي بكر و عمر كما يعلمون السورة من القرآن
“Dahulu para salaf mengajarkan anak-anak mereka mencintai Abu Bakr dan
Umar sebagaimana mengajarkan surat dalam Al-Qur-an.” (Syarah Ushul
I’tiqad Ahlussunnah, Juz 7 hal. 1240)
Kedua orang tua tadi begitu paham bahwa mereka adalah pemegang kekuasaan
di rumah sehingga mampu mengambil keputusan tentang hal terbaik yang
akan diberikan untuk anaknya.
Dan ini sebagai tanggung jawab terhadap pendidikan akidah di surga mini
mereka. Mereka berhasil menularkan akidah cinta yang terarah bahwa para
sahabat Nabi adalah sosok yang wajib dicintai. "Sungguh, aku ingin menjadi sahabat Nabi, bukan Drupadi."
Kebun Nanas, Jakarta Timur, Dzulhijjah 1435 H.
Penulis:
Fachriy Aboe Syazwiena