Gb. Maket Gedung PWM Kalbar (ilustrasi) |
Ada yang berburu kebutuhan, ada yang mengais rejeki, ada yag sekedar iseng, ada yang sengaja ‘memata-matai’, ada yang bermain mata, ada yang belajar, ada yang ingin amal usaha ini berkembang dan bertambah maju, ada yang sengaja mencari untung, dan ada yang tulus mendidik masyarakat berbisnis secara islami nan santun, jujur, cerdas, memuaskan konsumen, dan lahirkan manfaat untuk semuanya.
“Memang organisasi ini kreatif. Setelah 30 tahun terlena dengan urusan’dasi’ kini tersadar bangkit benahi diri, buka beragam amal usaha untuk cukupi kebutuhan ummat..”
“Tapi harus tetap pada platform awal bahwa kita berorganisasi ini harus mampu lahirkan individu pengurusnya, pengunjungnya menjadi generasi yang cinta masjid, berkepala masjid, bukan berkepala pasar”
“Maksudnya, yang datang ke amal usaha ini lantas kita tanyai, ‘anda ke sini ingin cari untung saja, apa mencari ilmu perdagangan yang islami itu bagaimana, ataukah hanya sekedar iseng melihat?? ‘”
“Kepala masjid itu tidak ditunjukkan dengan sikap konfrontatif begitu. Hati dan fikiran selalu bersih. Ucapan dan tindakan selalu menyenangkan, menyebabkan silaturahim antara pengurus dan konsumen semakin nyaman. Relasi semakin banyak. Mereka percaya dengan kita, karena kita jujur, santun, cerdas, dan amanah. Selanjutnya kita selalu ingat kepada hukum-hukum Allah. Misalnya, ketika azan bakal berkumandang, kita istiqamah sholat berjamaah di masjid, amal usaha kita tutup sementara, nanti setelah selesai usai sholat dibuka lagi…”
“Kalau berkepala pasar berarti hanya berfikiran rugi dan laba kan?”
“Betul. Tapi kalau kepalanya ada masjidnya, maka semuanya akan diterima dengan lapang dada dan tawakal kepada Allah”
“Cuma yang terjadi sekarang, orang-orang dalam amal usaha ini terlihat hanya serambinya masjid yang nampak. Masjid hanya dijadikan singgah, numpang istirahat, bahkan kesempatan untuk tidur panjang, melupakan esensi masjid sebagai pelindung diri dari serangan-serangan negative. Yang terjadi kemudian kamuflase ibadah hanya sebagai kegiatan formalitas, untuk peroleh kesan taat belaka”
“Itu masih lumayan.Di dalam dirinya masih ada bangunan masjid yang berdiri, walau sepi jamaah, tapi itu merupakan beteng yang sangat ampuh bagi dirinya… pasti suatu saat masjid itu bakal berfungsi lagi”
“Caranya bagaimana?”
“Pengurus harus kreatif ciptakan suasana yang bermuara pada kecerdasan spiritual. Anggota atau anak buah dibimbing dalam suatu pembiasaan yang teduh, nyaman, ikhlas. Untuk itu kepala pasar juga harus dilibatkan lagi dalam rangka menciptakan rasa tersebut. Artinya, kita sebagai pimpinan tidak hanya menuntut prestasi pekerjaan mereka, sementara anak, istri, dan dirinya kelaparan, akan tetapi kita harus memikirkan rasa keadilan yang proporsional untuk kesejahteraan semuanya. Maka dari sinilah kepala pasar harus mampu berhitung cermat, bagaimana agar karyawan sejahtera, amal usaha tidak bangkrut, dan konsumen semakin meningkat…”
“Wah kalu begitu seorang pimpinan harus cerdas dong?”
“Ya, cerdas hatinya, cerdas pikiranya, cerdas sosialnya, dan cerdas spiritualnya. Di dalam dirinya ada masjid dan ada pasarnya…”
“Kalau begitu konsep amal usaha kita harus ada dua konsep tersebut dong?”
“Betul. Di kepala kita harus tertancap masjid yang kokoh. Yaitu sebuah bangunan yang bisa memotivasi kita untuk beramal, beribadah sesuai tuntunan Islam. Dan di satu sisi , otak pasar dalam diri kita muncul dengan tindakan kreatif, yang bakal menghasilkan keuntungan bagi kita, bagi persyarikatan, serta menyenangkan kosumen kita. Semoga Allah meridhoi doa dan usaha kita. Amin”. ( Ki Setyo )