rumahbacagunungkidul -- Gagasan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan menetapkan tanggal 1 Muharam
sebagai Hari Santri Nasional, menuai penolakan dari kalangan ulama
sekaligus pengasuh pondok pesantren di Indonesia.
"Saya
tidak setuju dengan ide (Hari Santri Nasional) itu dengan beberapa
alasan," tutur pimpinan Ponpes Al Masykuriyah Wonojolo Surabaya, KH
Masykur Hasyim, kepada ROL, usai menghadiri Silaturrahim Kiai dan Pengasuh Ponpes se-Indonesia di Jakarta, Kamis (23/10).
Alasan
pertama, kata dia, gagasan hari santri versi Jokowi hanya bakal
mengecilkan makna peringatan hijrah pada zaman Rasulullah di kalangan
umat Muslim Indonesia. Selama ini, tanggal 1 Muharam telah dimaknai
secara global sebagai Tahun Baru Islam. Sementara, hari santri hanya
diperingati secara nasional. "Itu
sama saja artinya mereduksi makna Tahun Baru Islam yang bersifat
mendunia menjadi hari yang hanya diperingati dalam skala nasional," ujar
Masykur.
Alasan
kedua, gagasan hari santri itu sendiri menurutnya masih multitafsir.
Masykur pun mempertanyakan apakah santri yang dimaksudkan di sini
termasuk kalangan ulama yang mengasuh ponpes, atau hanya sebatas santri
dalam artian mereka yang masih 'mondok' alias menuntut ilmu di
pesantren.
"Jika
maksudnya adalah anak-anak yang masih mondok, saya rasa tidak perlu ada
hari santri.
Karena, kita sudah punya Hari Pendidikan Nasional (2 Mei)
yang sudah mencakup pelajar untuk keseluruhan, tanpa membedakan
institusi pendidikan tempat mereka belajar. Mau pensantren atau
sekolah-sekolah umum, tidak perlu dikotak-kotakkan," katanya. Selain
itu, tambah Masykur lagi, hari santri yang digagas Jokowi bakal
bertabrakan dengan peringatan Tahun Besar Islam itu sendiri. (sp)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.