AL ISLAM

Ditulis guna memenuhi materi TM-isasi I
Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Gunungkidul

Di susun oleh :
Nur Laili Maharani


PENDAHULUAN

Sesungguhnya Islam itu adalah agama samawi terakhir, berfungsi sebagai rahmat dan nikmat bagi seluruh umat manusia. Maka Allah SWT mewahyukan agama ini dalam nilai kesempurnaan yang tertinggi, meliputi segi-segi fundamentil tentang duniawi dan ukhrawi, guna menghantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir batin serta dunia dan akhirat.
Maka konsekuensinya, Islam menjadi agama dakwah, yakni agama yang harus disampaikan kepada seluruh manusia, yang telah ditegaskan pula dengan teks-teks yang jelas dalam sumber ajarannya, yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Kita yang hidup dalam abad ini tidak boleh terpesona saja dan dinina-bobokkan oleh zaman keemasan yang lampau. Kita sendiri harus bangkit memikul tugas dan tanggungjawab dakwah Islamiyah dimana sudah barangtentu harus dimulai dengan pemahaman Islam dengan sebaik-baiknya, kemudian pengenalan terhadap problematika Islam guna memberikan kemampuan dakwah Islamiyah itu untuk menjawab tantangan dunia modern kini.
Dalam tugas memahamkan hakekat ajaran Islam, sebenarnya termasuk pula keharusan kita mengenal kondisi-kondisi objektif umat Islam untuk mendapatkan jawaban dan pemecahan yang tepat. Apabila kita membuka peta dunia posisi umat sekarang ini, kita akan menyaksikan tantangan-tantangan berat terhadap umat Islam.1
Sungguh benar wahyu Tuhan yang disampaikan melalui nabiNya tentang bagaimana hendaknya sikap umat Islam dalam menghadapi setiap situasi dalam kancah kehidupan manusia. ”janganlah kamu bersikap lemah dan jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imron 139)
   
AQIDAH
  1. PENGERTIAN AQIDAH
Secara etimologis (lughatan), aqidah berakar dari kata ’aqada-ya’qidu-’aqdan-’aqidatan. ’Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi ’aqidah berarti keyakinan (Al Munawir, 1984, hal. 1023). Relevansi antara arti kata ’aqdan dan ’aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perhatian.2
Secara terminologi (ishthilahan), terdapat beberapa definisi (ta’rif) antara lain :
  1. Menurut Hasan Al-Banna:
Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. (Al Banna, tt., hal. 465)
  1. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. (kebenaran) itu dipatrikan (oleh manusia) di dalam hati (serta) diyakini keshahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu (al-Jazairy, 1978, hal. 21)

  1. BEBERAPA ISTILAH LAIN TENTANG AQIDAH
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir semakna dengan istilah aqidah, yaitu:
  1. Iman
Kalau kita mengikuti definisi menurut Jahmiah dan Asy’ariyah yang mengatakan bahwa iman hanyalah at-tashdiq (membenarkan di dalam hati) maka iman dan aqidah adalah dua istilah yang bersinonim. Senada dengan pendapat Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa iman hanyalah ’itiqad, sedangkan amal adalah bukti iman, tetapi tidak dinamai iman. Sebaliknya jika kita mengikuti definisi iman menurut ulama salaf (termasuk Imam Ahmad, Malik, dan Syafi’i) yang mengatakan bahwa iman adalah sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh.
  1. Tauhid
Tauhid artinya mengesakan (mengesakan Allah Tauhidullah). Ajaran tauhid adalah temasentral aqidah dan iman, oleh sebab itu aqidah dan iman diidentikkan juga dengan istilah tauhid.
  1. Ushuluddin
Artinya pokok-pokok agama. Aqidah, iman dan tauhid disebut juga ushuluddin karena ajaran aqidah merupakan pokok-pokok ajaran agama Islam.
  1. Ilmu Kalam
Kalam artinya berbicara, atau pembicaraan. Dinamai dengan ilmu kalam karena banyak dan luasnya dialog dan perdebatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal. Misalnya tentang Al Qur’an apakah Khaliq atau bukan, hadits atau qadim. Tentang taqdir, apakah manusia punya hak ikhtiar atau tidak. Tentang orang yang berdosa besar, kafir atau tidak, dsb. Pembicaraan dan perdebatan luas seperti itu terjadi setelah cara berfikir rasional dan filsafati mempengaruhi para pemikir dan ulama Islam.
  1. Fikih Akbar
Artinya fikih besar. Istilah itu muncul berdasarkan pemahaman bahwa tafaqquh fiddin yang diperintahkan Allah SWT dalam QS. At taubah:122, bukan hanya masalah fikih, tentu, dan lebih utama masalah aqidah. Untuk membedakan dengan fikih dalam masalah hukum ditambah dengan kata akbar, sehingga menjadi fikih akbar.

  1. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN AQIDAH
Meminjam sistematika Hasan al Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:
Disamping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman yaitu:
  1. Iman kepada Allah SWT
  2. Iman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti jin, iblis, dan setan)
  3. Iman kepada kitab-kitab Allah
  4. Iman kepada nabi dan rasul
  5. Iman kepada hari akhir
  6. Iman kepada taqdir Allah

  1. SUMBER AQIDAH ISLAM
Sumber aqidah Islam adalah Al Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam Al Qur’an dan oleh Rasulullah dalam sunnahnya wajib diimani (diyakini dan diamalkan).
Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah,tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau diperlukan membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh Al Qur’an dan Sunnah. Itu pun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemampuan semua makhluk Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau masail ghaibiyah (masalah ghaib), bahkan akal tidak akan mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu.   

  1. FUNGSI AQIDAH
Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah, bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa fondasi.
Seseorang bisa saja merekayasa untuk terhindar dari kewajiban formal, misalnya zakat, tapi dia tidak akan bisa menghindar dari aqidah. Atau seseorang bisa saja pura-pura melaksanakan ajaran formal Islam, tapi Allah tidak akan memberi nilai kalau tidak dilandasi dengan aqidah yang benar (iman).
Itulah sebenarnya kenapa Rasulullah SAW selama 13 tahun periode Mekkah memusatkan dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga bangunan Islam dengan mudah bisa berdiri di periode Madinah dan bangunan itu akan bertahan terus sampai akhir kiamat.

AKHLAQ
  1. PENGERTIAN AKHLAQ
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).
Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (tuhan) dengan berlaku makhluq (manusia) atau dengan kata lain, tata perilaku sesorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (tuhan). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antarsemua manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.3
Secara terminologis (ishthilahan) ada beberapa definisi tentang akhlak, yaitu:
  1. Imam al Ghazali
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
  1. Ibrahim Anis
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
  1. Abdul Karim Zaidan
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, utuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.

  1. SUMBER AKHLAK
Yang dimaksud dengan sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah Al Qur’an dan Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena syara’ (Al Qur’an dan Sunnah) menilainya demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah dan jujur misalnya dinilai baik? Tidak lain karena syara’ menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta, misalnya dinilai buruk? Tidak lain karena syara’ menilai demikian.

  1. RUANG LINGKUP AKHLAQ
Muhammad ’Abdullah Draz dalam bukunya Dustur al Akhlaq fi al Islam membagi ruang lingkup akhlaq kepada lima bagian:



  1. KEDUDUKAN DAN KEISTIMEWAAN AKHLAQ DALAM ISLAM

  1. CIRI-CIRI AKHLAQ DALAM ISLAM
Akhlaq dalam Islam paling kurang memiliki lima ciri-ciri khas yaitu :
  1. Akhlaq Rabbani
Sifat rabbani dari akhlaq juga menyangkut tujuannya, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan di dunia kini, dan di akhirat nanti. Ciri-ciri rabbani juga menegaskan bahwa akhlaq dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia.

  1. Akhlaq Manusiawi
Ajaran akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlak dan Islam. Ajaran akhlaq dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan yang haqiqi, bukan kebahagiaan semu. Akhlaq Islam adalah akhlaq yag benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.


  1. Akhlaq Universal
Ajaran akhlaq dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang dimensinya vertikal maupun horisontal. Sebagai contoh Al Qur’an menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orng tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain kewajiban melampaui kekuatannya, persaksian tidak adil, dan menghianati janji dengan Allah (QS. Al An’am : 151-152)
  1. Akhlaq Keseimbangan
Ajaran akhlaq dalam Islam berada di tengah antara yang mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang menitik beratkan segi kebaikannya dan yang mengkhayalkan manusia seperti hewan yang menitik beratkan sifat keburukannya saja. Manusia menurut pandangan Islam memiliki dua kekeuatan dalam dirinya, kekuatan baik pada hati nurani dan akalnya, dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Manusia memiliki naluriyah hewani dan juga ruhaniyah malaikat. Manusia memiliki unsur rohani dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing-masing secara seimbang. Manusia hidup tidak hanya di dunia kini, tetapi dilanjutkan dengan kehidupan di akhirat nanti. Hidup di dunia merupakan ladang bagi akhirat. Akhlaq Islam memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, jasmani dan rohani secara seimbang, memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan di akhirat secara seimbang pula. Bahkan memenuhi kebutuhan pribadi harus seimbang dengan memenuhi kewajiban terhadap masyarakat.
  1. Akhlaq Realistik
Ajaran akhlaq dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia telah dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain, tetapi manusia mempunyai kelemahan-kelemahan, memiliki kecenderungan manusiawi dan berbagai macam kebutuhan material dan spiritual. Dengan kelemahan-kelemahannya itu manusia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran. Oleh sebab itu Islam memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kesalahan untuk memperbaiki diri dengan bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam membolehkan manusia melakukan sesuatu yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan.

Catatan Kaki :
1 Drs. Nasruddin Razak, (Bandung : PT Al Ma’arif, 1977), cetakan kedua, hlm. 7
2 Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc, MA, (Yogyakarta : LPPI, 2004), cetakan kedelapan, hlm. 1
3 Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc, MA, (Yogyakarta : LPPI, 1999), cetakan pertama, hlm. 2

Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

Post a Comment

MARI BERKOMENTAR DENGAN BIJAK DAN SOPAN, KARENA ITU AKAN MENCERMINKAN SOSOK ORANGNYA

Powered by Blogger.
 
Rumah Baca Gunungkidul © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top