Masjid dan Ummat Islam adalah dua hal yang menyatu dan tidak mungkin dipisahkan, semua kegiatan Ummat Islam dipusatkan di Masjid. Di Indonesia masa lalu, selain dijadikan tempat sholat masjid juga biasa difungsikan sebagai tempat menuntut ilmu, pertemuan untuk bermusyawarah warga, bahkan ruang sidang pengadilan tempat para hakim memutus persengkataan warga.


Selain itu masjid juga bisa dan biasa dijadikan tempat para anak-anak dan remaja bersosialisasi diri sebagai Remaja Masjid. Sampai di era 1980-an banyak dijumpai anak-anak remaja yang menghabiskan separuh waktunya untuk tinggal di Masjid. Mereka biasa bermain di halaman masjid, mengaji, belajar, dan bahkan tidur di dalam masjid.

Di banyak pedesaan jawa, remaja laki-laki yang sudah khitan dan belum berkeluarga yang tidak tidur di Masjid akan dijuluki sebagai "anak mami" atau "bayi besar"/

Memang di sisi lain ada sejumlah ceria tentang "kenakalan kecil" yang biasa dilakukan anak-anak remaja masjid. Namun kenakanalan kecil masihlah bisa ditoleransi oleh norma sosial warga, karena mereka masih terbimbing oleh para orangtua dan tokoh agama yang selalu hadir di lingkungan masjid. Berbagai kenakalan itu tidak ada yang menimbulkan keresahan warga dan orang tua.

Mereka memang "nge-gang" namun cara "nge-gang" mereka sangat berbeda dengan cara ngegang anak remaja sekarang yang tidak terbimbing oleh institusi masjid. Tidak pernah ada cerita anak masjid yang mabuk-mabukkan minuman keras apalagi menghisap ganja dan sabu di masjid. Bukan karena belum ada zat adiktif itu, namun karena mereka tahu dan diberi tahu tentang hal yang benar dan salah dari Ajaran Islam.

Pendek kata, pada masa lalu ketika institusi masjid yang masih serba apa adanya dan menyatu dengan masyarakat, masjid banyak membimbing anak-anak remaja di sekitarnya untuk hidup lebih relijius dan terarah.

Kini zaman berubah, hampir tidak kita jumpai lagi bangunan masjid yang ala kadarnya, yang menyatu dengan denyut nadi ummat sekitar. Hampir semua masjid di Zaman Sekarang dibangun secara permanen, berlantai keramik licin, berkarpet indah, dan banyak barang berharga lainnya. Hampir semua masjid sekarang sudah bersentuhan dan ditangani organisasi modern.

Konsekuensinya sekarang sulit dijumpai para anak remaja bermain, lebih-lebih tidur di masjid. Kegiatan mengaji dan TPQ memang makin marak. Namun sehabis itu, anak-anak pulang ke rumah. Mereka menjadi "anak rumahan" dan tidak lagi menjadi "anak masjid". Masjid semakin eklusif bin terasing dari dunia anak dan lingkungannya

Masjid sekarang sudah mempunyai jadwal yang tertib kapan adzan berkumandang, kapan pintu dibuka, dan kapan pintu dikunci rapat kembali oleh takmir. Masjid sekarang juga mempunyai waktu yang tetap kapan jamaah dan warga boleh tinggal di dalamnya dan kapan harus dikosongkan. Bahkan ada pula masjid yang melarang anak-anak ikut masuk bersama orang tuanya ketika Sholat Berjamaah,tragis...!!!

Perlahan namun pasti, banyak masjid yang saat ini telah berubah fungsi dari pusat kegiatan jamaah atau warga menjadi tempat ibadah warga semata. Banyak masjid yang kian terasing dari warga sekitar dan seolah hanya menjadi milik takmirnya saja.

Tentu saja semua perubahan ini pasti disandarkan pada pertimbangan yang dipandang lebih baik, terutama untuk keamanan dan kenyamanan. Namun, disamping mendapatkan hal-hal baru yang baik ada juga hal-hal baik yang turut hilang dari proses perubahan itu. Masjid kian terasing, tidak lagi ramah anak dan jamaah. Adakah jalan lain untuk kembali memakmurkan masjid agar tidak terasing? (Sajian Utama SM Edisi 20 /16-31 Oktober 2014)
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

Post a Comment

MARI BERKOMENTAR DENGAN BIJAK DAN SOPAN, KARENA ITU AKAN MENCERMINKAN SOSOK ORANGNYA

Powered by Blogger.
 
Rumah Baca Gunungkidul © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top