Islam sebagai rahmatan lil’aalamiin, mempunyai
makna yang luas dalam penafsirannya. Islam tidak hanya agama yang
berbicara mengenai ritual peribadatan, namun juga inherent dengan kehidupan sosial masyarakat, dalam segala bentuknya di setiap zaman.
Dalam bahasa lain (Arab) dikatakan Islam shaalihun likulli zamaanin wa
makaanin, artinya kurang lebih bahwa Islam tetap bisa diterima dan
relevan keberadaannya di setiap masa (zaman) dan di setiap tempat
(dimana pun). Sehingga, umat Islam pun harus cerdas dalam berijtihad
untuk melakukan kontekstualisasi ajaran Islam.
Islam juga merupakan
agama dakwah. Dakwah sendiri berasal dari kata bahasa Arabدعا- يدعو ,
yang berarti memanggil, menyeru. Sehingga, kata “dakwah” bisa diartikan
panggilan atau seruan, tentu saja seruan atau panggilan ini ditujukan
untuk internal umat Islam sendiri dan juga eksternal (orang di luar
Islam). Islam sebagai gerakan dakwah pun harus dijelaskan lebih
mendalam; gerakan dakwah yang bagaimana yang sesuai dengan konteks
zaman, supaya konsep gerakan dakwah juga selalu kontekstual serta bisa
diterima oleh masyarakat, terlebih di era globalisasi seperti sekarang
ini.
Tugas dalam mendakwahkan Islam tentu saja tidak selesai
pada penyerahan tugas ini kepada ‘ulama atau Kyai saja, tetapi juga
merupakan tugas generasi muda, khususnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM). Berpedoman pada trilogi Ikatan, IMM mempunyai tiga ranah gerak:
keagamaan, kemasyarakatan dan kemahasiswaan. Ketiga unsur tersebut
merupakan satu kesatuan yang selalu berkaitan satu sama lainnya.
Artinya, IMM mempunyai tanggung jawab berdakwah (aspek keagamaan) pada
lapangan masyarakat dan mahasiswa. Sebagaimana sejarah kelahiran IMM
yang tidak terlepas dari forum-forum dakwah anak muda Muhammadiyah yang
rutin diadakan, merekalah Djazman Al-Kindi dan kawan-kawan (deklarator
pendiri IMM).
Dengan adanya pemahaman ini, maka IMM juga sangat
perlu untuk kemudian memberikan konsep akan mentode dakwah yang
kontekstual, bisa diterima oleh kalangan mahasiswa dan masyarakat pada
umumnya. Sehingga, risalah Islam mampu disebarkan dengan damai dan tidak
kaku, serta terhindar dari konflik (baikintern maupun ekstern umat
Islam). Terkhusus untuk IMM cabang AR Fakhruddin, yang “berdomisili” di
Kota Yogyakarta tampaknya belum sepenuhnya melakukan dakwah kepada
masyarakat Kota yang kompleks serta masyarakat mahasiswa yang rasional.
Penulis hanya akan membahas mengenai metode dakwah masyarakat kota dan
mahasiswa.
Tipologi Masyarakat Sasaran Dakwah
Sebelum nanti
dibahas mengenai metode atau konsep yang digunakan dalam dakwah, perlu
kiranya untuk memahami dan mendalami tentang karakteristik mesyarakat
yang akan menjadi sasaran dakwah. Dalam menjadikan masyarakat sebagai
sasaran dakwah, masyarakat akan digolongkan menjadi tiga: masyarakat
desa, masyarakat kota dan mahasiswa. Ketiga masyarakat tersebut
mempunyai karakternya masing-masing, meskipun disana-sini tetap terdapat
kesamaan.
Pertama, masyarakat pedesaan. Yang dimaksud dengan
masyarakat pedesaan disini adalah orang-orang yang berada atau tinggal
di desa yang relatif jauh aksesnya dari kota. Pola masyarakat ini pun
bermacam-macam, walaupun sudah ada yang rasional, namun sebagian besar
masih erat dengan mistis dan takhayul. Kemudian, pada masyarakat ini
juga, peran orang yang karismatik sangat besar (seperti Kyai, tokoh
agama), sehingga tokoh ini menjadi rujukan dalam berbagai masalah,
terutama masalah keagamaan. Meskipun ada juga yang (masih) percaya
dengan dukun (ahli nujum).
Kedua, masyarakat kota. Masyarakat
yang secara demografis tinggal di daerah perkotaan. Mereka lebih
berpikir rasional dalam melihat gejala yang ada, termasuk juga
keagamaan. Karena, akses dalam media informasi, pendidikan, relatif
lebih maju dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Sehingga, peran
besar kyai pun terasa berkurang dalam masyarakat kota. Kyai meraka sudah
diganti dengan internet, surat kabar, media sosial dan sejenisnya,
namun bukan berarti tidak pelu berdakwah kepada mereka.
Ketiga,
masyarakat mahasiswa. Bagi penulis, mahasiswa juga memiliki tipe yang
berbeda dengan dua masyarakat sebelumnya. Dalam pandangan penulis,
mahasiswa mempunyai “dunianya”sendiri yang berbeda, meskipun tinggal di
perkotaan. Mahasiswa memang tergolong rumit, tetapi paling tidak, dalam
berdakwah/mengajak mereka, tempat yang strategis adalah di kampus.
Mereka juga sangat rasional, sebagian ada yang hedonis dan apatis.
Masyarakat sasaran terbagi menjadi tiga:
Masyarakat Desa:
Masih percaya takhayul, mistis (meskipun sudah ada yang berpikir rasional)
Tokoh karismatik sangat berperan dalam dakwah (Kyai, tokoh agama)
Istilah untuk masyarakat desa, meminjam istilah Emile Durkheim,mechanic solidarity.
Masyarakat Kota:
Rasional, (meskipun juga ada yang masih percaya dengan mistis)
Peran orang yang karismatik ada, namun tidak sebesar dalam masyarakat
desa dan tidak hanya Kyai tapi juga Cendekiawan sebagai tokoh yang
karismatik
Masyarakat Kota:
Rasional
Meskipun tinggal di kota, namun menghabiskan perannya di kampus (sebagian besar)
Sebagian ada yang hedonis dan apatis.
Dengan gambaran sasaran dakwah yang sangat kompleks ini, IMM perlu
untuk merumuskan metode yang “mutakhir” dalam berdakwah dan bahkan
cakupan isi dakwah yang diberikan juga berbeda, sesuai dengan
karakteristik masing-masing masyarakat. Akan tetapi, dalam tulisan ini
akan dibahas mengenai dakwah masyarakat kota dan mahasiswa. Masyarakat
kota yang sangat kompleks mempunyai permasalahan yang juga kompleks,
bahkan lebih “mutakhir”. Mereka sudah mengetahui tentang permasalahan
ekonomi, lingkungan (ekologi), sember daya manusia (SDM) dan lain-lain.
Di samping itu, ada pula masyarakat miskin kota—yang disebut juga kaum
neo-mustadh’afiin—yang hidup di perkotaan. Ini juga yang harus dicermati
untuk dijadikan sasaran dakwah.
Masyarakat mahasiswa juga
perlu dijadikan sasaran dakwah IMM, karena memang ranah gerak IMM adalah
di dunia kemahasiswaan dan IMM juga berada dalam kampus, sehingga perlu
untuk berdakwah kepada mereka (mahasiswa) tentu saja dengan materi yang
lebih sesuai dengan pengetahuan mereka.
Posisi IMM dalam Masyarakat
IMM yang akan mengambil peran dalam masyarakat harus mengetahui tentang
posisinya di tengah-tengah masyarakat. Paling tidak ada tiga kelompok
masyarakat yang ada dalam beberapa literatur sosiologis: kelompok
masyarakat kelas bawah, kelas menengah dan konglomerat. Dari ketiga
kelompok tersebut, mahasiswa masuk dalam kelas menengah (termasuk IMM)
sehingga posisi ini harus dimanfaatkan betul dalam berdakwah. Artinya,
perubahan sosial yang ada di masyarakat juga harus didorong dengan
dakwah.
Posisi IMM di MasyarakatMahasiswa, yang termasuk dalam
kelas menengah harus mampu “membumi”, turun kepada kelas bawah
(masyarakat), dengan jalan berdakwah. Berdakwah untuk perubahan sosial
masyarakat memang tidaklah mudah dan tidak sebentar, sehingga diperlukan
metode yang “membumi”, selain harus kontekstual terhadap masyarakat
sasaran yang dituju.
Konsep Gerakan Dakwa
Dengan diawali
dengan pemahaman mengenai masyarakat sasaran dakwah serta posisi IMM
dalam masyarakat, maka tibalah untuk membahas mengenai konsep gerakan
dakwah IMM AR Fakhruddin. Dasar pemikiran ini adalah ayat Al-Qur’an:
Dalam konteks konsep, akan mengambil konsep Tabligh Ahmad Dahlan, yaitu
dengan metode pro-aktif mencari sasaran masyarakat untuk dakwah bukan
menunggu jama’ah.
Dalam masyarakat kota, yang ingin kita tuju
utamanya adalah dakwah terhadap masyarakat miskin kota, yang termasuk
dari masyarakat kota. Karena, dalam masyarakat kota, terdapat masyarakat
miskin kota yang biasanya direpresentasikan dengan Gepeng (Gelandangan
dan Pengemis), Asongan dll.
Pola dakwah yang akan dilakukan, bisa diilustrasikan sebagai berikut:
Pola Dakwah
Penjelasan:
Satu kader, minimal mencari dua orang masyarakat miskin kota untuk
secara kultural, didampingi. Misalkan, 2 orang penjual asongan, diajak
mengikuti forum dakwah yang rutin diadakan. Pada awalanya, fokus dakwah
hanya kepada dua orang tadi, yang nantinya diharapkan akan mampu
mengajak asongan (miskin kota) yang lain.
Jika hal tersebut terlalu
berat jika dilakukan oleh seorang kader, maka bisa dibebankan kepada
komisariat, yang nantinya membawahi dakwah tanggung jawab tersebut.
Untuk Gepeng (Gelandangan dan Pengemis), bisa dibuatkan forum-forum
pendidikan dan pengajaran yang dimasukkan nilai-nilai keislaman.
Dalam dunia mahasiswa juga diterapkan seperti halnya metode sebelumnya.
Memang, metode ini dikenal juga dengan Gerakan Jama’ah Dakwah Jama’ah
(GJDJ), akan tetapi dalam kehidupan kampus, IMM belum mengaplikasikan
secara maksimal.
Pola Dakwah 2
Penjelasan:
Kader IMM
membawa 3 orang mahasiswa (temannya) untuk diajak dalam forum dakwah.
Hanya saja, tema yang disampaikan tidak hanya ranah ibadah keagamaan,
tetapi lebih kepada tema-tema kontemporer (Fenomena Jilbab, Ekonomi
Islam, Ekologi dll.), sebagai pancingan agar tertatik untuk ikut
kembali.
Setelah memperkuat 3 orang mahasiswa tersebut, mereka akan
membawa 1 atau 2 orang temannya yang lain untuk bergabung dalam forum
dakwah ini. begitu seterusnya. Berawal dengan tema yang menarik untuk
dibicarakan.
Dengan metode dakwah seperti ini, selain memberdayakan
masyarakat dan kader, IMM juga akan mempunyai simpatisan dengan tetap
berpegang teguh pada dakwah yang kontekstual.
Penulis:
Arif Widodo
(Bidang Kader PK IMM FE UMY 2013-2014 dan Aktif di Korps Instruktur PC IMM Ar Fakhruddin Kodya Yogyakarta)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.