Jika kita melihat dari sudut pandang punk, memang tidak dapat dipungkiri bahwa punk memiliki konsep awal yang sangat prinsipel yaitu pemberontakan. Prinsip memberontak yang sangat bertolak belakang dengan apapun yang berbau kekuasaan, jelas tidak mungkin dapat berkompromi dengan prinsip-prinsip religi yang mengharuskan penganutnya tunduk patuh terhadap aturannya.
Maka dari itu, para punk yang paham dengan konsep pemberontakan secara totalitas akan sangat anti agama. Sebagaimana Jello Biafra, pentolan Dead Kennedys berkata dalam lagunya berjudul “Religious Vomit”:
“All religions make me wanna throw up, all religions make me sick (semua agama membuat saya ingin membuangnya, semua agama membuat saya muak.”
Sampai-sampai konon pada akhir
60-an, punk muncul sebagai gerombolan yang sangat keras mengkritik agama
Kristen yang saat itu memang menjadi agama mayoritas di Barat.
Tapi, memang pemikiran punk yang
bebas dan liberal itu malah membuat bingung siapapun, karena kemudian
punk sendiri hadir sebagai ideologi atau kepercayaan yang bisa dibilang
mirip atau disetarakan dengan posisi ‘agama’ dalam kehidupan manusia.
Hingga band sekelas Rancid saja keceplosan mengatakan dalam lagunya,
“I heard GBH, I made a decision, punk rock is my religion (saya mendengarkan lagu-lagu GBH, saya membuat keputusan, punk rock adalah agamaku).”
Hingga akhirnya beberapa scenester
punk tidak ragu lagi menunjukkan identitas religiusitasnya. Hal itu
ditandai dengan munculnya band-band yang mengaku membawa pesan-pesan
agama Kristen seperti Undercover dan Alter Boys pada tahun 1980-an.
Kemudian disusul dengan band-band yang populer di era 90-an hingga
2000-an seperti MxPx dan Relient K yang terang-terangan menyanyikan
lagu-lagu yang bercerita tentang Yesus. Bahkan, baru-baru ini muncul
sebuah band folk-crust asal Philadelphia yang mengaku sebagai
anarkis-kristen kemudian melakukan tour ke Jerussalem dan menyupport
Palestina.
Jika kita mau mendalami keyakinan
para penganut Rastafarian, maka kita akan menemukan banyak hal-hal yang
berbau religi dalam lirik-lirik lagu Bad Brains, sang dedengkot hardcore
dari Washington DC. Begitu juga dengan penganut Hare Krishna yang
bermain di band-band hardcore kelas dunia seperti Cro-Mags, Youth Of
Today, Better Than A Thousand dan Shelter yang ‘asik-asik’ aja dengan
pesan-pesan religiusnya.
Bahkan dalam perkembangannya, banyak
scenester yang menganggap gaya hidup Straight Edge yang dipopulerkan
oleh Minor Threat pada tahun 1980-an itu sejalan dengan inti ajaran Hare
Krishna. Itulah kenapa pentolan-pentolan Youth of Today beralih dari
gaya hidup Straight Edge ke Hare Krishna.
Nah, dari banyaknya band-band dalam
scene hardcore/punk dunia yang sangat antusias dan percaya mengusung
ajaran-ajaran agamanya atau keyakinannya dalam lirik-lirik lagu mereka,
itu menunjukkan bahwa hal ini (menggabungkan agama dengan punk/hardcore)
adalah sesuatu yang sah-sah saja untuk dilakukan. Jika ada yang
bertanya, “apakah mereka tidak pernah mengalami tekanan dari para
scenester yang masih mempercayai bahwa punk itu seharusnya anti-agama?”,
maka secara logika kita pasti bisa menerka bahwa mereka pasti akan
mengalami hal itu, namun mereka tidak peduli. Dugaan saya, jika
tekanan-tekanan itu datang, mereka pasti akan mengembalikan pada prinsip
awal punk itu sendiri yang mengedepankan kebebasan. Termasuk kebebasan
memilih untuk tetap beragama.
Lalu bagaimana dengan pembahasan “punk dan agama” jika dilihat dari sudut pandang agama?
Sebelum ini dibahas, saya sampaikan
bahwa saya hanya akan menjelaskan apa yang saya ketahui dalam sudut
pandang Islam saja. Saya tidak akan sok tahu dengan mencoba menjelaskan
dari sudut pandang agama-agama yang lain yang tidak saya anut.
Menurut pandangan Islam, seluruh
kehidupan manusia itu tidak ada celah sedikitpun untuk lepas dari Islam.
Apapun yang kita lakukan sebagai muslim, wajib selalu berlandaskan
Islam. Termasuk menentukan baik atau buruk, Islam-lah yang harus
dijadikan patokan (ukuran). Maka menjadi seorang “punk yang Islami”,
sejatinya dalam Islam sendiri tidak perlu ada.
“Mengapa?”
Karena menjadi seorang muslim (orang yang Islami) saja sudah lebih dari segala-galanya. Kenapa harus diberi embel-embel “punk”?
“Tapi boleh kan, kalau sekedar untuk pelabelan saja?”
Hahaha, silakan. Selama sudah
memahami esensinya, bahwa sebenarnya pelabelan “punk” di situ cuma
hiasan, tidak terlalu penting.
Penulis: Aik dari konterkultur.com