1 Mengoreksi diri
Ibarat seorang pedagang setelah berdagang, dia akan mengoreksi apakah dia mendapatkan untung ataukah malah rugi? Demikianlah semestinya seorang hamba, hendaknya mengoreksi dirinya, apakah selama tahun yang lalu dia beruntung dengan pahala, karena rajin shalatnya, puasanya, berakhlak baik kepada sesama manusia, dan kewajiban-kewajiban yang lainnya, ataukah dia rugi karena shalatnya yang masih ‘bolong-bolong’, menerjang larangan Allah, masih sering bermusuhan dengan sesama manusia, dan lain-lainnya. Allah berfirman dalam Al-Qur‘an:
Ibarat seorang pedagang setelah berdagang, dia akan mengoreksi apakah dia mendapatkan untung ataukah malah rugi? Demikianlah semestinya seorang hamba, hendaknya mengoreksi dirinya, apakah selama tahun yang lalu dia beruntung dengan pahala, karena rajin shalatnya, puasanya, berakhlak baik kepada sesama manusia, dan kewajiban-kewajiban yang lainnya, ataukah dia rugi karena shalatnya yang masih ‘bolong-bolong’, menerjang larangan Allah, masih sering bermusuhan dengan sesama manusia, dan lain-lainnya. Allah berfirman dalam Al-Qur‘an:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٨﴾
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59]: 18)
Dengan mengoreksi seperti ini, kita akan mendapat tiga faedah:
Dengan datangnya tahun baru berarti umur kita bertambah, dan kematian semakin dekat. Perhatikanlah rembulan, di awal bulan dia kecil, kemudian membesar ketika di pertengahan bulan, lalu dia mengecil lagi di akhir bulan. Demikianlah juga keadaan manusia, awal lahir dia kecil, kemudian tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan segar, lalu dia tua dan lemah, kemudian meninggal dunia.
- Kita akan menyibukkan diri dengan dosa kita sendiri dan tidak menyibukkan dosa orang lain, apalagi pada zaman sekarang yang penuh dengan gosip—isu yang kadang benar tetapi tak jarang hanyalah dusta dan omong kosong belaka.
- Kita akan mengagungkan Allah, mengakui dosa-dosa kita dan banyak meminta ampunan dari-Nya.
- Kita akan memperbaiki diri kita dan tidak terjatuh dalam kesalahan untuk kedua kalinya.
Dengan datangnya tahun baru berarti umur kita bertambah, dan kematian semakin dekat. Perhatikanlah rembulan, di awal bulan dia kecil, kemudian membesar ketika di pertengahan bulan, lalu dia mengecil lagi di akhir bulan. Demikianlah juga keadaan manusia, awal lahir dia kecil, kemudian tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan segar, lalu dia tua dan lemah, kemudian meninggal dunia.
Demikianlah keadaan kita, kita di dunia
ini hanyalah mampir sebentar, kita semua akan kembali kepada Allah.
Namun, bekal apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadap Allah?!
Allah Ta’ala berfirman:
Allah Ta’ala berfirman:
كُلُّ نَفْسٍۢ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةًۭ ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴿٣٥﴾
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS. Al-Anbiyā‘ [21]: 35)
Apabila kita mengingat kampung akhirat dan kematian, maka kita akan mendapatkan tiga faedah:
- Semangat dalam ibadah dan membaguskannya karena dia merasa bahwa amalnya masih sedikit dan banyak dosa, barangkali ini ibadah yang terakhir kali.
- Segera dalam taubat, dia tidak menunda-nunda sembari berkata, “Oh, nanti saja kalau sudah tua, sekarang selagi masih muda senang-senang dulu, dosa-dosa sedikit gakmasalah.” Subhanallah, siapa yang tahu kapan kita akan meninggal dunia?? Mungkin setahun lagi, sebulan lagi, seminggu lagi, satu jam, atau satu menit lagi—kita tidak tahu—lantas kenapa taubat perlu ditunda-tunda??
- Qana’ah dengan rezeki dari Allah. Apa yang telah Allah rezekikan kepada kita dari yang halal, marilah kita syukuri, dan kita merasa cukup dengannya. Adapun apabila kita merasa tidak cukup dengan rezeki Allah, maka gaji seratus juta per bulan pun niscaya akan terasa masih kurang, demikianlah sifat manusia. Maka lihatlah orang-orang yang di bawah kita, jangan lihat yang lebih atas.
Penulis:
H Untung Santoso (Wakil Ketua PDM Gunungkidul)